Pemberian kredit merupakan kegiatan  utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan  dan kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga  intermediasi, sebagian besar dana bank berasal dari dana masyarakat,  maka pemberian kredit perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan  undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia.
  
UU Perbankan telah mengamanatkan agar  bank senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan  kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank  Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan  dalam pemberian kredit oleh perbankan. Beberapa regulasi dimaksud  antara lain adalah regulasi mengenai Kewajiban Penyusunan dan  Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, Batas  Maksimal Pemberian Kredit, Penilaian Kualitas Aktiva, Sistem Informasi  Debitur, dan pembatasan lainnya dalam pemberian kredit.
   
A. Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum 
  
Sebagaimana telah dikemukakan, bank  dalam melakukan kegiatan usaha terutama dengan menggunakan dana  masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Pemberian kredit merupakan  kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada  kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya  bank harus berpegang pada azas-azas perkreditan yang sehat guna  melindungi dan memelihara kepentingan dan kepercayaan masyarakat.
  
Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan  secara konsisten dan berdasarkan azas-azas perkreditan yang sehat, maka  diperlukan suatu kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan  hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai  kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan  perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan  bank dalam SK Dir BI No.27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995.  Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank Umum wajib memiliki kebijakan  perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris  bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai  berikut :
  
1. prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;
  
2. organisasi dan manajemen perkreditan;
  
3. kebijakan persetujuan kredit;
  
4. dokumentasi dan administrasi kredit;
  
5. pengawasan kredit;
  
6. penyelesaian kredit bermasalah.
  
Kebijakan perkreditan bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan
  
perkreditan bank wajib mematuhi kebijakan perkreditan bank yang telah disusun secara konsekuen dan konsisten.
  
  
B. Batas Maksimum Pemberian Kredit
  
Salah satu penyebab dari kegagalan usaha  bank adalah penyediaan dana yang tidak didukung dengan kemampuan bank  mengelola konsentrasi penyediaan dana secara efektif. Dalam rangka  mengurangi potensi kegagalan
  
usaha bank maka bank wajib menerapkan  prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit, antara lain dengan  melakukan penyebaran (diversifikasi) portofolio penyediaan dana melalui  pembatasan penyediaan dana, baik
    
kepada pihak terkait maupun kepada pihak  bukan terkait. Pembatasan penyediaan dana adalah persentase tertentu  dari modal bank yang dikenal dengan batas maksimum pemberian kredit  (BMPK). BMPK mendapatkan dasar pengaturan dalam UU Perbankan. Pengaturan  tersebut selanjutnya dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan  Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian  Kredit Bank Umum. Berdasarkan PBI tersebut, BMPK adalah persentase  maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank.
  
Tujuan ketentuan BMPK adalah untuk  melindungi kepentingan dan kepercayaan masyarakat serta memelihara  kesehatan dan daya tahan bank, dimana dalam penyaluran dananya, bank  diwajibkan mengurangi risiko dengan cara menyebarkan penyediaan dana  sesuai dengan ketentuan BMPK yang telah ditetapkan sedemikian rupa  sehingga tidak terpusat pada peminjam dan/atau kelompok peminjam  tertentu. Penyediaan dana dalam kerangka BMPK tidak hanya berupa kredit,  tetapi meliputi seluruh portofolio penyediaan  dana yaitu penanaman  dana bank dalam bentuk :
  
a. kredit;
  
b. surat berharga;
  
c. penempatan;
  
d. surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali;
  
e. tagihan akseptasi;
  
f. darivatif kredit (credit derivative);
  
g. transaksi rekening administratif (seperti guarantee, letter of credit, standby letter of credit);
  
h. tagihan derivatif;
  
i. potential future credit exposure;
  
j. penyertaan modal;
  
k. penyertaan modal sementara;
  
l. bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan huruf a sampai dengan huruf k.
  
Seluruh portofolio penyediaan dana  kepada pihak terkait dengan bank dapat dilakukan paling tinggi 10 % dari  modal bank. Untuk penyediaan dana kepada seorang peminjam yang bukan  merupakan pihak terkait dengan bank dapat dilakukan paling tinggi 20 %  dari modal bank. Sementara, penyediaan dana kepada satu kelompok  peminjam yang bukan merupakan pihak terkait dapat dilakukan paling  tinggi 25 % dari modal bank. Peminjam digolongkan sebagai anggota suatu  kelompok peminjam apabila peminjam mempunyai hubungan pengendalian  dengan peminjam lain baik melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan  dan/atau keuangan.
  
Sementara, pihak terkait adalah peminjam  dan/atau kelompok peminjam yang mempunyai keterkaitan dengan bank  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 PBI No. 7/3/PBI/2005. Bank wajib  memiliki dan menatausahakan daftar rincian pihak terkait dengan bank dan  dilaporkan kepada Bank Indonesia. Pengecualian diberlakukan terhadap  perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau Badan  Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tidak diperlakukan sebagai kelompok  peminjam sepanjang hubungan tersebut semata-mata disebabkan karena  kepemilikan langsung pemerintah Indonesia. Selain itu penyediaan dana  bank kepada BUMN untuk tujuan pembangunan dan mempengaruhi hajat hidup  orang banyak dapat dilakukan paling tinggi sebesar 30 % dari modal bank.
  
Kemudian dapat ditambahkan bahwa  pengambilalihan (negosiasi) wesel ekspor berjangka dikecualikan dari  peritungan BMPK sepanjang wesel ekspor berjangka diterbitkan atas dasar letter of credit berjangka yang sesuai dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP)  yang berlaku, dan telah diaksep oleh Prime Bank. Bank yang melakukan  pelanggaran BMPK dan atau pelampauan BMPK dikenakan sanksi penilaian  tingkat kesehatan bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia  yang berlaku. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih antara persentase  BMPK yang diperkenankan dengan persentase penyediaan dana terhadap modal  bank pada saat pemberian penyediaan dana.
  
Sementara, pelampauan BMPK adalah  selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan  persentase penyediaan dana terhadap modal bank pada saat tanggal laporan  dan tidak termasuk pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud di atas. 
 Penyediaan dana oleh Bank dikategorikan sebagai pelampauan BMPK apabila  disebabkan oleh :
  
a. penurunan modal bank;
  
b. perubahan nilai tukar;
  
c. perubahan nilai wajar;
  
d. penggabungan usaha dan atau perubahan  struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan pihak terkait dan atau  kelompok peminjam;
  
e. perubahan ketentuan.