Tampilkan postingan dengan label UMKM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UMKM. Tampilkan semua postingan

06 April 2012

SKIM KREDIT UMKM YANG DIKELUARKAN PEMERINTAH


Keberhasilan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan peran pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. Berbagai skim Kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu, misalnya ketahanan pangan, perternakan dan perkebunan. Peran pemerintah dalam skim-skim kredit UMKM ini adalah pada sisi penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga skim kredit dimaksud, sementara dana kredit/pembiayaan seluruhnya (100%) berasal dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana. Selain itu pemerintah berperan dalam penyiapan UMKM agar dapat dibiayai dengan skim dimaksud, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit, dan memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain.
Pada dewasa ini skim kredit yang sangat familiar di masyarakat adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dengan kategori usaha layak, namun tidak mempunyai agunan yang cukup dalam rangka persyaratan Perbankan. KUR adalah Kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi yang tidak sedang menerima Kredit/Pembiayaan dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan. Tujuan akhir diluncurkan Program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. (Sumber : Bank Indonesia)


Definisi
KKPE adalah Kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, dan diberikan melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi.
Usaha yang Dibiayai
  1. padi, jagung, kedelai, ubi jalar, tebu, ubi kayu, kacang tanah, sorgum.
  2. hortikultura (cabe, bawang merah, jahe, kentang dan pisang), pengadaan pangan (gabah, jagung, kedelai).
  3. peternakan sapi potong, sapi perah, pembibitan sapi, ayam ras petelur, ayam ras pedaging,ayam buras, itik dan burung puyuh, pengkapan
  4. Penangkapan Ikan, Budidaya Udang, Nila, Gurame, Patin, Lele, Kerapu Macan, Ikan Mas dan pengembangan rumput Laut
  5. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain untuk menunjang kegiatan di atas.
Jangka Waktu ProyekTidak Terbatas
Sumber DanaBank Pelaksana 100%
Plafon Kredit
  1. untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan paling tinggi sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
  2. untuk koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, dan kedelai) paling tinggi sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
  3. untuk kelompok tani dalam rangka pengadaan/ peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain paling tinggi sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Suku Bunga Kredit
  1. Tebu, maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) + 5%
  2. Komoditas lain, maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) + 6%
Suku Bunga Petani/Peternak
  1. Tebu : 7% p.a.
  2. Komoditas lain : 6% p.a.
    (ditinjau setiap 6 bln, ditetapkan oleh Menkeu)
Jangka Waktu KreditMaksimal 5 tahun
Peran Pemerintah
  1. Kementerian Keuangan: penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga, menunjuk Bank Pelaksana, persetujuan plafon KKPE masing-masing Bank
  2. Mentan : pembinaan dan pengendalian
  3. Gubernur :pembinaan dan pengendalian
  4. Bupati/Walikota : pembinaan dan pengendalian, monitoring dan evaluasi
  5. Dinas Teknis : mengkoordinir,memonitor, mengevaluasi penyaluran dan pemanfaatan KKPE, menginventarisasi kelompok tani yang memerlukan KKPE, membimbing kelompok tani dalam menyusun RDKK, menandatangani dan bertanggungjawab atas kebenaran RDKK Kelompok Tani, membimbing dan memantau kelompok tani
Target RealisasiKomitmen pendanaan oleh Bank : Rp 37,8 triliun
Daerah RealisasiSumut,Sumbar,Sumsel, Jabar, Jatim, Jateng, Bali, Sulsel, Kalsel, Papua, Riau
Bank PelaksanaBRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BCA, Bank Agroniaga, BII, Bank CIMB Niaga, Bank Artha Graha, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Sumsel, BPD Jabar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, Bank Bali, BPD Sulsel, BPD Kalsel, BPD Papua, BPD Riau
Permasalahan
  1. Bank kesulitan memilih debitur yang layak
  2. Debitur tidak dapat menyediakan agunan
  3. Adanya batasan bahwa KKPE hanya disalurkan melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi..
  4. KKPE tidak dapat digunakan untuk membiayai peralatan/mesin untuk penangkapan dan budidaya ikan

