30 Agustus 2013

Bank Riau Kepri Manjakan Nasabah dengan Layanan Mesin ATM Setor Tunai

Bank Riau Kepri, Bank Milik Provinsi Riau dan Kepulauan Riau terus melakukan peningkatan layanan dan inovasi-inovasi perbankan. Untuk memudahkan  nasabahnya yang ingin melakukan penyetoran dihari libur ataupun diluar jam operasional bank, kini telah tersedia mesin setor tunai Cash Deposit Machine (CDM).
Terhitung hari ini Jumat tanggal 30 Agustus 2013 BUMD kebanggan Povinsi Riau dan Kepri dapat melayani nasabahnya yang ingin melakukan penyetoran tunai melalui ATM Cash Deposit Machine (CDM). Hingga saat ini mesin tersebut baru tersedia di Bank Riau Kepri Cabang Utama Pekanbaru, dan selanjutnya akan ditempatkan sebuah mesin di Cabang Pasar Pusat. Dan nantinya jika mesin ini akan ditambahkan disejumlah Kantor cabang lainnya di wilayah Pekanbaru dan daerah lainnya.

Keberadaan Mesin ATM setor tunai saat ini dipandang perlu mengingat keterbatasan waktu dan kesibukan nasabah, dan mesin ATM setor tunai ini akan melayani nasabah selama 24jam.  Sementara itu menurut Direktur Dana dan Jasa Bank Riaukepri Nizam disela acara Launching Mesin CDM, dalam waktu dekat Bank Riaukepri akan memasang dibeberapa tempat yang dianggap padat seperti di Jalan Subrantas, Soekarno Hatta, dan ini semua sebelumnya telah dilakukan survey dan juga tentunya masukan dari nasabah.

21 Juli 2013

Jadwal Kegiatan Kantor dan Operasional Sehubungan Dengan Cuti Bersama dan Libur Hari Raya Idul Fitri 1434 H / Tahun 2013

Sehubungan dengan cuti bersama dan libur Hari Raya Idul Fitri 1434 H/2013 M, dengan ini diberitahukan bahwa seluruh Kantor Bank Indonesia (pusat dan daerah) pada 5 s/d 9 Agustus 2013 tidak beroperasi/ditutup untuk umum, kecuali untuk kegiatan operasional sbb.:
  1. BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) & BI-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)
    1. Hari Kamis, Jumat, tanggal 1 dan 2 Agustus 2013
      Jam Operasional Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS diperpanjang proporsional selama 1 (satu) jam.
    2. Hari Senin dan Selasa, tanggal 5 dan 6 Agustus  2013
      Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS beroperasi secara normal
    3. Hari Rabu s.d. Jumat, tanggal 7 s.d. 9 Agustus 2013
      Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS tidak beroperasi.
    4. Hari Senin, tanggal 12 Agustus 2013
      Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS beroperasi secara normal.
  2. Kegiatan Operasional SKNBI
    1. Hari Senin, tanggal 5 Agustus 2013
      Seluruh Kegiatan Penyelenggaraan SKNBI diadakan sesuai jadwal yang berlaku.
    2. Hari Selasa, tanggal 6 Agustus 2013
      1. Seluruh Kegiatan Penyelenggaraan SKNBI diadakan, kecuali Kliring Penyerahan Wilayah Kliring Jakarta dan Surabaya, ditiadakan.
      2. Jam Operasional SKNBI diatur sebagai berikut:
        1. Kliring Kredit Siklus 1 dan 2 dilaksanakan sesuai jadwal yang berlaku;
        2. Jadwal Kliring Debet secara lokal ditetapkan oleh masing-masing Penyelenggara Kliring Lokal.
      3. Hari Rabu s.d Jum’at, tanggal 7 s.d 9 Agustus 2013
        Seluruh kegiatan Penyelenggaraan SKNBI ditiadakan
      4. Hari Senin, tanggal 12 Agustus 2013
        1. Seluruh Kegiatan Penyelenggaraan SKNBI diadakan, kecuali Kliring Pengembalian H+1 Wilayah Kliring Jakarta dan Surabaya, ditiadakan;
        2. Jam Operasional SKNBI diatur sebagai berikut :
          1. Kliring Kredit Siklus 1 dilaksanakan sesuai jadwal yang berlaku;
          2. Jadwal Kliring Kredit Siklus 2 diperpanjang proporsional selama 1 (satu) jam;
          3. Jadwal Kliring Debet secara nasional diperpanjang proporsional selama 1 (satu) jam, sementara untuk jadwal Kliring Debet secara lokal ditetapkan oleh masing-masing Penyelenggara Kliring Lokal.
        3. Mekanisme Penyediaan Pendanaan Awal (prefund) untuk Kliring Debet dan Kliring Kredit diadakan sesuai dengan jadwal yang berlaku.
      5. Hari Selasa, tanggal 13 Agustus 2013
        1. Seluruh Kegiatan Penyelenggaraan SKNBI diadakan sesuai jadwal yang berlaku;
        2. Mekanisme Penyediaan Pendanaan Awal (prefund) untuk Kliring Debet dan Kliring Kredit diadakan sesuai dengan jadwal yang berlaku.
  3. Layanan Kas
    1. Hari Senin dan Selasa, tanggal 5 dan 6 Agustus 2013
      Kegiatan layanan kas terbatas
    2. Hari Rabu s.d. Jumat, Tanggal 7 s.d. 9 Agustus 2013
      Kegiatan layanan kas tidak beroperasi
    3. Hari Senin, tanggal 12 Agustus 2013
      Kegiatan layanan kas beroperasi secara normal

12 Juli 2013

Kesiapan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Jelang Idul Fitri 1434H / 2013

Dalam rangka menyambut bulan Ramadhan dan Idul Fitri Tahun 1434 H/ 2013, Bank Indonesia (BI) telah mengantisipasi kebutuhan transaksi masyarakat dengan mempersiapkan sistem pembayaran tunai dan non tunai. Berbagai langkah telah dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan uang tunai, dengan cara mengoptimalkan distribusi dan persediaan uang tunai di Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan BI Dalam Negeri. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, selama periode Ramadhan dan Idul Fitri umumnya terjadi peningkatan kebutuhan uang tunai dan sistem pembayaran non-tunai. Tahun ini diperkirakan akan terjadi kenaikan sekitar 20%, antara lain dipengaruhi oleh faktor pembagian gaji ke-13 PNS/TNI/Polri dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). 

Bank Indonesia memproyeksikan kebutuhan uang masyarakat periode Ramadhan dan Idul Fitri 2013 sebesar Rp 103,1 triliun atau meningkat sebesar Rp 17,4 triliun dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya. Kebutuhan Uang Pecahan Besar/UPB diproyeksikan sebesar Rp 93,4 triliun dan Uang Pecahan Kecil/UPK diproyeksikan sebesar Rp 9,7 triliun. Bank Indonesia meyakini dapat memenuhi kebutuhan uang periode Ramadhan dan Lebaran tahun ini, baik dari sisi jumlah total maupun jumlah per pecahan. 

Infrastruktur dan layanan sistem pembayaran non tunai juga telah disiapkan untuk mengantisipasi peningkatan transaksi pembayaran non tunai (RTGS, Kliring) yang volume transaksinya selalu meningkat rata-rata 14% di atas transaksi normal harian. Untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut, sejak 1 Mei 2013, batas maksimum transfer dana melalui Kliring telah ditingkatkan hingga Rp500.000.000 per transaksi. Batas ini juga didukung dengan sistem transfer dana close to real time "Si Kilat" (Sistem Kliring Kini Lebih Cepat). Kliring diharapkan dapat menjadi alternatif bertransaksi secara cepat dan murah. Dalam menghadapi lonjakan transaksi RTGS dan Kliring ini, BI akan bekerja sama dengan Perbankan bahkan akan menambah jam layanan operasional apabila diperlukan.(Bank Indonesia)

11 Juli 2013

BI Rate naik 50 bps menjadi 6,50%

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 Juli 2013 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 50 bps menjadi 6,5%, dengan suku bunga Deposit Facility naik 50 bps menjadi 4,75% dan suku bunga Lending Facility tetap pada level 6,75%.

