Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 4 Februari 2011 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) atau 0,25% menjadi 6,75%. Keputusan tersebut diambil sebagai langkah antisipatif untuk mengendalikan ekspektasi inflasi ke depan yang mulai meningkat. Peningkatan ekspektasi inflasi terutama dipicu oleh kenaikan harga volatile foods yang masih tinggi, di samping karena kenaikan harga komoditi global termasuk minyak dan rencana kebijakan Pemerintah di bidang komoditi strategis. Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan inflasi ke depan, dan memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan upaya mengurangi tekanan inflasi ke depan, serta kebijakan makroprudensial untuk pengendalian likuiditas yang telah ditempuh sejak tahun 2010 yang lalu. Melalui bauran kebijakan moneter dan makroprudensial tersebut, serta langkah-langkah Pemerintah untuk mengatasi tingginya harga komoditi pangan, Dewan Gubernur meyakini inflasi dapat dijaga pada sasarannya yakni 5% ±1% untuk 2011 dan 4,5% ± 1% di 2012.
Prospek ekonomi dunia terus membaik dan diperkirakan lebih tinggi dari perkiraan semula. Kecenderungan ini memperkuat keyakinan Dewan Gubernur terhadap prospek perekonomian Indonesia sehingga diperkirakan mencapai kisaran 6,0%-6,5% pada tahun 2011.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 diperkirakan dapat mencapai 6,4%, ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik dan membaiknya sisi eksternal. Kinerja ekspor masih cukup tinggi sejalan dengan pemulihan ekonomi global. Sementara itu, impor juga meningkat terutama impor barang modal yang diperlukan untuk mendukung peningkatan kapasitas perekonomian. Dengan perkembangan tersebut, transaksi berjalan pada triwulan I-2011 diperkirakan masih akan mencatat surplus yang cukup besar. Transaksi modal dan finansial (TMF) juga diperkirakan mencatat surplus besar, terutama didukung oleh kuatnya aliran modal masuk investasi langsung (PMA). Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2011 diperkirakan masih akan mencatat surplus yang besar. Posisi cadangan devisa pada 31 Januari 2011 tercatat sebesar USD95,3 miliar atau setara dengan 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Nilai tukar Rupiah sempat mengalami tekanan sebagai akibat aliran modal keluar. Rupiah mengalami pelemahan disertai volatilitas yang sedikit meningkat, dipicu antara lain oleh kekhawatiran pelaku pasar terhadap meningkatnya tekanan inflasi. Nilai tukar Rupiah pada bulan Januari 2011 melemah rata-rata 0,1% menjadi Rp9.034 per USD. Dewan Gubernur meyakini bahwa aliran keluar modal asing dan pelemahan Rupiah tersebut lebih bersifat temporer karena faktor fundamental ekonomi Indonesia yang tetap kuat, sebagaimana penilaian lembaga Rating Moody’s yang menaikkan Sovereign Credit Rating Indonesia menjadi Ba1 dengan outlook stabil. Selain itu, kebijakan Bank Indonesia melalui stabilisasi nilai tukar juga mendorong cepat pulihnya kestabilan nilai tukar Rupiah.
Dewan Gubernur mewaspadai ekspektasi inflasi yang mulai meningkat. Inflasi IHK pada Januari 2011 mencapai 0,89% (mtm) atau 7,02% (yoy). Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh tingginya inflasi kelompok volatile foods yang mencapai 18,25% (yoy) karena berlanjutnya gangguan produksi dan distribusi bahan pangan, khususnya beras dan bumbu-bumbuan. Sementara itu, kelompok administered prices menunjukan inflasi yang moderat sebesar 5,21% (yoy) dan inflasi inti relatif terkendali pada tingkat yang cukup rendah yakni sebesar 4,18% (yoy). Meskipun demikian, ekspektasi inflasi cenderung mulai meningkat sebagaimana tercermin pada indikator ekspektasi inflasi dari Survei Ekspektasi Konsumen, Survei Produsen, dan harga aset finansial. Disamping dipicu oleh kenaikan harga volatile foods yang masih tinggi, meningkatnya ekspektasi inflasi juga di dorong oleh kenaikan harga komoditi global dan rencana kebijakan Pemerintah khususnya pengurangan subsidi BBM. Dewan Gubernur berpandangan meningkatnya ekspektasi inflasi tersebut perlu direspon secara tepat agar tidak menimbulkan tekanan inflasi ke depan.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang disertai terus membaiknya fungsi intermediasi perbankan. Industri perbankan semakin solid sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Intermediasi perbankan juga semakin membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang terus meningkat yang pada tahun 2010 mencapai 22,8% (yoy), ditopang oleh pertumbuhan pada seluruh jenis kredit termasuk kredit kepada UMKM.
Dewan Gubernur memandang pentingnya upaya memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Menghadapi risiko tekanan inflasi ke depan yang diperkirakan masih bersumber dari gangguan produksi dan permasalahan distribusi komoditi pangan dan energi, pengendalian kestabilan harga akan terus dilakukan dengan dukungan kebijakan Pemerintah melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat Pusat maupun Daerah (TPID).
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.