DefinisiKPEN-RP adalah Kredit yang diberikan dalam rangka mendukung program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati dan Program Revitalisasi Pertanian
Usaha yang DibiayaiPerluasan, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman kelapa sawit, karet dan kakao.
Jangka Waktu Proyek2010, diusulkan diperpanjang s.d 2014
Sumber DanaBank Pelaksana 100%
Plafon KreditDitetapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan
Suku Bunga Kreditmaksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) + 5%
Suku Bunga Petani/Peternak
  1. kelapa sawit dan kakao: 7% p.a.,
  2. karet 6% p.a.
    (ditinjau setiap 6 bln, atas dasar kesepakatan Pemerintah dan Bank Pelaksana)
Jangka Waktu Kredit
  1. kelapa sawit dan kakao 13 tahun,
  2. karet 15 tahun
Peran Pemerintah
  1. Bupati/Walikota cq Kepala Dinas Perkebunan : menunjuk calon petani peserta, mengusulkan calon mitra usaha melalui Gubernur
  2. Dirjen Perkebunan : penunjukan mitra usaha
  3. Kementerian Keuangan: penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga, menunjuk Bank Pelaksana
Target RealisasiKomitmen pendanaan oleh Bank : Rp 38,60 triliun
Daerah RealisasiSumut, Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel,Babel, Lampung, Jabar, Kalbar, Kalteng,Kalsel,Kaltim,Sulut, Sulteng, Sulbar,Sulsel, Sultra, Maluku, Papua,Papua Barat
Bank PelaksanaBRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank Agroniaga, BII, Bank CIMB Niaga, Bank Artha Graha, Bank Mega, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Sumsel, BPD Aceh, BPD Kaltim, BPD Papua, BPD Riau
Permasalahan
  1. Adanya isu-isu negatif tentang perkebunan kelapa sawit yang dianggap dapat merusak lingkungan sehingga berkembang pemboikotan produk kelapa sawit dari Indonesia
  2. Permasalahan yang terkait dengan lahan, antara lain mengenai Rencana Tata Ruang dan Wilayah, kenaikan biaya sertifikasi lahan, lambatnya proses sertifikasi lahan, lahan sudah tumpang tindih dengan lahan masyarakat, lahan areal proyek dikuasai pihak lain.
  3. Terbatasnya jumlah perusahaan yang layak menjadi mitra (perusahaan inti)
  4. Petani Peserta dan Koperasi belum ada dan belum memiliki kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama dalam hal : pembagian luas lahan, pembangunan kebun, pemeliharaan dan mengolah TBS
  5. Bank Pelaksana belum dapat menyalurkan KPEN-RP yang belum memenuhi kelengkapan administrasi : penetapan peserta oleh Bupati; Rekomendasi calon perusahaan mitra dari Bupati dan Gubernur; Perjanjian Kerjasama petani, koperasi, perusahaan Mitra; Perijinan,legalitas perusahaan, ijin lokasi lahan dan feasibility study.
  6. Lambatnya proses penetapan daftar nominatif petani di tingkat Kabupaten
  7. Kurangnya koordinasi dinas terkait dengan Bank Pelaksana
  8. Masih kurangnya tenaga pendamping untuk membina kelompok

DefinisiKUPS adalah Kredit yang diberikan kepada bank pelaksana kepada Pelaku Usaha Pembibitan Sapi
Usaha yang Dibiayaiusaha pembibitan sapi untuk produksi sbibit sapi potong atau bibit sapi perah yang dilengkapi nomor identifikasi berupa microchips
Jangka Waktu Proyek2014
Sumber DanaBank Pelaksana 100%
Plafon KreditMaksimal Rp 66.315.000.000,00 per pelaku usaha (perusahaan pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak)
Suku Bunga Kreditmaksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) + 6%
Suku Bunga Petani/Peternakmaksimal 5% p.a.
Jangka Waktu KreditPaling lama 6 tahun, dengan masa tenggang 24 bulan
Peran Pemerintah
  1. Kementerian Keuangan : menetapkan Bank Pelaksana, melakukan kerjasama dengan Bank Pelaksana, menetapkan plafon per Bank, menyediakan dan membayar subsidi bunga, menilai kepatuhan penyaluran KUPS
  2. Mentan,Menkeu, Gubernur, Bupati/ Walikota : pembinaan dan pengendalian pelaksanaan KUPS
  3. Dinas Kab/Kota: memberikan rekomendasi perusahaan pembibitan, koperasi,kelompok/gab.kelompok sebagai peserta KUPS, mengetahui kontrak kemitraan, monitoring dan evaluasi, menyampaikan laporan kepada Dinas Prov.
  4. Ditjen Peternakan : melakukan monitoring dan evaluasi
Target Realisasi200.000 ekor per tahun
Daerah RealisasiJatim,NTB, DIY, Jateng
Bank PelaksanaBRI, BNI, Bank Bukopin, Bank Jatim, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Nagari, Bank Bali
Permasalahan
  1. Persyaratan administrasi yang diminta perbankan untuk mengakses KUPS sangat rumit.
  2. Pembayaran subsidi 6 bulan sekali memberatkan bagi Bank Pelaksana, sehingga ada usulan untuk pembayaran subsidi dilaksanakan 3 bulan sekali.