Kebijakan tersebut ditempuh untuk memastikan inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dapat segera kembali ke dalam lintasan sasarannya. Bersamaan dengan kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat bauran kebijakan. Pertama, melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai kondisi fundamentalnya dan menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas. Kedua, menyempurnakan ketentuan loan to value ratio sektor properti terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR)/Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk tipe-tipe tertentu. Ketiga, memperkuat langkah koordinasi dengan Pemerintah dengan fokus meminimalkan tekanan inflasi serta memelihara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut cukup memadai untuk mengendalikan tekanan inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan stabilitas sistem keuangan agar momentum pertumbuhan ekonomi dapat tetap terjaga dan bergerak kepada arah yang lebih sehat.

Perekonomian global masih cenderung melambat dan diliputi ketidakpastian yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) diprakirakan tidak sekuat perkiraan semula, meskipun kegiatan produksi dan konsumsi menunjukkan perbaikan. Permasalahan ekonomi Eropa masih belum menunjukan tanda-tanda perbaikan yang berarti. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China dan India tercatat lebih rendah dibandingkan dengan proyeksinya, meskipun masih masih cukup tinggi. Berdasarkan perkembangan tersebut, perekonomian dunia tahun 2013 diprakirakan tumbuh lebih rendah daripada prakiraan semula menjadi 3,2%. Pada saat yang sama, harga komoditas dunia juga masih cenderung menurun, kecuali harga minyak. Spekulasi terkait kebijakan pengurangan (tapering) stimulus moneter oleh the Fed juga mempengaruhi kondisi keuangan global dan mengakibatkan terjadi pembalikan modal (capital reversal) di negara emerging markets. Di Indonesia, selama bulan Juni terjadi pelepasan penempatan pada SBN dan saham oleh investor asing sebesar USD 4,1 milyar.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 diprakirakan pada kisaran 5,8%-6,2%, lebih rendah dari prakiraan sebelumnya 6,2%-6,6%. Di samping melambatnya pertumbuhan pada triwulan II dan triwulan III-2013 yaitu masing-masing menjadi 5,9%, lebih rendahnya prakiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 tersebut akibat belum kuatnya ekspor sejalan pertumbuhan ekonomi global dan harga komoditas global yang masih lemah. Konsumsi rumah tangga dan investasi diprakirakan juga sedikit tertahan sebagai dampak menurunnya daya beli akibat belum kuatnya permintaan ekspor dan pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan kembali meningkat pada triwulan IV-2013 dan berlanjut tahun 2014 yang diprakirakan pada kisaran 6,4%-6,8%. 


Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II-2013 diperkirakan mengalami defisit yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Perbaikan NPI ditopang oleh surplus yang cukup besar di Transaksi Modal dan Finansial (TMF), setelah mengalami defisit di triwulan I 2013. Surplus TMF didukung oleh aliran modal masuk investasi langsung dan portofolio seiring dengan persepsi positif terhadap fundamental dan prospek ekonomi Indonesia ke depan. Di sisi lain, sesuai dengan pola musimannya defisit transaksi berjalan pada triwulan II-2013 diprakirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja ekspor masih tertekan karena lemahnya permintaan dan penurunan harga komoditas dunia, sementara impor termasuk impor migas masih meningkat. Cadangan devisa pada akhir Juni 2013 sebesar 98,1 milyar dolar AS atau setara dengan 5,4 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri pemerintah, di atas standar kecukupan internasional. 


Nilai tukar rupiah pada triwulan II-2013 mengalami depresiasi sesuai dengan nilai fundamentalnya. Secara point to point, nilai tukar rupiah melemah sebesar 2,09% (qtq) menjadi Rp9.925 per dolar AS, atau secara rata-rata melemah 1,03% (qtq) menjadi Rp9.781 per dolar AS. Seperti halnya pelemahan mata uang negara-negara di kawasan Asia, depresiasi nilai tukar rupiah terutama dipengaruhi penyesuaian kepemilikan non-residen di aset keuangan domestik dipicu sentimen terkait pengurangan (tapering off) stimulus moneter oleh the Fed. Perkembangan ini mengakibatkan pelemahan rupiah sejalan dengan tren pergerakan mata uang negara-negara di kawasan Asia. Bank Indonesia memandang bahwa perkembangan nilai tukar pada saat ini menggambarkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia. 


Inflasi pada bulan Juni 2013 meningkat cukup tinggi sebesar 1,03% (mtm) atau 5,90% (yoy). Peningkatan inflasi yang sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia tersebut dipicu kenaikan harga BBM bersubsidi, yang kemudian mendorong kenaikan harga kelompok administered prices dan volatile food. Sementara itu, inflasi inti masih terkendali pada level 3,98% (yoy). Bank Indonesia memperkirakan dampak kenaikan harga BBM bersifat temporer sekitar tiga bulan, dengan puncaknya pada bulan Juli 2013, kemudian menurun pada bulan Agustus 2013 dan kembali pada pola normal pada September 2013. Bank Indonesia senantiasa mencermati dan merespon secara terukur tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, dan bersama dengan Pemerintah terus memperkuat langkah-langkah dalam memitigasi dampak lanjutan kenaikan BBM terhadap inflasi. Berbagai langkah tersebut diharapkan dapat segera meredam tekanan inflasi sehingga dapat menurun ke dalam kisaran sasaran inflasi 4,5%±1% pada tahun 2014. 


Stabilitas sistem keuangan secara umum tetap terjaga baik, meskipun pasar keuangan domestik sempat mendapat tekanan sebagai akibat sentimen global. Stabilitas sistem keuangan ditopang oleh kinerja industri perbankan yang tetap solid, tercermin pada rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang masih tinggi sebesar 18,4% dan berada jauh di atas ketentuan minimum 8%, serta rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross yang masih rendah sebesar 1,95% pada bulan Mei 2013. Sementara itu, sejalan pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat, pertumbuhan kredit hingga akhir Mei 2013 melambat menjadi 21,0% (yoy). Kredit modal kerja dan kredit investasi, meskipun juga berada dalam tren menurun, masih tumbuh cukup tinggi masing-masing sebesar 21,7% (yoy) dan 22,9% (yoy), sedangkan pertumbuhan kredit konsumsi turun menjadi 18,4% (yoy). Bank Indonesia mencermati perkembangan KPR/KPA pada tipe-tipe tertentu tumbuh terlalu tinggi dan dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan (Bank Indonesia)

06 Juli 2013

BI Habiskan USD7,1 Miliar untuk Tahan Rupiah Tidak Tembus Rp10.000

Bank Indonesia (BI) mencatat penurunan cadangan devisa (cadev) sebesar USD7,1 miliar dalam sebulan, dari USD105,2 miliar per akhir Mei 2013, menjadi USD98,1 miliar per Juni 2013.
 
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan penurunan cadangan devisa ini disebabkan karena besarnya arus modal keluar dari Tanah Air, yang mencapai Rp40,1 triliun atau sebesar USD4,1 miliar, yang terdiri dari USD2 miliar di saham dan USD1,98 miliar di pasar SUN (surat utang negara).
“Semua tahu bahwa cadangan devisa ini terkait inflow dan outflow. Tapi hingga akhir Juni 2013 ini ada outflow sekitar USD4,1 miliar. Sehingga cadangan devisanya menurun menjadi USD98,1 miliar,” tukasnya dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Jumat, 5 Juli 2013.

Keluarnya dana-dana investor asing dari Tanah Air ini mau tak mau menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah, yang menurut Agus terus berlangsung sejalan dengan pelemahan mata uang di kawasan. BI mencatat, depresiasi rupiah mencapai 3,01% di tahun berjalan (year to date).
“Meski demikian depresiasi ini relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara di kawasan, seperti Filipina sebesar 4,94%, Singapura 3,97% dan Malaysia 3,13%,” sambung Agus.

Sebagaimana dimuat dalam situs BI, nilai tukar (kurs) tengah rupiah pada perdagangan hari ini tercatat sebesar Rp9.945 per USD. Menurun dibanding kurs tengah perdagangan Senin (1 Juli) sebesar Rp9.934 per USD.
Agus mengatakan, nilai cadangan devisa sebesar USD98,1 miliar tersebut masih cukup untuk memenuhi pembayaran 5,4 bulan impor dan utang pembayaran luar negeri. Jika utang pembayaran luar negeri tidak dimasukkan, maka bisa memenuhi 5,5 bulan impor.

