Hukum Perdata Debt Collector Menyita Barang Milik Debitur
Pertanyaan :
Langsung saja, teman saya sekarang ini sedang menghadapi masalah. Bapak dari teman saya berhutang kepada Mr. H tetapi uangnya digunakan untuk keperluan yang tidak tahu untuk apa. Dan si bapak berhutang tanpa sepengetahuan seluruh keluarga kecuali dia sendiri. Lalu, belakangan ini ada debt collector yang berdatangan. Saya ingin tanya tentang hukum yang berlaku. Apakah si debt collector berhak untuk menyita barang-barang yang ada di rumahnya itu sedangkan keluarga tidak tahu-menahu akan utang tersebut? Terima kasih sebelumnya.
Jawaban :
Pada dasarnya penagih utang atau debt collector bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh pemberi hutang atau kreditur untuk menagih utang kepada pengutang atau debiturnya. Perjanjian pemberian kuasa ini diatur dalam KUHPerdata. Mengenai apa itu kuasa Anda dapat membaca lebih lanjut dalam artikel “Kuasa Umum atau Kuasa Khusus”.
Mengenai masalah yang Anda tanyakan, menurut advokat Alexander Lay dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi, debt collector yang mendapat kuasa menagih utang dari kreditur tidak boleh menyita paksa barang-barang milik debitur. Alex menyatakan bahwa pada prinsipnya penyitaan barang-barang milik debitur yang wanprestasi hanya bisa dilakukan atas dasar putusan pengadilan.
Terlebih lagi, Alex menambahkan, barang-barang yang terdapat di dalam rumah tersebut boleh jadi statusnya adalah harta bersama yaitu dimiliki bersama dengan istrinya. Seperti diketahui, dalam suatu perkawinan terjadi percampuran harta, kecuali dalam hal adanya perjanjian kawin yaitu perjanjian pisah harta (prenuptial agreement). Demikian ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kemudian, jika debt collector tersebut tetap menyita atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitur secara melawan hukum maka yang bersangkutan atau keluarganya dapat melaporkan debt collector tersebut ke polisi. Perbuatan debt collector tersebut dapat dijerat dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian atau jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan maka bisa dijerat dengan Pasal 365 ayat (1) KUHP.
Lepas dari itu, Bapak dari teman Anda tersebut tetap wajib melunasi hutang-hutangnya kepada Mr. H selaku kreditur. Jika tidak maka kreditur berhak mengajukan somasi dan menggugat yang bersangkutan ke pengadilan atas dasar wanprestasi. Menurut Pasal 1267 KUHPerdata, salah satu hal yang dapat dituntut dari pihak yang wanprestasi, yaitu pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian. Ganti kerugian tersebut terdiri dari tiga unsur, yaitu biaya, rugi, dan bunga.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
*Catatan: Klinik Hukum meminta pendapat Alexander Lay melalui hubungan telepon pada Jumat 8 April 2011.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 732)
Sumber : hukumonline.com
1 komentar:
pusing klw bicara hukum indonesia nih
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.