DefinisiKUR adalah Kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi yang tidak sedang menerima Kredit/Pembiayaan dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah, pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan, yang dibuktikan dengan hasil Sistem Informasi Debitur dikecualikan untuk jenis KPR, KKB, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya.
Usaha yang DibiayaiUsaha produktif
Jangka Waktu Proyek2014
Sumber DanaBank Pelaksana 100%
Plafon Kredit
  1. KUR Mikro plafon maksimal Rp5.000.000,00
  2. KUR Retail plafon maksimal Rp 500.000.000,00
Suku Bunga Kredit
  1. KUR Mikro : 22% p.a.
  2. KUR Retail : 14% p.a.
Suku Bunga Petani/Peternak-
Jangka Waktu Kredit
  1. KMK maksimal 3 tahun dan dapat diperpanjang menjadi 6 tahun
  2. KI maksimal 5 tahun dan dapat diperpanjang sampai 10 tahun
Peran Pemerintah
  1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian : menunjuk Bank Pelaksana
  2. Kementerian Keuangan : menyediakan dana APBN dan membayar subsidi untuk IJP
  3. Kementerian teknis : Mempersiapkan UMKM dan Koperasi untuk dapat dibiayai dengan KUR, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit,memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain (misal :persh inti)
Target RealisasiRp 20 triliun per tahun
Daerah RealisasiSeluruh propinsi
Bank PelaksanaBRI, Bank Mandiri, BNI, BTN, Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri,14 BPD (Bank DKI, Bank Riau Kepri, Bank Nagari, Bank Jabar Banten, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jatim, Bank NTB, Bank Kalbar, BPD Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank Maluku dan Bank Papua)
Permasalahan
  1. Sosialiasi kepada masyarakat masih kurang
  2. Suku bunga KUR masih dirasakan cukup tinggi
  3. Keterlambatan pembayaran klaim dari Lembaga Penjamin
  4. Kesulitan mencari debitur yang sesuai dengan kriteria dan persyaratan
  5. Terdapat dispute terhadap beberapa ketentuan KUR.

08 Maret 2012

MINUMAN CAPPUCINO CINCAU

Minuman Cappuccino Cincau saat ini menjadi trensetter di Kota Pekanbaru dan sekitarnya,. Capuccino Cincau merupakan minuman hasil kreativitas atau perpaduan dari cappucino dan cincau. Capuccino adalah adalah minuman khas Italia, sedangkan cincau adalah minuman penyegar dari Cina.

Tumbuhnya berbagai tempat penjualan Cappuccino Cincau, secara alami menimbulkan rivalitas diantara penjual. Tentunya yang paling mendasar adalah persoalan cita rasa dan kombinasi dari capuccino cincau.Cita rasa yang menjadi pembeda, rasa melambangkan kualitasnya, entah itu kualitas aktual (benar-benar capuccino yang nikmat) dan juga dan kesan kualitas (strategis,lay out, kebersihan tempat penjualan capuccino cincau).

07 Maret 2012

RIAU ICE CREAM : ES KRIMNYA ORANG RIAU

RIAU ICE CREAM : ES KRIMNYA ORANG RIAU, demikian diucapkan pak Willy ownernya Riau Ice Cream di sela-sela makan siang acar Seminar UKM Riau Goes Online yang ditaja oleh Komunitas Blogger Bertuah Pekanbaru.

Wilson Syahrazad atau yang disapa dengan Pak Willy pemilik Riau Ice Cream menceritakan pada awalnya ia tertarik untuk membuat Riau Ice Cream karena ia memiliki pengalaman ketika bekerja disebuah kapal pesiar di Italia, selama ia bekerja sebagai pramusaji dikapal pesiar tersebut ia banyak belajar bagaimana cara membuat ice cream di Rumah Ice cream yang ada di italia. Menurut pak willy membuat es krim itu sangat mudah, yaitu dengan cara meramu buah-buahan dengan bahan lainnya,karena bahan utama es krim ini adalah buah-buahan.

Menurut Willy, di Indonesia banyak jenis buahan. “Kita punya bahan baku, punya SDM yangbisa dikembangkan dan punya market yang begitu banyak. Kenapa tidak tidak buatproduk sendiri,” katanya.Produk es krim willy dinamakan Riau Ice Cream,menurut willy disamping saya cari untung ada tujuanidealis yaitu saya ingin membumikan lagi produk ini sebagai produk kebanggaandaerah Riau.
Teknik marketing yang Willy lakukan tidak sama dengan merek yang lainnya.Biasa merek lain telah merambah retail. “Marketingkita tidak sama dengan merek yang lain. Merek lain biasanya dengan konsepretail, namun kita konsepnya adalah made by order (buatberdasarkan permintaan) dengan bermacam-macam pilihan rasa.

Konsep yang dilakukan willy menjamin kualitas produk dibandingkan merek yang lainnya. “Kita tidak tahu telah berapa lamaproduk itu dibuat, sudah berapa lama berada di gudang. Itulah kelebihan kita,pesan hari ini kita akan buatkan beberapa hari sebelum hari H, maka hasilnyasangat berkualitas,” katanya. Disamping konsep made by order, Willyjuga bekerja sama dengan beberapa hotel yang ada di Pekanbaru ini, diantaranyaHotel Pangeran, dan juga Hotel Ratu Mayang Garden, selain itu dia langsung menawarkan ke konsumen yangberminat. “Pasar utama kita weddingatau acara pesta nikah, sunat rasul dll.