“Nilai cadangan devisa tersebut masih cukup untuk menjaga nilai tukar rupiah,” pungkas Agus. (infobank)

05 Juli 2013

Bank Indonesia Siap Memperkuat Bauran Kebijakan

Bank Indonesia akan memperkuat bauran kebijakan sebagai langkah pre-emptive terhadap kenaikan inflasi akibat dampak kenaikan harga BBM dalam RDG bulanan yang akan datang,” demikian ditegaskan Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo, seusai Rapat Dewan Gubernur (RDG) mingguan hari ini. Secara keseluruhan kondisi moneter dan perbankan tetap terjaga ditengah berlanjutnya ketidakpastian keuangan global. Nilai tukar rupiah bergerak stabil dan supply-demand di pasar valas semakin berkembang dengan ketersediaan likuiditas yang cukup. 

Kondisi pasar keuangan juga semakin kondusif. Pelepasan Surat Berharga Negara (SBN) dan saham oleh investor asing semakin kecil dan bahkan telah terjadi net beli asing dalam beberapa hari terakhir. Pada lelang SBN hari ini juga terjadi oversubscribe dengan jumlah penawaran yang masuk Rp 14,1 triliun atau dua kali dari target Rp 7 triliun dan dimenangkan sebesar Rp 9,75 triliun dengan yield yang menggambarkan kondisi pasar. Gubernur Bank Indonesia menambahkan, “Perkembangan ini semakin meyakinkan waktu yang tepat bagi investor untuk melakukan investasi pada aset keuangan di Indonesia.” 

Bank Indonesia terus mewaspadai dan siap menempuh bauran kebijakan secara terukur untuk merespon peningkatan ekspektasi inflasi dan dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM. Inflasi Juni 2013, tercatat 1,03% (mtm) atau 5,90% (yoy) sesuai perkiraan Bank Indonesia dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) sampai dengan minggu IV – Juni 2013. Kenaikan inflasi terutama berasal dari sebagian dampak kenaikan BBM dan tarif angkutan. Inflasi diprakirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Juli 2013 yaitu sekitar 2,30% (mtm) sebagai dampak kenaikan harga BBM dan pola musiman bulan Ramadhan. Inflasi diprakirakan menurun pada Agustus 2013 yaitu sekitar 0,90 % (mtm) dengan menurunnya dampak lanjutan kenaikan harga BBM. Bank Indonesia meyakini bahwa inflasi akan kembali normal pada bulan September 2013 dan diprakirakan akan dapat terkendali di bawah 0,10%

23 Juni 2013

Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank

Review Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.


Peraturan: Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank
Berlaku : Tanggal 2 Januari 2013
  1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank mengatur mengenai cakupan kegiatan usaha dan pembukaan jaringan kantor sesuai dengan modal inti Bank yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing perbankan nasional.
  2. Pokok-pokok pengaturan PBI ini meliputi antara lain:
    1. Umum
      1. Bank hanya dapat melakukan kegiatan usaha dan memiliki jaringan kantor sesuai dengan modal inti yang dimiliki.
      2. Ketentuan ini berlaku untuk Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank Umum Konvensional dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri (Kantor Cabang Bank Asing – KCBA)
    2. Pengaturan Kegiatan Usaha Bank
      1. Berdasarkan modal inti yang dimiliki Bank dikelompokkan dalam 4 kelompok usaha (Bank Umum Kelompok Usaha – BUKU) sebagai berikut:
        1. BUKU 1, Bank dengan modal inti kurang dari Rp1 Triliun;
        2. BUKU 2, Bank dengan modal inti Rp1 Triliun sampai dengan kurang dari Rp5 Triliun;
        3. BUKU 3, Bank dengan modal inti Rp5 Triliun sampai dengan kurang dari Rp30 Triliun; dan
        4. BUKU 4, Bank dengan modal inti di atas Rp30 Triliun.
      2. Cakupan produk dan aktivitas yang dapat dilakukan BUKU sebagai berikut:
        1. Bank Umum Konvensional
          1. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah, kegiatan pembiayaan perdagangan, kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit, dan jasa lainnya, dalam Rupiah. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan valuta asing terbatas sebagai pedagang valuta asing
          2. BUKU 2 dapat melakukan kegiatan produk atau aktivitas dalam rupiah dan valuta asing dengan cakupan yang lebih luas dari BUKU 1. BUKU 2 dapat melakukan kegiatan treasury terbatas mencakup spot dan derivatif plain vanilla serta melakukan penyertaan sebesar 15% pada lembaga keuangan didalam negeri;
          3. BUKU 3 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam Rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar 25% pada lembaga keuangan di dalam dan di luar negeri terbatas di kawasan Asia.
          4. BUKU 4 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar 35% pada lembaga keuangan di dalam dan di luar negeri dengan cakupan wilayah yang lebih luas dari BUKU 3 (international world wide).
        2. Bank Umum Syariah
          1. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah, serta kegiatan pembiayaan perdagangan, kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan pembiayaan, dan jasa lainnya, dalam Rupiah berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan dalam valuta asing terbatas sebagai pedagang valuta asing.
          2. BUKU 2 hanya dapat melakukan kegiatan produk atau aktivitas dalam Rupiah dan valuta asing dengan cakupan yang lebih luas dan berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. BUKU 2 dapat melakukan kegiatan treasury terbatas mencakup transaksi spot dan kegiatan treasury dasar lainnya berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, serta melakukan penyertaan sebesar 15% pada lembaga keuangan syariah di dalam negeri;
          3. BUKU 3 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam Rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar 25% pada lembaga keuangan syariah di dalam dan di luar negeri terbatas di kawasan Asia;
          4. BUKU 4 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam Rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar 35% pada lembaga keuangan dalam dan luar negeri dengan cakupan wilayah yang lebih luas dari BUKU 3 (international world wide).
      3. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Unit Usaha Syariah mengacu pada kegiatan usaha Bank Umum Syariah sesuai dengan kelompok BUKU dari Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya; dan untuk kegiatan-kegiatan usaha tertentu yang tidak termasuk produk atau aktivitas dasar bank syariah (kegiatan usaha Bank Umum Syariah BUKU 1) hanya dapat dilakukan oleh Unit Usaha Syariah setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.
      4. Bagi Bank Umum Konvensional yang melakukan penyertaan kepada Bank Umum Syariah sebesar 5% dari modal Bank atau lebih, diberikan tambahan batasan penyertaan sebesar 5% dari modal Bank sehingga batasan penyertaan modal pada BUKU 2 paling tinggi sebesar 20% dan BUKU 3 sebesar 30% dari modal Bank.
      5. Bank dalam semua BUKU wajib menyalurkan kredit atau pembiayaan produktif termasuk kredit atau pembiayaan kepada UMKM dengan target tertentu, yaitu:
        1. BUKU 1 paling rendah 55% dari total kredit atau pembiayaan;
        2. BUKU 2 paling rendah 60% dari total kredit atau pembiayaan;
        3. BUKU 3 paling rendah 65% dari total kredit atau pembiayaan;
        4. BUKU 4 paling rendah 70% dari total kredit atau pembiayaan
      6. Pengecualian kewajiban menyalurkan kredit atau pembiayaan produktif diberikan kepada Bank yang memfokuskan diri untuk membiayai kepemilikan rumah untuk kepentingan rakyat paling kurang 75% dari total kredit atau pembiayaan.
      7. Bank wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk melakukan produk/aktivitas tertentu yang bukan merupakan cakupan produk atau aktivitas dasar dan/atau memiliki risiko serta kompleksitas yang tinggi, antara lain penerbitan structure product, penerbitan surat utang ekuitas dan kegiatan jasa sistem pembayaran.
    3. Pengaturan Jaringan Kantor
      1. Persyaratan pembukaan jaringan kantor adalah Tingkat Kesehatan Bank dan alokasi modal inti (Theoretical Capital – TC) sesuai lokasi dan jenis kantor Bank.
      2. BUKU 3 dapat membuka kantor cabang, kantor perwakilan dan jenis kantor lainnya didalam dan luar negeri terbatas di kawasan Asia. Sedangkan BUKU 4 dapat membuka kantor cabang, kantor perwakilan dan jenis kantor lainnya di wilayah yang lebih luas dari BUKU 3 (international world wide).
      3. Dalam perhitungan ketersediaan modal inti untuk jaringan kantor, Bank Indonesia menetapkan:
        1. pembagian zona berdasarkan tingkat kejenuhan Bank dan pemerataan pembangunan;
        2. koefisien masing-masing zona; dan
        3. biaya investasi pembukaan jaringan kantor Bank untuk masing-masing BUKU.
      4. Bank wajib menyediakan alokasi modal inti yang cukup bagi seluruh jaringan kantor yang dimiliki bank. Dalam hal Bank tidak memiliki ketersediaan alokasi modal inti yang cukup, Bank tidak dapat melakukan pembukaan jaringan kantor yang baru sampai terpenuhinya peningkatan modal untuk mencukupi alokasi modal inti yang dibutuhkan. Bank masih dapat dipertimbangkan untuk membuka jaringan kantor yang baru apabila bank menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada UMKM minimal 20% atau UMK minimal 10% dari total kredit atau pembiayaan bank serta terdapat upaya pemupukan modal yang dilakukan bank.
      5. Dalam menentukan jumlah jaringan kantor yang dapat dibuka, selain pertimbangan TKS, alokasi modal inti, pangsa UMKM/UMK dan pemupukan modal, Bank Indonesia akan mempertimbangkan:
        1. Memberikan insentif tambahan jumlah jaringan kantor yang dapat dibuka bagi Bank yang memiliki ketersediaan alokasi modal inti yang cukup dan menyalurkan kredit UMKM paling rendah 20% atau UMK paling rendah 10%.
        2. pencapaian efisiensi bank.
      6. Ketersedian alokasi modal inti tidak diberlakukan bagi:
        1. pembukaan Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan operasional khusus penyaluran kredit atau pembiayaan kepada UMK;
        2. pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya.
      7. Dalam rangka perimbangan penyebaran jaringan kantor, Bank dalam BUKU 3 dan BUKU 4 yang membuka jaringan kantor di Zona 1 atau Zona 2 dalam jumlah tertentu wajib diikuti dengan pembukaan jaringan kantor di Zona 5 atau Zona 6 dengan jumlah tertentu. Kewajiban ini dikecualikan bagi bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemda yang melakukan pembukaan kantor di Zona 1 atau Zona 2 yang merupakan provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya.
    4. Rencana Tindak (Action Plan)
      1. Bank wajib menyampaikan rencana tindak penyesuaian kegiatan usaha, kegiatan valuta asing, penyertaan, dan pemenuhan kewajiban penyaluran kredit atau pembiayaan produktif paling lambat akhir bulan Maret 2013.
      2. Rencana tindak yang telah disetujui Bank Indonesia tersebut, akan dijadikan acuan bagi Bank dalam merevisi RBB yang disampaikan paling lambat akhir bulan Juni 2013.
      3. Jangka waktu untuk melakukan penyesuaian produk, aktivitas, dan penyertaan paling lama akhir Juni 2016. Sedangkan bagi BPD jangka waktu penyesuaian paling lambat Juni 2018.
    5. Perlakuan pengawasan terhadap Bank yang mengalami penurunan Modal Inti.
      Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga mengalami penurunan BUKU selama 3 bulan berturut-turut wajib menyusun rencana tindak yang dapat berupa penghentian kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan BUKU atau menambah modal. Bank diberikan jangka waktu 1 tahun untuk menyelesaikan pelaksanaan action plan tersebut.
    6. Pengenaan sanksi kepada Bank.
      Pengenaan sanksi kepada Bank mengacu kepada Pasal 52 UU Perbankan atau Pasal 58 UU Perbankan Syariah yaitu teguran tertulis, penurunan peringkat Tingkat Kesehatan, larangan pembukaan jaringan kantor dan/atau pembekuan kegiatan usaha tertentu.
    7. Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku, beberapa peraturan dibawah ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku yaitu:
      1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No.5/10/PBI/2003 tanggal 11 Juni 2003 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4296).
      2. Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 huruf b Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.28/64/KEP/DIR tanggal 7 September 1995 tentang Persyaratan Bank Umum Bukan Bank Devisa Menjadi Bank Umum Devisa.
      3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.28/64/KEP/DIR tanggal 7 September 1995 tentang Persyaratan Bank Umum Bukan Bank Devisa Menjadi Bank Umum Devisa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, pada saat berlakunya peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia ini yang mengatur mengenai kegiatan valuta asing bagi Bank.

Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU)

Bank Indonesia (BI) mengkategorikan perbankan nasional menjadi empat BUKU (Bank Umum Kelompok Usaha). Dan semua aturan mengenai BUKU dijelaskan secara rinci dalam aturan terbaru Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank

BUKU I
Merupakan bank yang memiliki modal inti sampai dengan di bawah Rp1 triliun. Kegiatan usaha bank ini dalam rupiah berupa penghimpunan dan penyaluran dana yang bersifat trade finance atau hanya Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), keagenan dan kerja sama terbatas. Sistem pembayaran dan e-banking pun terbatas. Kegiatan valas hanya sebagai pedagang valuta asing, dan tidak dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan anak.

 BUKU II
Merupakan bank memiliki modal inti minimum Rp1 triliun sampai dengan di bawah Rp5 triliun. Kegiatan bank di kelompok ini, bisa dalam rupiah dan valas. Kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana pun lebih luas dibandingkan BUKU I. Trade Finance bisa letter of credit (LC) dan SKBDN. Sedangkan derivatif hanya yang bersifat plain vanilla. Keagenan, kerja sama, sistem pembayaran, e-banking dapat luas. "BUKU II juga dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia.

BUKU III
Merupakan Bank yang bermodal inti minimum Rp5 triliun sampai dengan di bawah Rp30 triliun. Bank-bank ini dapat melakukan semua kegiatan usaha bank dalam bentuk rupiah maupun valuta asing. Di BUKU III juga dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan di luar negeri pada wilayah regional Asia.


BUKU IV
Merupakan Bank yang modal inti minimum Rp30 triliun. Bank dapat melakukan seluruh kegiatan usaha bank dalam bentuk rupiah dan valuta asing. Dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan di seluruh wilayah luar negeri.

13 Juni 2013

BI Rate Naik 25 bps Menjadi 6,00%

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 13 Juni 2013 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,00%, dengan suku bunga Deposit Facility dan suku bunga Lending Facility masing-masing tetap sebesar 4,25% dan 6,75%. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari bauran kebijakan Bank Indonesia untuk secara pre-emptive merespons meningkatnya ekspektasi inflasi serta memelihara kestabilan makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global. Bank Indonesia tetap melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dan terus menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas domestik. Bank Indonesia akan melanjutkan penguatan operasi moneter melalui pengayaan instrumen moneter dan pendalaman pasar uang rupiah dan valas. Disamping itu, penguatan kebijakan makroprudensial juga dipersiapkan untuk mencegah meningkatnya risiko yang berlebihan di sektor-sektor tertentu. Koordinasi bersama Pemerintah juga terus diperkuat dengan fokus pada upaya meminimalkan potensi tekanan inflasi serta memelihara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. 

29 Maret 2013

Agus Martowardojo Menjadi Gubernur BI Baru

Agus Martowardojo resmi terpilih menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI) selanjutnya untuk periode 2013-2018. Agus menang melalui skema voting dengan pemungutan suara 54 anggota fraksi. Dari hasil pemungutan suara, sebanyak 46 anggota memilih Agus. Sisanya tujuh suara menolak, dan satu anggota abstain. Pada 22 Mei 2013, masa jabatan Darmin Nasution akan berakhir sebagai Gubernur BI. "Selanjutnya Pak Agus akan langsung sumpah jabatan," ujar Wakil Ketua Komisi XI, Harry Azhar Azis di Gedung DPR Jakarta, Selasa (26/3) malam. Harry memaparkan ada enam partai yang meminta voting malam ini. Sedangkan tiga partai lainnya, yaitu Golkar, PDI Perjuangan, dan PKS menginginkan aklamasi ditunda dengan sejumlah pertimbangan.

Agus Marto memang lama berkecimpung di dunia perbankan nasional. Sebelum ditunjuk sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani pada 2010, Agus merupakan Direktur Utama Bank Mandiri sejak 2005. Pria kelahiran Amsterdam 24 Januari 1956 ini juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Bank Permata selama tiga tahun.

Pada 2008 lalu, Agus Marto pernah gagal dipilih oleh Komisi XI DPR saat dicalonkan menjadi Gubernur BI bersama Raden Pardede. Di kalangan pegawainya di Kementerian Keuangan, Agus Marto dikenal sebagai sosok yang giat dan tak kenal lelah. Sifat ini memang telah dikenal sejak Agus Marto memimpin Bank Mandiri.

