Menyimpan Dendam Bagaikan Memanggul Karung
Suatu hari, ada seorang guru yang meminta seluruh murid-murid di kelasnya untuk membawa satu karung goni ke sekolah. Guru itu juga meminta setiap anak pergi ke toko kelontong membeli kentang sebanyak satu tas.
Keesokan hari ketika di sekolah, guru meminta semua anak, masing-masing memilih sebuah kentang untuk orang yang tidak ingin kita maafkan, nama orang itu dan tanggal dia berbuat kesalahan kepada kita semuanya dituliskan di atas kentang itu, kemudian kentang tersebut dimasukkan ke dalam karung goni yang telah disediakan, ini merupakan pekerjaan rumah kita dalam sepekan.
Di hari pertama masih terasa asyik dan menarik, ketika menjelang sekolah, di dalam karung goni saya sudah terdapat sembilan buah kentang. Jane telah mengatakan potongan rambut baru saya sangat jelek, lalu Bobby telah memukul kepala saya, dan Jimmy walaupun sudah mengetahui saya harus menaikkan nilai, masih juga tidak bersedia meminjamkan pekerjaan rumahnya untuk saya salin.
Setiap kejadian membuat saya dengan senang hati melemparkan kentang-kentang itu ke dalam karung, masih bersumpah tidak akan memaafkan siapa saja yang telah berbuat salah kepada saya.
Waktu istirahat, guru sudah berpesan, di dalam satu minggu ini tidak peduli kami pergi kemana pun juga, harus membawa serta karung goni itu. Saya memikul karung goni itu saat berangkat ke sekolah, pulang ke rumah bahkan saat keluar bermain dengan teman pun tidak terkecuali.
Bagus sekali! Setelah satu minggu, karung goni yang berisikan kentang itu sudah menjadi bebanku yang sangat berat. Dalam karung goni itu sudah terisi lebih kurang limapuluh buah kentang, sungguh merupakan suatu beban berat yang bisa meruntuhkan badan. Saya sudah tidak tahan menanti akhir dari pekerjaan rumah ini.
Pekan kedua guru bertanya kepada kami semua, “Apakah kalian sudah mengetahui akibat dari tidak ingin memaafkan orang lain? Bisa ada beban berat di atas pundak, semakin banyak orang yang tidak ingin kalian maafkan, maka semakin berat pula beban yang harus kalian pikul. Menghadapi beban berat tersebut, bagaimana kita harus bertindak?”
Guru berhenti berbicara untuk beberapa saat, memberikan waktu kepada kita untuk berpikir, lalu guru menjawab sendiri pertanyaannya, “Semua beban itu dilepaskan saja! Sebenarnya waktu bisa membuat manusia menjadi sadar. Terhadap orang-orang yang pernah kita anggap sudah tidak dapat dimaafkan, mungkin hal tersebut akan membuat kita merasakan makin tidak bahagia.”
Cobalah untuk selalu mempertahankan prinsip kebaikan karena sebenarnya tidak ada sesuatu apa pun yang patut kita jadikan keterikatan, senantiasa “melatih” diri kita agar menjadi orang yang senang memaafkan orang lain.
Bukankah tidak ada manusia yang sempurna? Saat kita melihat ke dalam diri kita sendiri, maka secara jujur kita juga akan menemukan bahwa selama ini diri kita juga telah sering berbuat salah, menyakiti, maupun menyalahi orang lain.
Lagipula tidak semua kesalahan yang orang lain lakukan itu telah mereka lakukan dengan sengaja, mungkin ada sebab-sebab yang tidak kita ketahui atau orang lain tidak sadar bahwa perbuatannya telah melukai Anda. Anda boleh menjelaskan dengan sikap yang baik, sehingga semuanya bisa berakhir dengan baik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Emg susah memaafkan kesalahan org lain, tp klo kt mo berusaha & sadar bahwa ngga ada satupun manusia yg sempurna, perlahan-lahan pst bs dilakukan... :D
Agak susah sih kalo memaafkan orang yang terlalu dalam menyakiti kita, tak semudah membalikkan tangan..:(
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.