Kelebihan Riau Ice Cream adalah asli produklokal, Riau Ice Cream juga dibuat dari buahan segar, dijamin tanpa sarimanis,sehingga sangat cocok untuk acara pernikahan, sunatan dan lainnya. Adapun vpilihan rasa yang ditawarkan Riau Ice Cream adalah rasa jagung, nenas, nangka, coklat, durian, stawberry, vanilla, alpukat, tuttifrutti, tapai ketan hitam.

Willy berharap keberadaan Riau Ice Cream ini dapat menjadiproduk unggulan daerah dan dicintai oleh seluruh rakyat Indonesia terutama diRiau. “Harapkan kita ini bisa menjadi produk kebanggaan masyarakat Riau .

Paket-paket yang ditawarkan Riau Ice Cream untuk pesta Nikah, Sunat Rasul dll
No
Nama Paket
Jumlah Porsi
Harga
1
Paket Siak (4macam rasa)
450 cup
1.200.000
2
Paket Kampar (6 macam rasa)
650 cup
1.600.000
3
Paket Rokan (6 macam rasa)
950 cup
2.100.000
4
Paket Indragiri(8 macam rasa)
1.200 cup
2.400.000
Contact Person :
RIAU ICE CREAM
Jalan Merak No. 6 Sukajadi Pekanbaru

07 Oktober 2011

Masihkah UKM Kebal Krisis Global?

Meskipun proteksi dilarang World Trade Organization (WTO), kenyataannya sejak krisis global 2008, sebanyak 16 negara melakukan proteksi terhadap produksi dalam negerinya, termasuk AS dan China, dengan mengharuskan membeli produksi dalam negeri.

Ketika 2008 terjadi krisis global disebutkan bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak terpengaruh dan terus bertahan. Bahkan, kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) terus meningkat. Pada 2011 kontribusinya mencapai 61,9% dari total PDB, dengan rincian 36,28% dari usaha mikro, 10,9% dari usaha kecil, dan 14,7% dari usaha menengah. Apakah UMKM mampu bertahan dikarenakan keberpihakan pemerintah untuk melindungi UMKM atau daya juang yang tinggi dari UMKM untuk terus bertahan ?

Saat ini hampir 99% dari total UMKM yang ada di seluruh Indonesia adalah usaha mikro yang notabene adalah sektor informal dan umumnya menggunakan bahan baku lokal, pasarnya lokal, sehingga tidak terpengaruh secara langsung krisis global. Kondisi ini berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih positif bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia ataupun yang dialami negara-negara advanced economies yang pada 2008 mengalami pertumbuhan negatif. Meskipun, pada saat recovery, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bergerak secepat negara-negara lain, khususnya di Asia.
Pada 2011 Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa kembali mengalami krisis ekonomi. Tentu situasinya tidak akan jauh berbeda dengan 2008, yaitu UMKM akan mampu bertahan, kecuali sebagian kecil usaha kecil dan menengah yang melakukan ekspor ke AS dan negara-negara Eropa yang akan mengalami penurunan ekspor.

Karena itu, dibutuhkan alternatif lain, yaitu mencari pasar lain di luar pasar tradisional AS dan negara Eropa atau memanfaatkan pasar dalam negeri yang sangat potensial yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh asing. Laporan World Economic Forum 2010 menempatkan pasar Indonesia pada ranking ke-15, menunjukkan negara lain menganggap Indonesia sebagai pasar yang potensial. Potensi ini yang belum dimanfaatkan UMKM secara maksimal.

Perkembangan UMKM di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai persoalan sehingga belum secara meyakinkan mampu bersaing dengan produk impor. Persoalan utama yang dihadapi UMKM, antara lain keterbatasan infrastruktur dan birokrasi pemerintah terkait dengan perizinan dan peraturan-peraturan yang menghambat serta korupsi.

Dengan segala persoalan yang ada, potensi UMKM yang besar itu menjadi terhambat. Sehingga, yang terjadi sebenarnya, meskipun UMKM dikatakan mampu bertahan, dengan adanya krisis global, maka yang dihadapi UMKM kenyataannya akan lebih berat. Itu karena selain menghadapi krisis global, UMKM harus pula menghadapi persoalan domestik yang tidak kunjung terselesaikan. Bisa dibayangkan bila UMKM diperhatikan secara serius dan lebih baik dengan menghilangkan berbagai persoalan yang menghambat, maka fondasi ekonomi nasional akan bertambah kuat karena ekonomi tumbuh secara berkualitas dan pada akhirnya membuka lapangan kerja.

Seperti pascakrisis 2008, dengan terjadinya krisis di AS dan Eropa pada 2011, maka akan terjadi pelarian capital inflow ke emerging countries di Asia, termasuk Indonesia. Momen ini tentunya harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah yang memiliki keterbatasan dana untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan UMKM. Bagaimana agar aliran modal yang masuk tidak hanya berjangka pendek yang sewaktu-waktu bisa ditarik, tapi diinvestasikan dalam jangka waktu yang lebih lama antara lain untuk pembangunan infrastruktur.