14 Maret 2013

Bisnis Online Berkembang Pesat, Aturan e-Commerce Belum Juga Hadir

Dalam menjaga keamanan bertransaksi dari para pelaku bisnis online dibutuhkan aturan main e-commerce, yang sayangnya belum juga ditelurkan pemerintah.

Maraknya bisnis atau jualan via media internet, yang biasa disebut jualan online menjadi perhatian tersendiri bagi Bank Indonesia (BI). Untuk menjaga keamanan bertransaksi, BI, Kementerian Perdagangan (Kemendag), pun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) berupaya menelurkan aturan e-Commerce.

Namun, upaya tersebut masih jauh asap dari api. Kendati bisnis jualan online semakin marak dilakukan masyarakat Indonesia. Aturan main yang jelas dari regulator terkait e-Commerce ini masih juga belum meluncur.

“Aturan e-Commerce, ada kementerian yang lain juga. Sistem pembayaran memang di kita. Itu rencananya pengaturan pemerintah, ada Kemendag, dan Depkominfo. Tapi belum intensif (pembahasannya),” ujar Direktur Eksekutif Akunting dan Sistem Pembayaran BI Budi Armanto, kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta, Kamis, 28 Februari 2013.

Namun, lanjutnya, e-Commerce sendiri sudah pasti harus diatur, karena pertumbuhannya sangat signifikan. Saat ini, masyarakat ramai menggunakan media internet, utamanya jejaring sosial untuk menajajakan produk-produknya. Perputaran uang dari transaksinya sendiri dinilai bank sentral cukup besar.
“Jual-beli online itu kan bayar pakai apa tinggal pilih, bisa kartu kredit, ATM, internet banking, ada yang cash (tunai) juga. Semua bisa dilakukan, siapapun boleh,” tuturnya di sela workshop Financial Inclusion delegasi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).

Perkembangan jualan online menjadi pesat karena bisa dilakukan dari mana saja, dan menjangkau pembeli di mana pun. “Ini biaya kecil, jangkauan tidak hanya Indonesia, luar juga. Jadi tidak hanya fisik toko, tapi lewat itu (internet) juga. Ini bisnis yang besar.

12 Maret 2013

BI Tidak Siap Basel III

Medio 2012 BI mengeluarkan consultative paper yang berisi rancangan peraturan Basel III. BI tidak siap dengan Basel III dan mencoba mengulur-ulur waktu ?
 
Basel III bukan sekadar peraturan kapitalisasi, melainkan new mindset. Ada tiga tujuan mengapa Basel III ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS). Satu, peraturan sebelum krisis global dianggap kurang mapan dalam menghadapi insentif di perbankan yang menyebabkan sistem keuangan goyah ketika kepercayaan publik dan investor menurun. Basel III menanggapi aspek itu dengan meningkatkan persyaratan modal dasar minimum.

Dua, kekuatan modal bank merupakan keunggulan kompetitif pada saat pasar merapuh dan kondisi ekonomi melemah. Hanya bank yang memiliki kepercayaan dari bank-bank lain yang bisa mendapatkan pinjaman dengan lancar dan meminjamkan dengan hati tenang. Tiga, implementasi yang konsisten dari Basel III sebagai standar di seluruh dunia akan membantu menyediakan fondasi di mana bank-bank dapat meluas dan bersaing di pasar internasional. Untuk itulah, BIS meminta anggotanya melakukan proses Basel III dengan saksama.

Dalam laporan BIS, hanya ada delapan dari 28 negara anggota yang akan siap dengan Basel III menurut jangka waktu yang disepakati. BIS terus menegaskan bahwa tugas-tugas yang mesti dilakukan untuk penerapan Basel III masih teramat besar. Untuk itu, BIS meminta negara-negara anggota untuk melipatgandakan upayanya sehingga peraturan perbankan dalam negeri yang sejalan dengan Basel III bisa diterapkan.

Indonesia sendiri adalah satu dari 27 negara yang menjadi anggota BIS yang misinya menetapkan peraturan perbankan global. Negara yang menjadi anggota adalah anggota G-20 dan negara-negara yang merupakan pusat keuangan, seperti Hong Kong, Luksemburg, dan Singapura.

Pada Juni 2012 Bank Indonesia (BI) mengeluarkan consultative paper (CP) yang berisi rancangan peraturan Basel III. CP dirilis agar industri perbankan dapat memberikan komentar sebelum rancangan itu menjadi peraturan. Dengan mengeluarkan CP tersebut, BI—dalam usahanya—terlihat telah memenuhi target dalam menginformasikan kepada perbankan dan publik mengenai rancangan peraturan tersebut sebagaimana yang diminta oleh BIS.

Dengan mengeluarkan CP Basel III, BI telah memberitahukan kepada dunia bahwa Indonesia akan memasuki fase implementasi kedua. Fase kedua adalah fase di mana negara anggota telah memublikasikan CP-nya. Memenuhi target pelaksanaan Basel Committee adalah penting karena mereka akan memublikasikan siapa dari anggotanya yang tidak konsisten dalam pelaksanaannya atau ketinggalan.

Sayangnya, CP ini kemungkinan besar hanya untuk memenuhi deadline Basel Committee karena substansinya terlalu sedikit untuk disebut makalah konsultasi. CP yang BI tata tidak memperlihatkan rencana konkret untuk menuntun perbankan dalam merealisasikan penerapan Basel III. Bila kita cermati lebih saksama, CP tersebut tidak melakukan penjabaran Basel III ke dalam konteks kondisi dan peraturan perbankan Indonesia.

Yang dilakukan ternyata hanya mengopi teks asli Basel III dan penerjemahan secara selektif. BI tidak menyebutkan kerangka waktu dan target pencapaian sementara yang realistis. Dengan menekankan hanya pada penerjemahan semata, BI telah kehilangan kesempatan untuk mengonsultasikan ke sektor perbankan komponen Basel III yang boleh berlaku khusus untuk Indonesia (national discretion).

BI juga telah menghilangkan kesempatan untuk menunjukkan analisisnya sendiri mengapa Basel III relevan dan penting dalam lingkup perbankan Indonesia. Kalau BI tidak menunjukkan antusiasmenya, bagaimana sektor perbankan bersemangat untuk mempersiapkan sistem dan mengalokasikan sumber daya manusia (SDM).

Walaupun pasti bank-bank Indonesia akan memenuhi permodalan minimal berdasarkan Basel III, beberapa aspek dari Basel III mengenai perhitungan kapital dan leverage rasio adalah sangat kompleks. Jadi, baik BI maupun sektor perbankan perlu waktu untuk pembelajaran dan diskusi yang cukup.

Demi memperkuat pernyataan itu, kita bisa ambil CP Malaysia sebagai alat perbandingan tanpa membandingkan. Malaysia bukan anggota BIS Committee, tetapi menunjukkan keseriusan dengan mengeluarkan makalah regulasi Basel III yang diterbitkan pada Juli 2012 untuk komentar dari industri perbankan.
Pada CP tersebut Bank Negara Malaysia (BNM) mencoba merangkul perbankan untuk bergerak. BNM mengajukan proposal konkret ke arah perbankan dan kemudian dipadu dengan pertanyaan tentang bagaimana pandangan perbankan terhadap regulasi Basel III di dalam operasi mereka.

Secara total BNM mengajukan 18 pertanyaan teknis yang menunjukkan bahwa BNM telah melakukan pekerjaan rumahnya untuk memahami dokumen Basel III dalam hubungannya dengan peraturan dan keadaan perbankan di Malaysia.

Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bila negara anggota lain diminta melipatgandakan upayanya untuk segera memulai implementasi Basel III, BI mungkin akan diminta untuk mengempatgandakan keseriusannya bila Basel III Committee melakukan studi perbandingan dengan menggunakan CP BI sekarang sebagai rujukan. Kita perlu membuka catatan bahwa awal 2005 BI mengatakan bahwa industri perbankan nasional harus sudah menerapkan Basel II pada 2008. Empat tahun kemudian Basel II mulai dilaksanakan, walau belum semua pilar Basel II. Lantas, bagaimana transisinya ke Basel III?

