01 November 2012

BI: Dana Talangan Haji Harusnya Bertenor Pendek

Sigit Pramono Kembali Menjadi Ketua Umum Perbanas






29 Oktober 2012

Modal dan Resiko Bank

.
Sesuai dengan persamaan akuntasi Aset = Utang + Modal, maka setiap perubahan di Aset akan memengaruhi Utang dan atau Modal melalui laba rugi. Perhatikan contoh sederhana neraca bank, yang memiliki aset Rp 100, Utang Rp 95 dan Modal Rp 5. Bila suku bunga kredit dan deposito masing-masing 6% dan 5%, maka dengan tingkat gagal bayar (default rate) sebesar 0%, aset bank di akhir tahun meningkat menjadi Rp 106 dan modal menjadi Rp 6,25 melalui proses peningkatan laba sebesar Rp 1,25. Namun, dengan gagal bayar sebesar 4%, maka modal bank telah tergerus sebesar Rp 2,99 sehingga menjadi 2,01. Akibatnya pemilik bank akan mengalami kerugian karena tingkat pengembalian modal (ROE) menjadi minus 69,80%, dibandingkan dengan bila tidak terjadi gagal bayar dengan ROE 25%. Bila proses bisnis terus memburuk, misalnya gagal bayar menjadi 8%, maka modal bank menjadi minus Rp 2,23, karena pendapatan bank menjadi minus Rp 2,48 sementara biaya utang (bunga) tidak boleh default.  

Neraca pertama memberikan gambaran kepada kita bahwa kegagalan mengelola bank akan berdampak penciptaan nilai bagi pemegang saham, yakni merugi dan ancaman untuk dilikuidasi karena modal sudah negatif. Untuk mengatasinya, tindakan yang harus diambil adalah dengan menambah modal menjadi Rp 10. Pada neraca kedua, dengan gagal bayar 8%, bank tetap bertahan dalam bisnis, tidak dilikuidasi karena modal bank masih positif Rp 3,02. Namun, bila bank dikelola dengan semberono atau tidak mampu berselancar di atas gelombang perubahan yang menimbulkan resiko strategik dan resiko kredit, maka dengan gagal bayar yang lebih tinggi, misalnya 11%, bank ini membutuhkan injeksi modal baru. Artinya, injeksi modal bank tidak akan memberi manfaat dalam jangka panjang bila resiko yang dihadapi tidak dikelola dengan baik. Tetapi, dalam jangka pendek, injeksi modal telah membuat bank tetap bertahan dalam menghadapi gejolak.

28 Oktober 2012

Commonwealth Life Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik Indonesia

Hidup penuh dengan risiko yang terduga maupun tidak terduga, oleh karena itulah kita perlu memahami tentang asuransi. Beberapa kejadian alam yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini dan memakan banyak korban, baik korban jiwa maupun harta, seperti mengingatkan kita akan perlunya asuransi. Bagi setiap anggota masyarakat termasuk dunia usaha, resiko untuk mengalami ketidakberuntungan seperti ini selalu ada. Dalam rangka mengatasi kerugian yang timbul, manusia mengembangkan mekanisme yang saat ini kita kenal sebagai asuransi.

Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko (risk transfer mechanism), yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung). Pengalihan resiko ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan misfortune, melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan finansial (financial security) serta ketenangan (peace of mind) bagi tertanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung membayarkan premi dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi kerugian yang mungkin dideritanya.


Asuransi jiwa adalah jawaban yang sangat tepat untuk menunjang kebutuhan kita yang tidak terduga nanti. Lalu dimanakah kita bisa mendapatkan Asuransi Jiwa Terbaik ? Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang asuransi jiwa adalah Commonwealth Life, Commowealth Life merupakan salah satu  Asuransi Jiwa Indonesia yang memiliki visi cukup baik yaitu menjadi Menjadi Perusahaan Penyedia Pelayanan Asuransi Jiwa Terbaik di Indonesia, yang Terbaik dalam hal Pelayanan Pelanggan.