Ada hal lain selain krisis global dan berbagai persoalan yang dihadapi UMKM, yaitu liberalisasi perdagangan, misalnya China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA), di samping perjanjian-perjanjian lain. Pemerintah menyepakati perjanjian kerja sama CAFTA ataupun perjanjian lain tanpa mempersiapkan terlebih dahulu UMKM agar siap bersaing, misalnya dengan memperbaiki kualitas produk, harga bersaing, dan membuat peta produk impor sehingga positioning persaingan jelas. Belum lagi Indonesia dihadapkan pada ASEAN Community pada 2015. Bisa dibayangkan bila UMKM dibiarkan begitu saja, lama-lama UMKM yang disebut sebagai mampu bertahan dan tahan banting akan mati juga tanpa bisa berbuat apa-apa.

Dalam upaya memperkuat fundamental ekonomi nasional, pemerintah hendaknya juga meningkatkan investasi domestik dan memproteksi pasar dalam negeri sehingga pasar dalam negeri menjadi penyangga (buffer) untuk perekonomian nasional. Karena, meskipun proteksi dilarang World Trade Organization (WTO), kenyataannya sejak krisis global 2008, sebanyak 16 negara melakukan proteksi terhadap produksi dalam negerinya, termasuk AS dan China, dengan mengharuskan membeli produksi dalam negeri.
Jadi, apabila Indonesia juga melakukan hal yang sama, untuk menghindari kondisi yang lebih buruk pada produksi dalam negeri akibat terpaan berbagai situasi sah-sah saja. Selain itu, mari mulai mencintai produksi dalam negeri agar perekonomian nasional menjadi lebih kuat.

Sumber : Infobank

19 September 2010

Kredit Mikro Bantu Warga Miskin

Indonesia memiliki sejarah layanan kredit mikro yang panjang, lebih dari dari 113 tahun. Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren adalah cikal institusi kredit mikro di Indonesia. Didirikan Raden Arya Wiriatmadja, patih di Purwokerto pada 16 Desember 1895, Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi ini menyediakan pinjaman kepada kaum pribumi agar tak lagi terjerat lintah darat.

Pada era 1950-an, masyarakat Indonesia sudah mengenal kredit mikro. Saat itu, di berbagai desa di Jawa Tengah didirikan koperasi simpan pinjam yang dikelola oleh perangkat desa. Di Pekalongan, misalnya, ada Koperasi Desa Kauman dan Koperasi Rakyat Noyontaan. Saat ini, koperasi simpan pinjam yang besar juga banyak tersebar di Indonesia, seperti Kospin Jasa di Pekalongan dan Koperasi Setia Bhakti Wanita di Subaraya dengan konsep tanggungrenteng-nya.

Di Indonesia, saat ini terdapat sedikitnya 50.000 institusi yang memberikan layanan kredit mikro, mulai dari yang berbentuk koperasi, yayasan, baitul mal wattanwil, atau sekadar kelompok arisan.


Gerakan dunia


Di dunia, layanan kredit mikro telah menjadi gerakan untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Kampanye KTT Kredit Mikro, proyek Dana Pendidikan Results yang berbasis di Washington, DC, mulai 1997 telah menjadi jaringan global terbesar dunia pemangku kepentingan kredit mikro, termasuk 3.600 lembaga pembiayaan mikro di 134 negara. Delapan Ratus (800) pemimpin kredit mikro internasional, donor, penanam modal, dan penganjur kredit mikro berkumpul dalam KTT Kredit Mikro Asia-Pasifik di Bali.

Sejumlah tokoh penting hadir dalam kesempatan itu, di antara Presiden Honduras Manuel Zalaya Rosales, Mantan Presiden Peru Alejandro Toledo, Ibu Negara Afrika Selatan Zanele Mbeki, Peraih Hadiah Nobel sekaligus Pendiri dan Direktur Utama Grameen Bank Dr. Muhammad Yunus, dan Sam Daley-Harris, Direktur Kampanye KTT Kredit Mikro. Konferensi ini merupakan forum anggota untuk menyesuaikan program ke depan berupa target 2015, sekaligus mendiskusikan hambatan, dan solusi untuk mencapai tujuan tersebut.

Pada pertemuan terbesar di dunia ini peserta akan membagi pengalaman, mendiskusikan isu terbaru, dan belajar bagaimana cara terbaru dipraktikkan. Presiden Jose merupakan pimpinan sidang itu. Dia berpendapat dukungan terhadap keuangan mikro adalah hal mendasar untuk memperkuat demokrasi dan tata pemerintahan, serta penting untuk memperluas pembangunan, meningkatkan produktivitas dan daya saing guna mengurangi kemiskinan. Kampanye KTT Kredit Mikro bertujuan memberikan kepemimpinan, pedoman, dan dukungan untuk menjamin dalam pencapaian tujuan pembangunan millennium. Sampai 2015, gerakan ini akan memastikan bahwa sebanyak 175 juta keluarga termiskin di dunia, khususnya para wanitanya, menerima kredit swausaha serta jasa keuangan dan bisnis lain. Di samping itu, sebanyak 100 juta keluarga di atas ambang pendapatan US$1 per hari, yang disesuaikan untuk membeli persamaan kekuasaan. Hingga Desember 2006, kelompok Kampanye KTT Kredit Mikro memberikan pinjaman dan jasa keuangan lain guna membantu lebih dari 133 juta keluarga miskin mengentaskan kemiskinannya. Ini mencakup 92 juta keluarga yang bergantung pada kurang dari US$1 per hari pada saat mereka menggunakan pinjaman pertama mereka.