Jadi, menurut pengamatan saya, BI tidak siap dengan Basel III dan mencoba mengulur-ulur waktu seperti yang sudah-sudah. BI seperti sedang mengulur waktu sampai dengan kewajiban dalam penataan perbankan resmi di bawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seperti pernah dikatakan Henri Queuille, seorang politikus radikal Prancis terkemuka, “Politics is the art of postponing decisions until they are no longer relevant.”

Mengapa ketertinggalan itu bisa terjadi? Salah satu masalah yang ada di BI, di samping ketidakseriusan yang disinyalir di atas, adalah ketertutupan kebijaksanaan SDM-nya dengan sistem rekrutmen selama puluhan tahun. Kekuatan staf BI hanya fokus pada pembinaan pegawai muda hingga menjadi senior dan kemudian pensiun di tempat yang sama.

BI seharusnya menjadi sebuah institusi negara yang pionir untuk memodernisasi kebijakan SDM-nya. Kalau kita lihat di Singapura, misalnya, rekrutmen jalan terus di semua tingkat. Dengan merekrut pakar dari swasta dan mempermudah atau mendorong pegawai BI bekerja di tempat lain, BI bisa mengimbangi cepatnya alur perkembangan zaman.

Lebih konkretnya, untuk memperlancar penerapan Basel III, salah satu yang harus diambil adalah melibatkan sektor perbankan dan mungkin konsultan dari swasta yang mempunyai gairah di Basel III. Bahkan, bukan sesuatu yang tabu untuk merekrut langsung ahli Basel dari swasta untuk memperkuat tim yang ada sehingga bisa saling membantu dan melengkapi tim Basel III yang ada

Harry Pattikawa (credit portfolio risk analys, bekerja di sebuah bank di Belanda)

11 Maret 2013

ATM di Tengah Arus Modernisasi

ATM yang menjadi saluran penting perbankan jumlahnya belum ideal. Perlu peningkatan kemampuan teknologi dan fitur transaksi untuk meningkatkan transaksi. 


Masihkah cara manual sekaligus konvensional dalam akses kanal perbankan, yakni memijit kode digit, menunggu menu tampil, memprosesnya di layar kecil, keluar uang tunai, ambil struk, dan seterusnya menjadi pilihan masyarakat Indonesia? Pada waktu bersamaan, aneka komputer tablet dan ponsel cerdas bertemu berbagai layanan perbankan yang compatible sehingga akses kanal melalui medium virtual menawarkan berbagai kemudahan dan kepraktisan.


Apakah automatic teller machine (ATM) menjadi opsi layanan perbankan terpilih dalam deru kemajuan zaman dan layanan yang membuat semuanya tercakup dalam satu genggaman gadget?


Faktanya, meski jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini berkisar 55 juta (dengan aneka pencapaian seperti pengguna Facebook terbanyak kedua dan Twitter terbanyak kelima di dunia), tak terjadi perubahan signifikan dalam kanal layanan perbankan.


Berdasarkan survei internet banking yang kami lakukan tahun lalu, ATM ternyata masih menjadi pilihan pertama masyarakat Indonesia dalam saluran layanan, selanjutnya diikuti internet banking, layanan di kantor cabang, SMS banking, dan mobile banking.


Posisi tersebut layak dijadikan prolog dalam tulisan ini mengingat sejumlah data penunjang berikutnya masih menunjukkan betapa kuatnya eksistensi ATM—yang secara bersamaan memperlihatkan aneka potensi yang belum dikembangkan. Kuatnya eksistensi ATM terlihat dalam dua variabel. Pertama, ditilik dari sisi volume dan transaksi harian sepanjang periode 2007-2011, keduanya mencatat pertumbuhan masing-masing 22,10% dan 21,35% per tahun.


Ambil contoh pada 2007, volumenya mencapai kisaran 1 juta transaksi per hari dengan nilai uang ditarik rata-rata Rp1,7 triliun per hari. Lima tahun kemudian, pada 2011, volumenya naik menjadi 2,3 juta kali dengan nilai Rp2,5 triliun. Kini estimasi pada 2012 ada 2,7 juta volume transaksi dengan nilai Rp3 triliun (meliputi tunai Rp1,4 triliun, belanja Rp100 miliar, transfer intrabank Rp1,1 triliun, dan transfer antarbank Rp250 miliar).


Dari angka di atas, jika dibagi rata, rata-rata mencapai 158 transaksi per ATM per hari dengan rata-rata transaksi Rp157.487.401 per ATM per hari. Sebuah angka yang cukup menggembirakan, sebenarnya. Kendati demikian, rentang transaksi minimal adalah 120 transaksi dan maksimal 450 transaksi per ATM. Dengan pendekatan standar negara maju, rata-rata transaksi malah antara 500 dan 1.000. Karena itu, masih ada pekerjaan rumah utilisasi bagi perbankan nasional.
 

Kedua, dari jumlah ATM, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), saat ini berkisar 47.000 unit atau naik 43,3% dari 2010. Lima bank terbesar pemiliknya adalah BRI (11.111 unit), Bank Mandiri (10.361 unit), BCA (8.836 unit), BNI (6.831 unit), serta Bank CIMB Niaga (1.749 unit). Dari sisi persentase komposisi kepemilikan, bank umum memiliki ATM 58%, BPD 28%, bank syariah 8%, serta BPR 6%. Demikian juga jika dibandingkan dengan penetrasi di negara lain, angka ini masih sangat minim.

Kita lihat dari sisi rasio jumlah ATM per 1.000 kilometer persegi (km2), dalam hal ini sebarannya mencapai 12,39. Bandingkan dengan tiga negara tetangga kita, yakni Malaysia (33,12), Thailand (80,68), dan Filipina (30,35). Artinya, ATM masih jarang di sekitar kita.


Dari sisi jumlah ATM per 100.000 populasi orang dewasa, rasionya 13,37, sementara Malaysia 50,18, Thailand 77,69, Filipina 14,88, Brasil 120,62, bahkan Jepang dan Amerika Serikat (AS) rasionya masing-masing 132,96 dan 173,75.

Dengan mengacu pada jumlah penduduk serta pertumbuhan ekonomi yang terus terjadi di Indonesia, jelaslah sudah bahwa angka saat ini masih jauh dari ideal. Perbankan harus membuat kanal layanannya lebih tersebar dan mudah ditemukan. Artinya pula, rata-rata 15 ATM/100.000 populasi di Pulau Jawa dan Bali, Pulau Kalimantan (7/100.000 populasi), Pulau Sumatera (15/100.000 populasi), Sulawesi (4/100.000 populasi), dan Papua (8/100.000 populasi), masih perlu ditingkatkan.


Selain kuatnya data tersebut, di lain sisi terdapat tiga isu utama yang harus menjadi prioritas ke depan. Ketiga itu tersebut adalah mengenai keluhan operasional, layanan ke depan yang harus disediakan, serta rencana migrasi kartu ATM.


Dari segi keamanan, kejadian pencurian saldo ATM dengan proses scamming di Bali beberapa tahun silam adalah isu yang tak boleh sekalipun diremehkan. Jangan pernah tidak waspada.


Prioritas kedua adalah bersiap menyediakan berbagai bentuk layanan advance ATM, antara lain menyediakan ATM berbicara (talking ATM) yang ditujukan bagi saudara kita kaum tunanetra. Juga menarik disediakan adalah ATM multi currency, seperti sudah dilakukan Myanmar Foreign Trade Exchange Bank dengan kurs dolar, pound, euro, dan dolar Hong Kong.


Ada pula menu biometric identification, dalam hal ini akses baru akan dilayani kalau scan telapak jari berhasil diidentifikasi. Termasuk juga menyediakan gold ATM yang akan mengeluarkan batangan emas seperti dimulai di London tahun lalu.


Prioritas terakhir adalah mengenai perlunya perbankan nasional mengelola sebaik mungkin antara peningkatan layanan melalui migrasi kartu ATM magnetik ke cip dan nilai investasi yang dibutuhkan. Jangan sampai bujet yang dikeluarkan tidak efektif karena tidak meningkatkan loyalitas pelanggan atau menarik pelanggan baru, misalnya. Karenanya, penting untuk menyosialisasikan keunggulan migrasi tersebut. Apalagi BI akhir tahun lalu sudah mengeluarkan surat edaran yang meminta perbankan mulai menerapkan kebijakan migrasi ini dengan tenggat pemenuhan aturan selambatnya 1 Januari 2016.
 

