Prospek ekonomi dunia terus membaik, namun dibayangi oleh tekanan inflasi yang meningkat sejalan dengan tingginya harga minyak dan komoditas pangan dunia. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan lebih tinggi dari perkiraan semula yang didukung oleh membaiknya ekonomi negara maju, sementara ekonomi negara berkembang khususnya emerging markets (EM) masih tetap tumbuh. Sejalan dengan perkembangan tersebut, harga komoditas dunia menunjukkan kecenderungan meningkat yang diwarnai dengan harga minyak yang melambung tinggi. Dengan perkembangan tersebut, tekanan inflasi baik di negara berkembang maupun negara maju cenderung meningkat didorong oleh tren peningkatan harga pangan dan energi. Sementara itu, perkembangan geopolitik di Timur Tengah selain berpengaruh pada harga minyak juga menimbulkan tekanan terhadap pasar keuangan global. Kebijakan Bank Sentral China untuk melakukan pengetatan lebih lanjut juga turut menekan pasar keuangan global. Pengetatan kebijakan moneter dalam merespons perkembangan inflasi tidak hanya terjadi di negara-negara EM tetapi juga mulai diikuti oleh negara-negara maju.
Prospek ekonomi global yang membaik tersebut berdampak positif terhadap perekonomian domestik, terutama melalui jalur ekspor yang akhir-akhir ini meningkat. Perekonomian domestik pada triwulan I 2011 diperkirakan tumbuh cukup tinggi meskipun lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan pada triwulan I 2011 yang diperkirakan mencapai 6,4% terutama ditopang oleh pertumbuhan ekspor yang masih tetap tinggi, sementara pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi masih positif namun tidak sekuat triwulan sebelumnya. Kinerja ekspor masih tetap tinggi sejalan dengan pemulihan ekonomi global yang masih cukup kuat. Impor juga masih meningkat didorong oleh masih kuatnya permintaan domestik dan eksternal yang masih menguat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sedikit tertahan dipengaruhi oleh penurunan pendapatan riil khususnya untuk masyarakat menengah ke bawah. Perkembangan proyek-proyek infrastruktur yang masih terbatas berdampak pada kegiatan investasi yang cenderung tertahan. Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran masih mencatat surplus yang cukup besar. Transaksi modal dan finansial (TMF) diperkirakan masih mencatat surplus, meskipun sempat terjadi outflow di awal triwulan yang dipicu oleh kekhawatiran terhadap tekanan inflasi. Surplus TMF antara lain didukung oleh FDI yang diperkirakan lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya, sementara aliran modal portofolio masih cukup kuat. Sejalan dengan itu, transaksi berjalan juga masih mengalami surplus terutama didukung oleh tingginya harga komoditas. Dengan perkembangan sisi eksternal yang masih solid tersebut, posisi cadangan devisa pada 28 Februari 2011 tercatat sebesar 99,6 miliar dolar AS atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Sementara itu, posisi per 3 Maret 2011 tercatat sebesar 101,8 miliar dolar AS atau setara dengan 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Tren penguatan nilai tukar rupiah yang sempat tertahan pada Januari 2011 kembali berlanjut pada Februari 2011. Di samping kembali masuknya aliran modal asing karena positifnya persepsi investor asing terhadap kuatnya fundamental ekonomi Indonesia, penguatan rupiah juga sebagai respons positif terhadap kenaikan BI Rate dan kebijakan Bank Indonesia untuk memberikan ruang bagi penguatan rupiah sebagai komitmen kuat Bank Indonesia untuk pengendalian inflasi. Pada Februari 2011 nilai tukar rupiah menguat sebesar 2,5% (ptp) menjadi Rp8.818 per dolar AS pada akhir Februari 2011. Apresiasi rupiah sejauh ini belum memengaruhi daya saing Indonesia dari sisi nilai tukar karena pada periode yang sama negara-negara di kawasan juga mengalami penguatan nilai tukar dan bahkan dengan tingkat yang lebih besar.