Risiko kredit


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membuka KTT Kredit Mikro tersebut mengharapkan program kredit mikro bisa terus dikembangkan untuk mengurangi warga miskin yang diperkirakan akan meningkat akibat dampak tingginya harga minyak dan pangan. Kredit mikro terbukti mampu membantu masyarakat miskin yang ingin melakukan usaha.

"Dalam perbankan, ketidakahlian dan kekurangan modal adalah sesuatu yang high risk, terutama di sektor pertanian. Tetapi keuangan mikro tidak melihat risiko itu, yang dilihat adalah kesempatan untuk masyarakat dan untuk mereka sendiri," katanya, seperti dikutip www.setneg.go.id.

Nasabah kredit mikro, kata Presiden, sudah dikenal sebagai pengusaha yang baik, seperti data Bank Indonesia yang menyebutkan bahwa kredit bermasalah hanya 1%.

Ekonomi yang fokus pada usaha kecil juga merupakan investasi jangka panjang yang mengarah pada pertumbuhan dari bawah dan juga penting untuk mengurangi pengangguran. Menurut Presiden, meski di Indonesia sudah ada 50.000 lembaga keuangan mikro, masih ada 40 juta warga Indonesia yang belum mendapatkan akses pelayanan kredit, yang tersebar di banyak provinsi, karena tidak memiliki jaminan. Mereka kebanyakan tinggal di daerah terpencil dengan keterbatasan geografis dan infrastruktur serta kurangnya informasi tentang kredit mikro. Kepala Negara mengatakan pemerintah serius menangani hal ini, dengan berusaha membangun daerah terpencil dan membuka akses kredit bagi daerah tersebut. Tapi di sisi lain, masih banyak lembaga keuangan mikro yang masih menghadapi ketidakpastian hukum. Ini karena rancangan undang-undang yang sudah bertahun-tahun digagas tak kunjung disahkan

18 September 2010

Menggagas Konsep & Model Bangsa Untuk Menjawab Tantangan Sektor rill & UMKM

Kita mengetahui dan sadar bahwa Peran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) jumlahnya sangat dominan dan strategis dalam struktur perekonomian Indonesia. Namun, kesadaran kita ini tidak ditindaklanjuti oleh upaya yang sungguh-sungguh, matang dan berkesinambungan untuk memposisikan UKM sebagai landasan yang kokoh untuk pembangunan ekonomi nasional. Justru kita membiarkan perkonomian Nasional lebih dikuasai oleh segelintir pemodal besar yang ternyata sangat labil terhadap goncangan ekonomi global. Perlu kita ketahui bersama bahwa bisnis UMKM ataupun mikro merupakan usaha yang sangat tahan banting tidak lekang dengan goncangan seperti krisis global yang belakangan ini melanda belahan jagad raya ini beda dengan usaha ataupun bisnis besar terutama usaha ekspor impor.

Efek domino krisis keuangan Amerika Serikat telah sampai ke pelosok desa kita dan menghancurkan patron ekonomi desa. Seperti harga TBS (tandan buah segar) dan CPO merosot tajam sampai nilai Rp.300/kg yang sebelumnya rata-rata diatas Rp.2000an/Kg. dilain pihak harga downstream product-nya seperti minyak goreng, margarine dan produk turunan lainnya yang dikuasai pemodal besar relative stabil dan bahkan cenderung naik. Akibatnya sangat berbahaya, bila kita terus membiarkan terjadinya ketidakpekaan dan ketidakpedulian pemimpin kita yang selalu salah mengatasi krisis itu. Sebab akan mempengaruhi angka pengangguran/kemiskinan terus meningkat yang akan mendorong antagonisme sosial semakin mendekat kepermukaan. Selain itu, akan berdampak pada kelesuan ekonomi Indonesia bisa berkepanjangan dan lebih parah lagi apabila ekonomi dunia sudah kembali bangkit, namun sektor riil Usaha Kecil dan Menengah (UKM) kita sudah terlanjur punah.

Salah satu bagian penting dari tatanan ekonomi moderen yang sehat adalah persaingan yang adil belum terwujud. Menyikapi hal tersebut diatas, sudah saatnya pemerintah lebih aktif, berani dan tulus untuk mengambil keputusan “politik UKM” yaitu sebuah keputusan politik yang benar-benar mampu mengamankan kebijakan nasional untuk membangun modal sosial (social Capital) bangsa agar pelaku UKM (petani-nelayan dan pedagang ) Indonesai dapat dijamin mendapatkan haknya untuk maju secara berkesinambungan dalam kondisi kehidupan yang mengandung unsur-unsur akhlak dan budipekerti, kebebasan, kebahagiaan dan keamanan yang mencakup spectrum kemanusiaan yang luas.