Commonwealth Life Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik Indonesia telah banyak memberikan keuntungan dan kenyamanan bagi pemegang polis (nasabah), memiliki kinerja cukup baik dan Asuransi Jiwa Commonwealth Life sangat sehat dan mampu bertahan hingga saat ini ditengah persaingan asuransi lainnya. Commonwealth Life mulai melayani Nasabah sejak tahun 1992 dengan nama Astra Jardine yang kemudian berubah nama menjadi Astra CMG Life sampai dengan tahun 2007. Nama PT Commonwealth Life diperkenalkan untuk pertama kalinya pada Juli 2007, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor W7-07188 HT.01.04-TH 2007 tentang Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

Saat ini saham terbesar Commonwealth Life dimiliki oleh Commowealth Bank of Australia (CBA) Group sebesar 80% (CMG Asia Life Holdings Limited 50% saham dan Commwealth Life International Holdings PTY LTD 30% saham)  dan 20% oleh PT Gala Arta Jaya. CBA adalah salah satu perusahaan penyedia jasa keuangan terkemuka yang menguasai industri perbankan dan asuransi di Australia. Dua perusahaan asuransi jiwa CBA yang lebih awal berdiri adalah ‘CommInsure’ di Australia' dan ‘Sovereign’ di New Zealand yang keduanya merupakan perusahaan asuransi jiwa terbaik di masing-masing negara.

Seiring dengan visi dan misi perusahaan untuk selalu menjadi yang terbaik, Commonwealth Life terus mengembangkan produk dan layanannya yang tersebar di 19 kota besar dan didukung oleh lebih dari 7.500 Sales Force di seluruh Indonesia yang melayani Nasabah individu dan kumpulan.
Peta Jaringan Commonwealth Life yang hampir tersebar di Seluruh Indonesia
Lalu program asuransi seperti apa yang ditawarkan oleh Commonwealth Life ? Commonwealth Life menawarkan produk asuransi seperti : Proteksi, simpanan & Investasi dalam program unit link (Investra Link), asuransi jiwa tradisional (Danatra Cendekia, Danatra Sejahtera), perlindungan terhadap tabungan dan kredit (COMM Protection), serta program asuransi tambahan (asuransi kecelakaan, jaminan rawat inap, penyakit kritis).

Performa keuangan Commonwealth Life sendiri telah berhasil mengalami banyak peningkatan pada Laporan Keuangan 2011. Pos laba meningkat dengan jumlah Rp 181 miliar lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yakni sebesar Rp 148 miliar. Peningkatan ini membawa pengaruh terhadap kenaikan pos laporan lainnya seperti kenaikan rasio kecukupan modal (Risk Based Capital – RBC) yaitu 676% sekitar lima kali lebih tinggi dari angka ketentuan oleh pemerintah. Total aset di 2010 sebesar Rp 4 triliun dan meningkat hingga Rp 3,9 triliun di 2011. Prestasi ini akan memberikan motivasi kepada Commonwealth Life untuk berada pada tingkat yang lebih tinggi lagi dalam perusahaan Asuransi Jiwa Indonesia.

Untuk program asuransi kumpulan (group) dan perlindungan kredit (credit life), Commonwealth Life juga bermitra dengan beberapa perusahaan besar lainnya seperti PermataBank, Commonwealth Bank, Bank BTPN, BCA Finance, BII Maybank, Bank BNP, Bank OCBC NISP, Bank Index, Bank Mayora, Adira Insurance, Olympindo Multifinance. Selain itu, Commonwealth Life juga mendistribusikan berbagai produknya kepada Mitra Bank dan Non-Bank melalui program Bancassurance, mitra bisnis meraka antara lain adalah Citibank, BCA Card, AstraWorld, Telkomsel, PermataBank, Commonwealth Bank, Astra Credit Companies.