Secara paralel, BI juga meminta perbankan tidak membebankan migrasi ini kepada nasabah. Terlebih seluruh bank telah berkomitmen bersedia menanggung biaya karena pergantian kartu merupakan bagian dari layanan meningkatkan keamanan.


Dalam sebuah kesempatan Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja, mengatakan, migrasi kartu ATM magnetik ke cip butuh waktu sedikitnya tiga tahun dengan investasi yang dibutuhkan US$14 juta. Secara keseluruhan, migrasi butuh biaya minimal US$2-US$5 per kartu. Hingga Juni 2011, kartu ATM dan kartu debit yang beredar mencapai 55,14 juta kartu atau meningkat 22,92% dibandingkan dengan Juni 2010 sebanyak 44,21 juta kartu.

Karena itulah, migrasi menjadi prioritas komitmen seluruh bank nasional yang harus diproyeksikan sebagai metode dalam meningkatkan loyalitas dalam jangka pendek serta meningkatkan kualitas layanan dalam jangka menengah-panjang.


ATM di Indonesia masih mengalami proses pertumbuhan sehat dan dalam fase kompetitif sangat sehat. Karenanya, layanan masih jauh dari titik jenuh. Namun, optimalisasi tetap diperlukan, terutama melalui percepatan penetrasi dan peningkatan fitur.

Dimitri Mahayana (Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision) / infobanknews

10 Maret 2013

Branchless Banking Sesuai dengan Struktur Ekonomi Indonesia

Konsep branchless banking (perbankan tanpa kantor cabang) dinilai sebuah metode terbaik dalam meningkatkan akses masyarakat dalam menjangkau lembaga keuangan. Konsep ini mulai digenjot banyak bank syariah nasional dengan melakukan memorandum of understanding (MOU) dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI), dalam menyalurkan kredit ke pengurus tempat ibadah layaknya koperasi dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Seperti diketahui, saat ini masih minimnya masyarakat yang punya akses ke lembaga keuangan, karena letak geografis Indonesia yang kurang mendukung, sehingga branchless banking sangat membantu. “Di Indonesia masyarakat yang punya akses ke lembaga keuangan baru sekitar 40%. Branchless bank sangat diperlukan dalam struktur ekonomi seperti Indonesia. Ini bisa menjadi salah satu tools financial inclusion,.

09 Maret 2013

BI Rate Tetap 5,75%

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 7 Maret 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 5,75%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Kinerja perekonomian Indonesia masih baik meski terdapat indikasi moderasi pada kegiatan investasi yang berlangsung sejak triwulan IV-2012. Ke depan, Bank Indonesia akan mencermati perkembangan inflasi terutama yang bersumber dari harga pangan (volatile foods). Bank Indonesia meyakini bahwa dengan penguatan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta langkah-langkah koordinasi yang solid dengan Pemerintah, akan mampu mencapai sasaran inflasi dan mendorong tercapainya keseimbangan eksternal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Perekonomian Indonesia pada triwulan I-2013 akan tumbuh sesuai prakiraan 6,2%, didukung terutama oleh kuatnya permintaan domestik. Konsumsi tumbuh cukup kuat sejalan dengan keyakinan konsumen dan daya beli masyarakat yang membaik. Sementara itu, berbagai indikator menunjukkan moderasi pertumbuhan investasi khususnya pada investasi nonbangunan di tengah investasi sektor bangunan yang masih cukup kuat. Indikasi moderasi tersebut juga terlihat pada melandainya pertumbuhan impor, khususnya impor barang modal. Di sisi lain, kinerja ekspor ke berbagai negara mitra dagang utama, khususnya China, Amerika Serikat (AS) dan India, diprakirakan membaik. Untuk keseluruhan tahun 2013, setelah memperhitungkan aktivitas ekonomi pada triwulan-triwulan selanjutnya, termasuk pengeluaran untuk persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan cenderung mengarah ke batas bawah kisaran 6,3%-6,8%. 

Di sisi eksternal, defisit transaksi berjalan diprakirakan menurun pada triwulan I-2013. Defisit transaksi berjalan yang menurun tersebut didukung oleh ekspor yang cenderung meningkat sejalan dengan membaiknya harga komoditas internasional. Sementara itu, impor nonmigas diprakirakan cenderung melemah di tengah risiko semakin meningkatnya impor migas yang perlu terus diwaspadai. Di sisi lain, arus modal masuk, baik dalam bentuk investasi langsung (FDI) maupun investasi portofolio, diprakirakan masih cukup tinggi di tengah masih besarnya kebutuhan likuiditas valas domestik, antara lain untuk keperluan impor migas. Dengan perkembangan tersebut di atas, cadangan devisa sampai dengan akhir Februari 2013 mencapai 105,2 miliar dolar AS atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional. 

Pada bulan Februari 2013, tekanan depresiasi terhadap rupiah cenderung mereda sehingga mencapai rata-rata Rp.9.680 per dolar AS. Dibandingkan dengan posisi awal tahun 2013, Rupiah menguat sebesar 0,31%. Kebijakan stabilisasi nilai tukar yang ditempuh Bank Indonesia, termasuk penguatan mekanisme intervensi valas dan pembentukan referensi nilai tukar rupiah di pasar domestik, mampu meningkatkan kepercayaan pasar. Selain itu, stabilitas nilai tukar juga didukung dengan masuknya aliran dana nonresiden ke instrumen rupiah yang mencapai Rp27,6 triliun. Ke depan, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian. 

Inflasi IHK Februari 2013 mencapai 0,75% (mtm) atau 5,31% (yoy). Inflasi inti tetap terkendali 4,29% (yoy) sejalan dengan harga komoditas global nonmakanan yang terkendali dan stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga. Di sisi lain, tekanan inflasi terutama berasal dari tingginya inflasi harga pangan (volatile foods) antara lain sebagai dampak gangguan cuaca dan terbatasnya pasokan komoditas hortikultura yang berasal dari impor. Sementara itu, inflasi administered prices yang cukup tinggi disumbang oleh kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Tekanan inflasi diprakirakan akan mereda seiring dengan siklus panen dan secara keseluruhan tahun 2013 diprakirakan akan tetap terkendali pada kisaran sasarannya. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah melalui forum TPI (Tim Pengendalian Inflasi) dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) guna mengamankan pasokan dan distribusi barang. 

Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, pertumbuhan kredit hingga akhir Januari 2013 mencapai 23,0% (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kredit modal kerja dan kredit investasi masih tumbuh cukup tinggi sebesar 24,0% (yoy) dan 25,5% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 19,8% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia meyakini stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang akan meningkat seiring dengan peningkatan kinerja perekonomian nasional.(Bank Indonesia)

05 Maret 2013

BI Siapkan Guideline Branchless Banking

Dalam mendukung pengembangan branchless banking untuk perluasan akses keuangan kepada masyarakat, Bank Indonesia segera merilis panduan terkait agen perbankan untuk meningkatkan jangkauan bank.

Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa panduan (guideline) branchless banking atau perbankan tanpa kantor fisik akan segera dirilis pada Maret tahun ini. Penerapannya sendiri diharapkan sudah bisa berjalan pada akhir tahun.
“Maret kita akan keluarkan guideline-nya, ini akan memuat soal agent banking. Kemudian dilanjutkan PBI (Peraturan Bank Indonesia) branchless banking-nya. Kita harap begitu, pertengahan tahun akan ada ujicoba sehingga akhir tahun bisa full implementasikan.

16 Februari 2013

BI Rate

Definisi

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. 


Fungsi

BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.

Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan.
Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.



Bagaimana BI Rate ditetapkan?


Jadwal Penetapan dan Penentuan

  • Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.
  • Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG berikutnya
  • Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter  (lag of monetary policy) dalam memengaruhi inflasi.
  • Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance Kebijakan Moneter  dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG Mingguan.
Besar Perubahan BI Rate


Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps. 