Modal sosial menurut Pierre Bourdieu adalah sebuah konsep kebersamaan yang lahir dari adanya kepekaan pemimpin yang ditindaklanjuti dengan menggagas untuk membangun kesadaran masyarakat yang memiliki saling keterkaitan sosial, sehingga terwujud rasa peduli dan tanggungjawab yang memiliki nilai jaringan sosial. Modal Sosial diyakini secara luas dapat menjadi solusi bagi semua masalah yang menimpa komunitas masyarakat masa kini. Terlebih ketika Bank Dunia mendukung sebuah program penelitian tentang hal ini.

Praktek modal sosial dapat kita kenal antara lain secara sederhana pada POMG (Persatuan Orang tua Murid dan Guru), kepramukaan, dewan sekolah, liga boling, jaringan internet, dan bahkan kelompok-kelompok ekstrem seperti Ku Klux Klan dan gerakan perlawanan radikal. Namun, modal sosial mempunyai kekuatan sangat dahsyat untuk membangun perekonomian suatu bangsa khususnya ketika menghadapi krisis seperti pengalaman Jepang yang berhasil keluar dari berbagai krisis yang dimulai dari restorasi meiji tahun 1853 sampai krisis pada tahun 1990.

Belajar dari pengalaman yang pernah ada, ternyata modal sosial sangat efektif membangun kekuatan ekonomi untuk tumbuh dan memiliki daya tahan lebih kokoh bila didukung oleh gerakan koperasi. Sebab. Sebab gerakan koperasi adalah subuah gerakan ekonomi yang massif yang tidak mengenal kepemilikan tunggal dan secara natural dapat dikatakan sudah “go public” karena dibentuk melalui keanggotaan terbuka dan dapat dikembangkan melalui nilai-nilai budaya korporasi (corporate culture) sebagai etika-nya.

Pertanyaan kita adalah bagaimana cara memperluas dan memberdayakan modal sosial, agar terjalin sinergi dunia bisnis yang dapat menggunakan keahlian bisnisnya untuk menemukan cara inovatif melayani sector riil UKM yang cenderung masih menerapkan manajemen tradisional, lemah terhadap akses permodalan, tekhnologi cenderung konvensional, miskin inovasi dan jaringan pasar yang akhirnya termarginalkan dari proses pembangunan.

Jawabannya yang sederhana adalah UKM harus dikelola oleh koperasi dan koperasi dikelola secara korporat atau dilakukan korporatisasi pada gerakan koperasi. Agar UKM dapat mempersiapkan dan mengembangkan pola organisasi yang sesuai dengan perencanaan, dapat dilaksanakan secara professional dan terukur – terkendali didalam menejemen terpadu. Walaupun upaya ini diakui tidak mudah karena menyangkut proses perubahan karakter, kultur dan mental para pengelola koperasi. Namun, apabila semua pihak berkesungguhan hati, bertekad dan konsisten, semua akan berubah menjadi mudah.

Setelah Indonesia merdeka, KOPERASI dianggap sebagai suatu sistem ekonomi yang yang berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan oleh Mohammad Hatta bahwa pengertian “asas kekeluargaan” itu adalah koperasi.

Sayangnya, sebagian besar karakter pengurus gerakan koperasi di Indonesia masih mewarisi “penyakit” mental “jatah” dan “fasilitas” dari Pemerintah di masa Orde Baru. Sebab sering orang masuk koperasi bukan karena ingin bekerja sama dalam kegiatan produktif, melainkan karena ingin menikmati fasilitas dan jatah dari Pemerintah. Pengelola koperasi yang demikian sangat labil dan akhirnya sering kehilangan hati nurani dan memperlihatkan banyak dimensi yang kontradiktif serta menyimpang dari kepatutan etika dan moral dengan kepemimpinan ideal.


Namun, suka atau tidak suka, hanya gerakan Koperasi yang mampu membangun modal sosial skala besar terhadap kegiatan petani, pedagang kecil, perajin, nelayan, petambak, bahkan juga dapat dipakai instrumen peningkatan kesejahteraan kaum buruh, karyawan dan pegawai.

Saat ini, kondisi sektor riil yang merupakan tulang punggung kehidupan bangsa justru sedang berhadapan dengan sebuah fenomena paradoksal (paradox of growth), dimana pertumbuhan ekonomi tidak disertai oleh penurunan kemiskinan dan pengangguran. Hal tersebut terefleksikan pada semakin merenggangnya (decoupling) hubungan antara sektor keuangan dan sektor riil. Perbankan enggan menyalurkan kredit. Namun bank-bank dan para pemilik modal cenderung menempatkan dananya pada instrumen-instrumen keuangan yang berisiko rendah, misalnya pada SBI dan SUN. Pembiayaan bank ke sektor riil menjadi sangat berkurang. BI kemudian menghadapi liquidity overhang dalam bentuk SBI outstanding yang jumlahnya saat ini mencapai ratusan triliun. Fenomena paradoksal itu, mungkin dikarenakan pemerintah masih melihat inflasi hanya berdasarkan “buyers’ inflation” atau “demand-pull inflation” sehingga masih melakukan pengetatan fiscal dan kebijakan moneter yang berlebihan dan akhirnya merugikan sector riil.