Untuk menjamin kemanan dan kenyamanan Nasabah berasuransi, Commonwealth Life memilih mitra perusahaan reasuransi yang memiliki reputasi internasional. Kredibilitas ini ditunjukkan dengan rating yang dikeluarkan oleh lembaga rating ternama yaitu:
  • Cologne Re (rating AA+ oleh Standard Credit Rating)
  • Gen Re (rating AA+ oleh Standard & Poor's)
  • Marein (rating A oleh Pefindo)
  • MetLife (rating A+ oleh Standard & Poor's)
  • Munich (rating AA- oleh Standard & Poor's)
  • ReIndo - Reasuransi Indonesia (rating A+ oleh Pefindo)

Tidak salah jika anda menjatuhkan pilihan untuk melakukan perlindungan asuransi  terhadap diri maupun keluarga dengan Asuransi Jiwa Commonwealth Life, saya sendiri berada di kota pekanbaru dan kebetulan Asuransi Jiwa Commonwealth Life telah memiliki jaringan di Kota pekanbaru dalam waktu dekat dalam kesempatan pertama saya akan berkunjung ke Asuransi Jiwa Commonwealth Life untuk bertanya-tanya. Bagi yang tertarik ataupun penasaran dengan produk Asuransi Jiwa Commonwealth Life tidak ada salahnya jika anda datang ke Cabang Asuransi Jiwa Commonwealth Life yang terdekat di Kota Anda atau mengunjungi halaman resmi Asuransi jiwa indonesia Commonwealth Life  atau menghubungi Commonwealth Center di Nomor  500 525 pada jam kerja.

27 Oktober 2012

Shadow Banking, Siapa yang Mengawasi

Pengaturan terhadap shadow banking ini mendesak. Sebelum terjadi korban berikutnya. Dan, setiap krisis senantiasa menyebabkan kematian lembaga-lambaga shadow banking—yang makin nyata ini. Siapa yang mengawasi ? 

Jangan ditanya tingkat keuntungan bank-bank di Indonesia. Yang jelas, sangat tebal dan menggiurkan siapa saja, baik dari sisi margin maupun perolehan laba tahun berjalan. Kondisi itu sungguh membuat ngiler siapa saja, termasuk lembaga yang bergerak seperti bank (bank gelap) atau shadow banking dalam banyak cerita di dunia.

Cerita nikmatnya margin yang diperoleh bank-bank di Indonesia bahkan mengusik Bank Indonesia (BI). BI pun terganggu dan berusaha mengatur tingkat perolehan margin dengan membuat banyak kebijakan dan pernyataan bahwa tingkat keuntungan bank di Indonesia sudah tidak wajar dan perlu dikurangi karena bank-bank tidak efisien.

Sinyal Krisis Perbankan

Harus diakui memang masih ada indikator lain yang harus diwaspadai terkait dengan belum jelasnya penanganan krisis di Eropa. Sangat bijak kalau kita tidak selalu menghibur diri dengan mengatakan bahwa dampak krisis Eropa sudah dapat dikendalikan. 

Perkembangan terbaru dari krisis perbankan di Eropa memberikan indikasi yang belum menggembirakan. Banyak analis memperkirakan bahwa krisis tersebut lambat laun akan merambat ke kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.
Apakah krisis akan berdampak secara langsung (first round) ataupun tidak langsung (second round), itu hanya persoalan waktu. Tapi, jika bicara tentang besaran dampaknya, tentu akan berbeda untuk masing-masing negara, termasuk tiap bank di negara bersangkutan.

Terlepas dari kapan dan besar kecilnya dampak krisis di Eropa terhadap perekonomian Indonesia dan khususnya sektor perbankan, ada baiknya kita ingat pepatah bijak, sedialah payung sebelum hujan. Bukan sebaliknya, ketika hujan justru kita sibuk mencari payung. Dalam konteks antisipasi dampak krisis Eropa terhadap sektor perbankan khususnya, kita harus bijak mencermati lebih intensif atas situasi perkembangan yang ada. Ada beberapa indikasi yang mengharuskan kita lebih siaga.

