Kenaikan harga BBM juga selalu berdampak pada kolektibilitas
kredit. Kelompok yang berpenghasilan tetap akan terkena imbas kenaikan
harga kebutuhan dan sudah pasti akan memengaruhi cicilan atau angsuran
ke bank atau ke multifinance. Harga polis asuransi juga akan naik karena biaya-biaya rumah sakit dan sekolah juga meningkat.
Pemerintah
hampir pasti akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Hanya saja
besarannya masih belum pasti. Namun, perkiraan pasar, kenaikan harga BBM
akan berkisar 30% sampai dengan 40%. Untuk premium, yang biasanya
Rp4.500 per liter akan menjadi Rp6.000 sampai dengan Rp6.500 per liter.
Kenaikan harga BBM ini terkait dengan daya tahan anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN).
Kenaikan harga BBM bersubsidi sepertinya
akan dilakukan di akhir tahun 2012. Menurut Agus D.W. Martowardojo,
Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia (RI), pemerintah akan
segera mengajukan pembahasan APBN perubahan (APBN-P) pada awal Maret dan
30 hari sejak pengajuan kenaikan harga sudah bisa dilakukan.
Menurut
Agus Martowardojo, kenaikan harga minyak bersubsidi ini dilakukan untuk
mengendalikan lonjakan konsumsi BBM dan mengurangi subsidi yang terus
membengkak. Namun, Menkeu sendiri tidak akan menyebut angka kenaikannya
karena akan menimbulkan spekulasi.
Hitung-hitungan penghematan
subsidi BBM kasarnya jika kenaikan Rp1.000 per liter, akan menghemat
sekitar Rp28 triliun dan kenaikan Rp1.500 sebesar Rp54 triliun. Jadi,
jika tidak dinaikkan harga BBM bersubsidi akan meledakkan APBN.
Tahun
lalu saja angka subsidi BBM mencapai Rp165 triliun. Jumlah ini melonjak
dari APBN-P sebesar Rp129,7 triliun. Pada 2012 angka subsidi
diperkirakan Rp123 triliun. Namun, jika melihat konsumsi BBM dan harga
minyak dunia, target itu bisa melonjak tinggi. Untuk itu, pemerintah
akan menaikkan harga BBM bersubsidi ini.
Jika hendak membandingkan
angka subsidi minyak tahun ini, besarnya subsidi itu 2,2 kali anggaran
infrastruktur perhubungan yang besarnya Rp55,6 triliun dan 0,5 kali
anggaran pendidikan murah dan terjangkau Rp290 triliun.
Banyak
pengamat tampak setuju atas kenaikan harga BBM ini, kecuali jajaran
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang beroposisi dengan
pemerintah. Suka tidak suka, kenaikan harga BBM ini harus
dilakukan. Selain mudah dan simpel karena tinggal membuat kebijakan
ketimbang membuat kebijakan alih energi yang mendadak dan pengenaan
harga BBM bersubsidi yang berbeda—yang akan menimbulkan distorsi harga.
Kendati
demikian, ada dampak yang paling serius. Kelompok kaya masih akan
menikmati subsidi bersama dengan kelompok miskin. Karena itu, pemerintah
perlu membuat kebijakan-kebijakan dan melakukan pembangunan
infrastruktur agar masyarakat yang terkena dampaknya dapat tertolong.
Perlu ada kebijakan buat si miskin.
Kenaikan harga BBM selalu
berdampak banyak. Ongkos angkutan umum akan naik. Bahkan, belum ada
pengumuman, asosiasi angkutan umum memperkirakan akan ada kenaikan
ongkos angkutan 35% dan ini akan menyulut harga kebutuhan pokok dan akan
berdampak pada angka inflasi.
Seperti tahun-tahun sebelumnya,
kenaikan harga BBM juga selalu berdampak pada kolektibilitas kredit.
Kelompok yang berpenghasilan tetap akan terkena imbas kenaikan harga
kebutuhan dan sudah pasti akan memengaruhi cicilan atau angsuran ke bank
atau ke multifinance. Harga polis asuransi juga akan naik karena biaya-biaya rumah sakit dan sekolah juga meningkat.
Jika
permintaan turun di kelompok masyarakat berpenghasilan tetap, itu
karena tergerus inflasi yang bisa mencapai kenaikan 1% sampai dengan 2%
akibat kenaikan harga BBM bersubsidi ini. Inflasi diperkirakan akan
terkerek pada kisaran 5% sampai dengan 7% sehingga suku bunga juga sulit
diharapkan untuk turun lebih rendah lagi.
Pada akhirnya, jika ada
tekanan terhadap harga-harga, akan berpengaruh terhadap sektor riil,
yang sudah pasti akan terjadi penurunan permintaan. Jika terjadi
penurunan permintaan, akan berpengaruh terhadap kualitas kredit bank.
Risiko kredit macet akan makin besar dan ini merupakan ancaman terhadap
penurunan suku bunga kredit karena risiko yang meningkat.
Pengalaman
sebelumnya, ketika harga minyak naik, akan berpengaruh pada sektor
konsumsi, terutama kredit-kredit yang berisiko tinggi. Juga, bakal
menurunkan permintaan akan kebutuhan otomotif dan ini pasti bisa
merembet ke sektor multifinance. Risiko multifinance
akan membesar akibat kenaikan harga BBM dan sudah tentu akan menaikkan
harga jual kendaraan bermotor akibat ada kenaikan harga suku cadang.
Karena itu, kalangan perbankan dan multifinance
perlu memerhatikan bahaya laten dari kenaikan harga BBM ini. Sepertinya
tidak akan terjadi apa-apa karena setiap hari kita disuguhi sinetron
mengenai pengusutan kasus korupsi yang dilakukan Nazaruddin dan
kawan-kawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selama ini
pemerintah sangat senang memerhatikan kondisi sosial politik. Padahal,
sebenarnya kenaikan harga BBM ini bisa berdampak buruk pada sektor riil
dan sektor perbankan. Namun, sepanjang pemerintah bisa mengerjakan
PR-nya, yaitu mengurusi penduduk miskin, perbankan juga masih akan bisa
tumbuh seperti perkiraan, yaitu 22% sampai dengan 24%.
Namun,
jangan pernah berharap akan terjadi penurunan suku bunga kredit yang
lebih tajam. Semua itu karena efek berantai kenaikan harga BBM yang akan
menurunkan kualitas kredit sektor perbankan dan multifinance. Satu-satunya langkah yang wajib dilakukan perbankan dan multifinance adalah bersiap-siap. Tetap menjaga kualitas kredit dan senantiasa memerhatikan biaya-biaya yang tiba-tiba membengkak.
Kenaikan
harga BBM bersubsidi ini akan terlewati jika semua pihak dapat
melakukan efisiensi. Tanpa itu, kenaikan harga BBM akan mengurangi
pencapaian laba perusahaan, atau jika tidak, membakar cash flow
perusahaan. Sebab, daya tahan kredit akan makin ringkih akibat kenaikan
harga minyak ini.
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.