Ekonomi pasar dengan teori “invisible hand” yang digagas oleh Adam Smith didalam bukunya “Wealth of Nation” pada tahun 1776 itu, tidak dapat mencapai keadilan bagi masyarakat luas, khususnya dinegara berkembang seperti Indonesia. Bahkan Amerika Serikat sebagai kiblatnya ekonomi pasar tidak berdaya dan dipaksa melakukan kebijakan “etatisme” penyediaan “Bailout” sebesar USD.700 Milyar untuk mengambil alih saham swasta yang bermasalah diawali kepada Lehman & Brothers yang bangkrut, disusul permintaan “bailout” untuk menanggulangi krisis likwiditas automotive AS yang disebut The Big Three (Ford, General Motors and Chrysler), AIG (American International Group) dan Citigroup.

Untuk mengatasi hal tersebut, semua pihak terkait harus memainkan peran penting dan strategis memberikan gagasan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk segera mengambil sikap tegas, berani dan cepat untuk mentransformasikan kehidupan dan sistem sosial melalui pembangunan “modal sosial” bangsa untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan lebih mulia antara lain:
  1. Melakukan percepatan perbaikan kondisi distortif dan risiko mikro di sektor riil melalui perbaikan iklim investasi secara keseluruhan, termasuk percepatan perbaikan infrastruktur dan penyediaan modal yang lebih terjamin. Sehingga kita tidak lagi mengulangi paradoks kebijakan yang dilatarbelakangi keinginan mengangkat UKM yang berada di dasar piramida (bottom of the pyramid) namun gagal untuk diikutkan ke gerbong kereta kemakmuran yang sudah disesaki pemodal besar.
  2. Mengkoordinasikan, membentuk, merevitalisasi dan memperkuat modal sosial melalui synergy antara para pemangku kepentingan (stakeholder) seperti lembaga penjamin/Asuransi, Modal Ventura bersama para pelaku pasar, regulator untuk mengikat diri kedalam “risk sharing” demi terwujudnya perkuatan modal, teknologi, dan menejemen UKM.

Cintai Produk Dalam Negeri

Sekarang, orang-orang Indonesia sangat suka membeli produk luar negeri, bahkan mereka memiliki perasaan bangga dan gengsi tinggi bila menikmati maupun menggunakan produk luar negeri. Kopi Starbucks, donat J.CO ( ternyata J.Co merk dagang asli Indonesia),McD, KFC, CFC, Coca Colla, dan produk-produk luar lainnya laris manis. Jelas saja produsen-produsen asing itu melebarkan sayapnya untuk membuka cabang di Indonesia, karena konsumennya di sini sangat banyak. Bahkan menurut data, orang Indonesia termasuk orang yang paling banyak belanja baju di Singapore, berobat ke Rumah sakit dimalaysia. Padahal, rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan masih sangat banyak.

Kenapa banyak orang Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan?

Jawabannya adalah, karena orang Indonesia banyak yang malas. Malas kerja, malas usaha, dan lain-lain. Padahal Pemerintah sudah meluncurkan banyak program untuk membantu Usaha Kecil dan Menengah (UKM), seperti pinjaman modal usaha dengan bunga ringan tanpa agunan. Mungkin juga sosialisai yang dilakukan pemerintah maupun pihak bank ataupun pihak yang terkait selama ini masih kurang.

Ada satu alasan lagi, mengapa orang Indonesia malas usaha, padahal sudah difasilitasi Pemerintah. Karena para calon pengusaha itu takut gagal, takut kalah bersaing dengan produsen lain terutama produsen asing. Mungkin juga mereka kurang laris karena kualitas produknya berbeda dengan produk asing. Tetapi, sebagai masyarakat Indonesia kita harus membangkitkan UKM seperti itu agar masyarakat Indonesia mampu untuk mandiri.

Produk Indonesia sebenarnya lebih bagus dari produk asing. Contohnya kopi. Di Indonesia banyak macam kopi, seperti kopi toraja, kopi robusta, kopi arabika, dan kopi luak. Kopi luak saja harganya $100 - 150 per kilogram. Dan kopi luak itu kata orang-orang rasanya enak sekali. Kopi luak berasal dari kotoran luak. Luak adalah hewan yang suka memakan kopi, karena pencernaan luak tidak sempurna, maka kotorannya pun menjadi kopi dan inilah yang disebut kopi luak.

Sekali lagi saya menghimbau kepada masyarakat Indonesia, konsumsilah produk dalam negeri, agar memajukan sektor UKM dan membangkitkan usaha masyarakat. Sehingga Indonesia kita bisa maju dan mandiri.