Pertama, karena informasi sudah sedemikian mudah didapat, maka sangat wajar kalau semua pelaku bisnis sudah mengetahui apa yang terjadi atas krisis di Eropa. Di satu sisi, hal ini positif karena mereka bisa mendapatkan informasi terkini, tapi di lain pihak mereka juga dapat melakukan langkah-langkah sendiri yang bisa jadi tidak selalu tepat. Dengan perkataan lain, semakin banyak antisipasi mereka, bisa saja berdampak negatif bagi lainnya.
Salah satu kecenderungan yang terjadi adalah semakin banyaknya dana dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dipindahkan dari simpanan berjangka (deposito) ke simpanan yang sangat likuid, yaitu giro. Kecenderungan tersebut terjadi pada kalangan pengusaha khususnya, bukan lagi untuk mendapatkan imbalan bunga, tetapi lebih kepada kebutuhan likuiditas di satu pihak dan boleh jadi spekulasi dengan mencari keuntungan (profit taking) di tengah pelemahan rupiah.

Apabila semua pengusaha memiliki kecenderungan yang sama, di mana dananya lebih banyak ditempatkan di giro, misalnya, perbankan tentunya harus ekstra menjaga likuditas karena setiap saat dana tersebut bisa dicairkan untuk keperluan apa pun.

Seyogianya bank tidak “terlena” karena mendapat sumber dana murah, tapi stabilitas dalam jangka panjang akan mengganggu likuditasnya. Harus ada langkah strategis yang saling menguntungkan, baik bagi bank maupun nasabah dalam menghadapi kondisi tersebut.

Kedua, sekalipun likuiditas perbankan dalam kondisi baik, dari sisi nasabah penerima kredit bisa terjadi yang sebaliknya. Misalnya, kreditor yang berorientasi ekspor sudah mulai merasakannya, selain permintaan mulai berkurang, harganya cenderung turun. Bila keduanya berjalan pararel, maka persoalan yang timbul adalah menurunnya kemampuan membayar. Jika kondisi itu terjadi secara serempak, bisa jadi non performing loan (NPL) akan naik dan akhirnya memengaruhi kinerja bank.

Saat ini gejala tersebut belum begitu terasa, tapi ada kemungkinan akan membesar. Kalau ekspor terus menurun dan dibarengi harga komoditasnya, praktis akan mengganggu arus kas (cash flow) perusahaan. Belum lagi bagi industri yang bahan bakunya masih impor, gangguan arus kas terjadi dari dua sisi, yaitu biaya dan pendapatan.

Ketiga, ketidakpastian sering kali mengundang isu dan rumor di pasar. Kondisi ini sulit dihindari karena mereka juga memiliki akses informasi yang relatif mudah dan bebas. Tentunya akan sangat tidak produktif kalau hal tersebut terus berkembang sehingga perlu adanya penyeimbang informasi, termasuk dari pemerintah.

Indonesia di masa lalu punya pengalaman yang kurang baik, di mana semakin sering dinyatakan tidak ada masalah, justru dalam tempo yang relatif singkat masalah itu terjadi. Sering disampaikan bahwa pemerintah tidak akan melakukan devaluasi, tapi kenyataannya justru sebaliknya. Pernah disampaikan juga bahwa kondisi perbankan dalam keadaan sehat, lalu tiba-tiba muncul masalah Bank Global dan Bank Century.
Belajar dari pengalaman masa lalu itu, seyogianya keterbukaan informasi lebih sering dilakukan. Memang akan menjadi buah simalakama. Semakin terbuka bisa saja direspons positif, tapi tak jarang pula respons pasar atau pelaku bisnis khususnya malah sebaliknya. Andai diambil untung ruginya, nampaknya tetap lebih baik kalau keterbukaan informasi dan penyampaian kondisi kekinian lebih banyak dilakukan.

Penyampaian informasi terkini tentunya harus disertai dengan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan/atau regulator. Dengan adanya rencana langkah-langkah yang jelas, terbuka, serta rasional, akan mengurangi isu negatif atau rumor sekalipun tidak hilang sama sekali.
Ketiga catatan tersebut merupakan bagian-bagian yang termasuk penting. Harus diakui memang masih ada indikator lain yang harus diwaspadai terkait dengan belum jelasnya penanganan krisis di Eropa. Sangat bijak kalau kita tidak selalu menghibur diri dengan mengatakan bahwa dampak krisis Eropa sudah dapat dikendalikan.

