Rapat
Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 11 Oktober 2011
memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,50%.
Bank Indonesia juga akan tetap menempuh langkah-langkah stabilisasi
nilai tukar rupiah khususnya dari dampak gejolak pasar keuangan global.
Keputusan ini diambil sejalan dengan keyakinan Bank Indonesia bahwa
inflasi pada akhir tahun ini maupun tahun depan akan berada di bawah 5%.
Selain itu, langkah-langkah tersebut ditempuh sebagai antisipasi untuk
memitigasi dampak penurunan kinerja ekonomi dan keuangan global terhadap
kinerja perekonomian Indonesia. Kedepan, Dewan gubernur akan terus
mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global serta menempuh
respon suku bunga serta bauran kebijakan moneter dan makroprudensial
lainnya untuk memitigasi potensi penurunan kinerja perekonomian
Indonesia tersebut dengan tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi,
yaitu 5%±1% pada tahun 2011 dan 4,5%±1% pada tahun 2012.
Dewan
Gubernur terus mewaspadai tingginya risiko dan ketidakpastian di pasar
keuangan global serta kecenderungan menurunnya kinerja perekonomian
global akibat permasalahan utang dan fiskal di Eropa dan AS. Perhatian
terutama ditujukan pada dampak jangka pendek melalui jalur finansial
berupa melemahnya bursa saham, meningkatnya indikator risiko utang, dan
tekanan pembalikan arus modal portofolio (capital reversals) oleh investor global dari emerging economies,
termasuk Indonesia. Sementara itu, kinerja perekonomian global
terindikasi melemah seperti tercermin pada perlambatan kegiatan produksi
dan penjualan ritel yang disertai dengan tingkat keyakinan konsumen
yang melemah di negara maju dan koreksi sejumlah harga komoditas
internasional. Di sisi lain, tekanan inflasi mulai mereda, meski inflasi
negara emerging markets masih relatif tinggi, sehingga
terjadi pergeseran respon kebijakan moneter ke arah netral atau
akomodatif. Kedepan, secara keseluruhan Dewan Gubernur melihat
kecenderungan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara maju, melambatnya
volume perdagangan dunia, dan menurunnya harga komoditas global.
Sementara itu di sektor keuangan, tingginya ekses likuiditas global dan
persespi resiko investor masih akan mendorong tetap derasnya aliran
modal asing masuk ke negara-negara emerging economies, termasuk Indonesia, baik dalam bentuk PMA maupun investasi portofolio.
Dewan
Gubernur menilai bahwa fundamental ekonomi dan perbankan nasional tetap
kuat di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap prospek ekonomi
dunia. Pertumbuhan
ekonomi pada triwulan IV-2011 diperkirakan akan lebih tinggi, terutama
didukung oleh konsumsi dan kegiatan investasi, sehingga secara
keseluruhan tahun 2011 dapat mencapai 6,6%. Sejauh ini, dampak gejolak
ekonomi global lebih dirasakan di pasar keuangan, sementara sektor riil
relatif belum terpengaruh. Namun, perekonomian global yang melemah
diperkirakan akan memengaruhi kinerja ekonomi domestik pada tahun 2012,
baik melalui dampaknya pada pasar keuangan maupun terhadap kegiatan
perdagangan internasional. Pertumbuhan ekonomi domestik tahun 2012
diprakirakan berada disekitar 6,5%. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh
konsumsi yang tetap kuat dan investasi yang meningkat, namun ekspor akan
menghadapi tekanan. Secara sektoral, seluruh sektor ekonomi
diprakirakan akan tumbuh dengan baik. Sektor-sektor yang diprakirakan
menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi ke depan, antara lain sektor
industri; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor
transportasi dan komunikasi.
Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV-2011 diprakirakan akan
kembali surplus setelah mengalami tekanan akibat terjadinya aliran modal
keluar pada triwulan sebelumnya.
Secara keseluruhan tahun 2011, NPI diprakirakan akan tetap mencatat
surplus yang cukup besar. Surplus NPI ini diprakirakan akan tetap
berlangsung pada tahun 2012 terutama didukung oleh surplus transaksi
modal dan finansial yang terus meningkat, baik dalam bentuk investasi
portofolio maupun investasi langsung. Sejalan dengan itu, cadangan
devisa pada akhir September 2011 tercatat sebesar 114,5 miliar dolar AS,
atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri
Pemerintah. Jumlah cadangan devisa tersebut lebih dari cukup untuk
mendukung kestabilan nilai tukar Rupiah.
Nilai tukar Rupiah pada triwulan III-2011 mengalami tekanan, khususnya pada bulan September 2011. Pada
triwulan III-2011, nilai tukar Rupiah melemah 2,42% (ptp) menjadi
Rp8.790 per dolar dengan volatilitas yang meningkat. Namun, pelemahan
nilai tukar Rupiah tersebut masih sejalan dengan pergerakan nilai tukar
mata uang negara kawasan. Tekanan terhadap rupiah antara lain
dipengaruhi oleh meningkatnya faktor risiko global akibat kekhawatiran
terhadap prospek ekonomi dunia. Selain itu, meningkatnya permintaan
valas untuk memenuhi pembayaran impor turut menekan nilai tukar Rupiah.
Kedepan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah
guna mendukung terpeliharanya kestabilan makroekonomi.
Tekanan inflasi terus menurun. Inflasi
IHK pada triwulan III-2011 tercatat sebesar 1,89% (qtq) atau 4,61%
(yoy), lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi ini berasal dari kelompok volatile food dan administered prices
seiring dengan membaiknya pasokan, turunnya harga komoditas pangan
internasional dan minimalnya kebijakan Pemerintah terkait harga
komoditas strategis. Sementara itu, tekanan kelompok inti di luar
kenaikan harga emas juga relatif terjaga baik karena kebijakan apresiasi
nilai tukar pada periode sebelumnya dan masih cukup memadainya pasokan
dalam merespon permintaan. Dengan perkembangan tersebut, inflasi pada
tahun 2011 diyakini akan lebih rendah dari 5%. Tahun 2012, inflasi akan
tetap terkendali dan diprakirakan di bawah 5% seiring dengan terjadinya
koreksi harga komoditas global dan melemahnya perekonomian dunia.
Stabilitas
sistem perbankan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi yang membaik
meskipun terjadi gejolak pasar keuangan akibat pengaruh global. Stabilitas industri perbankan masih tetap terjaga dengan baik sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan rendahnya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross
di bawah 5%. Sementara itu, penyaluran kredit untuk pembiayaan kegiatan
perekonomian terus berlanjut, tercermin pada pertumbuhan kredit yang
mencapai 23,8% (yoy) hingga akhir September 2011. Bank Indonesia terus
berupaya menjaga stabilitas sistem perbankan dan mendorong fungsi
intermediasi dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dengan
mendorong ke arah pertumbuhan kredit produktif sehingga perekonomian
nasional tetap dapat mencapai pertumbuhan yang optimal di tengah kondisi
perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian.
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.