Data BI Rate


Tanggal BI Rate
12 Feb 20135.75%
10 Jan 20135.75%
11 Des 20125.75%
8 Nov 20125.75%
11 Okt 20125.75%
13 Sept 20125.75%
9 Agust 20125.75%
12 Juli 20125.75%
12 Juni 20125.75%
10 Mei 20125.75%
12 April 20125.75%
8 Maret 20125.75%
9 Feb 20125.75%
12 Jan 20126.00%
8 Des 20116.00%
10 Nov 20116.00%
11 Okt 20116.50%
8 Sept 20116.75%
9 Agust 20116.75%
12 Juli 20116.75%
9 Juni 20116.75%
12 Mei 20116.75%
12 April 20116.75%
4 Maret 20116.75%
4 Feb 20116.75%
5 Jan 20116.50%
3 Des 20106.50%
4 Nov 20106.50%
5 Okt 20106.50%
3 Sept 20106.50%
4 Agust 20106.50%
5 Juli 20106.50%
3 Juni 20106.50%
5 Mei 20106.50%
6 April 20106.50%
4 Maret 20106.50%
4 Feb 20106.50%
6 Jan 20106.50%
3 Des 20096.50%
4 Nov 20096.50%
5 Okt 20096.50%
3 Sept 20096.50%
5 Agust 20096.50%
3 Juli 20096.75%
3 Juni 20097.00%
5 Mei 20097.25%
3 April 20097.50%
4 Maret 20097.75%
4 Feb 20098.25%
7 Jan 20098.75%
4 Des 20089.25%
6 Nov 20089.50%
7 Okt 20089.50%
4 Sept 20089.25%
5 Agust 20089.00%
3 Juli 20088.75%
5 Juni 20088.50%
6 Mei 20088.25%
3 April 20088.00%
6 Maret 20088.00%
6 Feb 20088.00%
8 Jan 20088.00%
6 Des 20078.00%
6 Nov 20078.25%
8 Okt 20078.25%
6 Sept 20078.25%
7 Agust 20078.25%
5 Juli 20078.25%
7 Juni 20078.50%
8 Mei 20078.75%
5 April 20079.00%
6 Maret 20079.00%
6 Feb 20079.25%
4 Jan 20079.50%
7 Des 20069.75%
7 Nov 200610.25%
5 Okt 200610.75%
5 Sept 200611.25%
8 Agust 200611.75%
6 Juli 200612.25%
6 Juni 200612.50%
9 Mei 200612.50%
5 Juli 20058.50%

15 Februari 2013

BI Rate Tetap 5,75%

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12 Februari 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 5,75%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih konsisten dengan tekanan inflasi yang terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Bank Indonesia menilai bahwa perekonomian Indonesia masih menunjukkan kinerja yang kuat, namun tetap mewaspadai masih tingginya tekanan terhadap keseimbangan eksternal sejalan dengan masih kuatnya impor di tengah pelemahan ekonomi global. Ke depan, Bank Indonesia akan memperkuat bauran kebijakan untuk mendorong penyesuaian keseimbangan eksternal sehingga defisit transaksi berjalan berada pada tingkat yang sustainable. Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya dan mendorong terciptanya pasar valas yang lebih efisien. Selain itu, Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam mengelola permintaan domestik, dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi makro dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional.

Perekonomian Indonesia tumbuh cukup kuat ditopang permintaan domestik, meskipun sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya.
 Pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2012 mencapai 6,11%, sementara untuk keseluruhan tahun 2012 mencapai 6,23%. Konsumsi dan investasi pada triwulan IV-2012 masih tumbuh cukup kuat, meskipun sedikit termoderasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, ekspor mulai membaik seiring dengan membaiknya perekonomian di beberapa negara mitra dagang utama seperti China. Namun, pertumbuhan impor masih cukup tinggi seiring dengan kuatnya permintaan domestik. Pada triwulan I-2013, pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai 6,2%, terutama ditopang permintaan domestik. Untuk keseluruhan tahun 2013, setelah memperhitungkan aktivitas ekonomi pada triwulan III dan IV-2013 termasuk pengeluaran untuk persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) maka pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan mencapai kisaran 6,3%-6,8%. 

Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV-2012 membaik tercermin dari meningkatnya surplus meskipun defisit transaksi berjalan lebih tinggi dari prakiraan semula. Perbaikan NPI tersebut terutama disebabkan oleh kinerja transaksi modal dan finansial yang didukung oleh likuiditas pasar keuangan global. Sementara itu, meningkatnya defisit transaksi berjalan terjadi terutama akibat menurunnya surplus neraca perdagangan non-migas dan meningkatnya defisit neraca perdagangan migas. Ke depan, transaksi berjalan pada triwulan I-2013 diprakirakan mengalami perbaikan, terutama disebabkan oleh membaiknya kinerja ekspor sejalan dengan pemulihan ekonomi negara-negara mitra dagang utama seperti China dan AS. Cadangan devisa sampai dengan akhir Januari 2013 mencapai 108,78 miliar dolar AS atau setara dengan 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional. 

19 Januari 2013

Manfaatkan BBM untuk Bisnis Online Shop

Bisnis Online saat ini sedang menjamur, Bisnis ini cukup praktis dan mudah hanya memanfatkan jaringan internet, dengan akses internet orang bisa melakukan transaksi bisnis tanpa batas. Namun belakangan bisnis online malah menjadi momok yang menakutkan, karena maraknya penipuan yang berkedok bisnis online. Begitu banyak akun facebook toko online palsu maupun Blog/website palsu yang menawarkan produk dan jasa. Walaupun marak aksi penipuan, tetapi bisnis online masih tetap menarik dan menggiurkan,karena praktis, tanpa menyita banyak waktu dan tempat.

Kini dengan Smartphone seperti Blackberry yang memiliki fitur chatting BlackBerry Messenger (BBM), seseorang sudah bisa membuka bisnis online ataupun melakukan transaksi online dengan memaksimalkan fitur chatting Blackberry via BBM. Dengan kemudahan yang didapat,banyak pengguna  BB yang mengandalkan piranti cerdas ini untuk usaha,karena mereka melihat melihat memulai usaha ataupun berjualan kini tidak mesti memiliki toko.

Salah satu anak muda Pekanbaru yang kami jumpai, Muhammad Rizki mahasiswa Universitas Riau yang biasa disapa Kiki, menurut Kiki ia memulai usaha bisnis online photography melalui PIN BBM, ia rajin mengupdate gambar-gambar terbaru hasil jepretannya yang ia jadikan photo profil BBMnya dan ia juga membuat sebuah Grup di BBM dengan nama brand usaha photographynya, ia membuat sebuah Grup Onehope Photography di BBM kemudian ia mengundang teman-teman di BBMnya untk bergabung digrup tersebut dan Kiki mempublikasikan portofolio dan photo-photonya di grup tersebut dan kemudian terjadi interaksi digrup.

13 Januari 2013

Bank Indonesia, Bank Sentral Terbaik dalam Mempromosikan Keuangan Syariah

Bank Indonesia terpilih sebagai bank sentral terbaik dalam mempromosikan keuangan syariah (promoting Islamic finance). Pencapaian tersebut merupakan hasil dari polling "Awards Results Best Banks Poll 2012" yang diadakan oleh Islamic Finance News (IFN), sebuah portal berita yang menyajikan liputan, informasi, dan berita dari pasar keuangan syariah secara global. Perlu diketahui bahwa poll IFN ini merupakan kegiatan tahunan dan sekarang sudah memasuki tahun ke-8. Polling tersebut didasarkan atas 9.883 suara yang masuk ke situs IFN – jumlah ini cukup besar dan menandakan semakin besarnya perhatian dunia yang ditujukan terhadap sistem keuangan Islam.  Sebelumnya predikat bank sentral terbaik dalam mempromosikan keuangan syariah selalu dimenangkan oleh Bank Negara Malaysia.
“Pencapaian ini merupakan suatu penghargaan dan juga cambuk bagi kita untuk bekerja lebih keras dalam mempromosikan keuangan syariah, khususnya perbankan syariah agar mendapat tempat lebih luas di masyarakat. Niscaya, dengan kerja keras dalam mempromosikan keuangan syariah, manfaat yang akan didapatkan oleh masyarakat juga akan lebih besar dan tentu berimbas pada perkembangan industri keuangan syariah itu sendiri”, demikian tanggapan Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, atas pengumuman yang dirilis IFN tersebut. “Predikat terbaik ini pada dasarnya bukan hanya ditujukan kepada Bank Indonesia, melainkan pengakuan atas hasil kerjasama seluruh sumber daya insani keuangan syariah di Indonesia,” ujarnya.
Dengan hasil ini juga bisa diartikan bahwa dunia internasional semakin mengakui kiprah Indonesia dalam mempromosikan keuangan syariah.