Kalau hanya data-data publikasi, baik dari luar maupun dalam negeri yang digunakan, kita bisa jadi akan terjebak dalam pola pikir yang linier. Artinya, karena data-data sebelumnya baik, maka disimpulkan ke depan akan tetap baik. Padahal, krisis terjadi lantaran adanya “break” (menjadi tidak linier) sehingga tidak selalu semua data yang menunjukkan indikasi positif akan berlaku untuk seterusnya.

Pihak pemerintah dan regulator (Bank Indonesia atau BI) sudah mengumpulkan dan mengkaji berbagai sinyal yang berkaitan dengan dampak krisis Eropa. Berbagai simulasi (stress test) sudah dilakukan dan juga berbagai langkah penanganannya sudah disiapkan.
Demikian juga beberapa instrumen keuangan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas perbankan khususnya juga sudah ada dan akan terus disempurnakan. Semua itu tentunya berkaitan dengan sedia payung sebelum hujan. Semoga kita memiliki payung yang tidak mudah bocor dan rusak. Lebih celaka lagi ketika hujan reda, kita baru punya payung. 

26 Oktober 2012

Gaji Bankir dan Multi Licence

Jangan sampai pasar yang besar itu kita sediakan hanya untuk kepentingan asing dengan dalil efisiensi—yang faktanya bank-bank swasta milik asing juga tidak efisien dan justru menikmati margin yang besar. 

Bank Indonesia (BI) kembali hendak meluncurkan beleid baru tentang pengaturan perbankan. Salah satunya adalah pemberian izin berjenjang kepada bank-bank. Nantinya bank tidak boleh seenaknya melakukan ekspansi seperti sekarang, yang punya satu izin bisa untuk apa saja. BI akan membuat aturan tentang izin berjenjang (multi licence).

Tidak hanya soal izin berjenjang, BI juga tengah menggodok masalah remunerasi para bankir di Indonesia. BI menilai, gaji bankir di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan bankir di kasawan ASEAN. Pemicu BI akan mengatur masalah gaji bankir sejatinya adalah “oleh-oleh” krisis di Amerika Serikat (AS), yang salah satunya karena besaran remunerasi bagi para bankir perbankan di negara tersebut.

BI Rate Tetap 5,75%

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 11 Oktober 2012 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,75%. Tingkat suku bunga tersebut dipandang masih konsisten dengan tekanan inflasi yang rendah dan terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2012 dan 2013, yaitu 4,5% ± 1%. Fokus kebijakan tetap diarahkan untuk menjaga keseimbangan eksternal dengan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi domestik. Rapat Dewan Gubernur memandang bahwa berbagai kebijakan yang dilakukan sebelumnya telah mendorong penurunan defisit transaksi berjalan. Sementara itu, perekonomian domestik masih tumbuh cukup baik meskipun tidak setinggi prakiraan sebelumnya akibat berlanjutnya pelemahan perekonomian global. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengevaluasi dampak dari kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan dan apabila diperlukan akan mengambil langkah-langkah kebijakan lanjutan sesuai dengan dinamika perekonomian. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mengelola permintaan domestik dan perbaikan neraca pembayaran agar tetap sejalan dengan upaya menjaga kestabilan ekonomi makro dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional. 