Inflasi IHK pada Februari 2011 sedikit menurun, namun risiko tekanan inflasi ke depan masih cukup tinggi. Inflasi IHK pada Februari 2011 mencapai 0,13% (mtm) atau 6,84% (yoy), menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Koreksi harga beras dan cabai akibat membaiknya pasokan sejalan dengan kebijakan Pemerintah, memengaruhi inflasi kelompok volatile foods yang mengalami deflasi sebesar 0,48% (mtm). Sementara itu, tekanan inflasi kelompok administered prices sejauh ini masih minimal yakni mencapai 0,32% (mtm) atau 5,34% (yoy). Namun, Bank Indonesia terus mewaspadai kenaikan inflasi kelompok inti yang mulai meningkat yakni tercatat sebesar 0,31%(mtm) atau 4,36% (yoy), terutama yang selama ini dipengaruhi oleh tingginya inflasi volatile foods dan kenaikan harga komoditas internasional. Indikator ekspektasi inflasi di pasar keuangan mulai terindikasi menurun meski masih tinggi sebagai respons dari kenaikan BI Rate, sementara ekspektasi inflasi di kalangan produsen, pedagang, dan konsumen belum banyak terpengaruh. Karenanya, Bank Indonesia akan terus menempuh langkah-langkah kebijakan moneter dan makroprudensial, termasuk mengendalikan pengaruh imported inflation tersebut dengan penguatan nilai tukar rupiah.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang disertai terus membaiknya fungsi intermediasi perbankan dan likuiditas perbankan yang terkendali. Industri perbankan cukup stabil ditandai oleh terjaganya kondisi permodalan dan likuiditas sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Intermediasi perbankan juga semakin membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang terus meningkat, yakni pada Januari 2011 mencapai 24,6% (yoy), ditopang oleh pertumbuhan pada seluruh jenis kredit termasuk kredit kepada UMKM. Tidak ada indikasi bahwa kenaikan BI Rate pada Februari 2011 diikuti dengan kenaikan suku bunga perbankan. Sementara itu, penerapan ketentuan GWM LDR dan GWM Valas per 1 Maret 2011 telah dapat dipenuhi sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Kinerja pasar keuangan domestik membaik setelah sempat tertekan pada awal tahun 2011. Perbaikan pasar keuangan antara lain dicerminkan pada kinerja pasar saham yang mulai pulih dan relatif stabilnya nilai SUN. Di pasar uang, likuiditas sedikit mengalami penurunan sejalan dengan rekening pemerintah yang kontraktif dan kebijakan stabilisasi nilai tukar. Dari sisi transmisi kebijakan moneter, suku bunga perbankan belum sepenuhnya merespons kenaikan BI rate di bulan Februari 2011. Sejalan dengan itu, pergerakan suku bunga PUAB O/N juga belum merespons sinyal kebijakan moneter. Namun, transmisi kebijakan moneter diperkirakan masih akan terus berlanjut mengingat diperlukan waktu untuk melakukan penyesuaian. Selain itu, upaya Bank Indonesia dalam meningkatkan pengelolaan moneter juga akan semakin memperkuat transmisi kebijakan moneter.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 4 Maret 2011 memutuskan untuk sementara ini mempertahankan BI Rate sebesar 6,75%. Keputusan ini tidak mengubah arah kebijakan moneter Bank Indonesia yang cenderung ketat sebagai upaya untuk pengendalian tekanan inflasi yang masih tinggi. Bank Indonesia akan terus mewaspadai perkembangan inflasi ke depan dan menyesuaikan tingkat BI Rate secara terukur pada waktunya. Upaya pengendalian inflasi, khususnya tekanan imported inflation dari kenaikan komoditas internasional, juga diperkuat dengan terbukanya ruang penguatan nilai tukar Rupiah lebih lanjut sejalan dengan membaiknya fundamental ekonomi global. Di samping itu, langkah pengendalian likuiditas melalui penerapan kebijakan makroprudensial dan operasi moneter juga akan terus diperkuat dengan tetap memperhatikan kebutuhan likuiditas perbankan yang sehat, termasuk dengan mulai berlakunya ketentuan GWM LDR dan GWM Valas per 1 Maret 2011. Melalui bauran kebijakan moneter dan makroprudensial tersebut, serta dukungan komitmen Pemerintah yang kuat untuk mengatasi tingginya harga komoditas pangan sebagaimana ditunjukkan oleh koordinasi pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah, Bank Indonesia meyakini inflasi IHK dapat dijaga pada sasarannya yakni 5%±1% untuk tahun 2011 dan 4,5%±1% pada tahun 2012.
1 komentar:
mantab artikelnya, terima kasih atas infonya
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.