Dewan Gubernur mencermati bahwa perekonomian global cenderung tumbuh lebih lambat dari perkiraan dan masih dibayangi dengan ketidakpastian. Pemulihan ekonomi AS masih rentan, sementara ekonomi Eropa masih mengalami kontraksi seiring krisis yang masih berlanjut. Di sisi lain, perekonomian China dan India juga diprakirakan semakin menurun. Inflasi global secara umum juga relatif moderat, sejalan dengan harga komoditas dunia yang masih cenderung turun. Kondisi tersebut mendorong otoritas di berbagai negara untuk menempuh kebijakan yang lebih longgar untuk mendorong pemulihan ekonomi. Langkah ini telah menimbulkan sentimen positif di pasar keuangan global, termasuk arus modal asing ke negara-negara emerging

15 Agustus 2012

Jadwal Kegiatan Kantor dan Operasional Bank Indonesia Sehubungan dengan Idul Fitri 1433H /2012


PENGUMUMAN

JADWAL KEGIATAN KANTOR DAN OPERASIONAL BANK INDONESIA

SEHUBUNGAN DENGAN IDUL FITRI 1433 H / 2012 M

 

Sehubungan dengan cuti bersama dan libur Hari Raya Idul Fitri 1433 H/2012 M, dengan ini diberitahukan bahwa kegiatan kantor dan beberapa kegiatan operasional Bank Indonesia dilaksanakan sebagai berikut:

A.  Kegiatan Kantor
Seluruh Kantor Bank Indonesia (pusat dan daerah) pada 18 s/d 22 Agustus 2012 tidak beroperasi/ditutup untuk umum.

B. BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)& BI-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)
§  Rabu dan Kamis, 15 dan 16 Agustus 2012, jam operasional sistem BI-RTGS dan BI-SSSS diperpanjang selama 1 (satu) jam.
§  Senin s/d Rabu, 20 s/d 22 Agustus 2012, Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS tidak beroperasi.
§  Kamis dan Jumat, 23 dan 24 Agustus 2012, Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS beroperasi secara normal.

C. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
§  Kamis, 16 Agustus 2012:
-       Seluruh kegiatan penyelenggaraan SKNBI diadakan, kecuali kliring penyerahan wilayah kliring Jakarta dan Surabaya.
-       Waktu operasional SKNBI diatur sebagai berikut:
                            i.        Kliring kredit siklus 1 dan 2 dilaksanakan sesuai jadwal yang berlaku.
                           ii.        Jadwal kliring debet secara lokal ditetapkan oleh masing-masing penyelenggara kliring lokal.
-       Mekanisme penyediaan pendanaan awal (prefund) untuk kliring debet dan kliring kredit diadakan sesuai dengan jadwal yang berlaku.
§  Senin s/d Rabu, 20 s/d 22 Agustus 2012, seluruh kegiatan penyelenggaraan SKNBI ditiadakan.
§  Kamis, 23 Agustus 2012:
-       Seluruh kegiatan SKNBI diadakan sesuai jadwal dan ketentuan yang berlaku, kecuali kliring pengembalian H+1 wilayah kliring Jakarta dan Surabaya, ditiadakan.
-       Waktu operasional SKNBI diatur sebagai berikut:
                            i.        Kliring kredit siklus 1 dilaksanakan sesuai jadwal yang berlaku.
                           ii.        Jadwal kliring debet secara nasional diperpanjang proporsional selama 1 (satu) jam.
                          iii.        Jadwal kliring debet secara lokal ditetapkan oleh masing-masing penyelenggara kliring lokal.
-       Mekanisme penyediaan pendanaan awal (prefund) untuk kliring debet dan kliring kredit diadakan sesuai dengan jadwal yang berlaku.
§ Jumat, 24 Agustus 2012:
-       Seluruh kegiatan penyelenggaraan SKNBI diadakan sesuai jadwal yang berlaku.
-       Mekanisme penyediaan pendanaan awal (prefund) untuk kliring debet dan kliring kredit diadakan sesuai dengan jadwal yang berlaku.

D. Layanan Kas
§  Kamis, 16 Agustus 2012, layanan kas beroperasi normal sebagaimana ketentuan yang berlaku.
§  Senin s/d Rabu, 20 s/d 22Agustus 2012, layanan kas ditiadakan.
§  Kamis, 23 Agustus 2012, layanan kas beroperasi normal sebagaimana ketentuan yang berlaku.

05 Agustus 2012

APAKAH WNA BOLEH MENJADI DEBITUR SEBUAH BANK DI INDONESIA


Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No. 3/3/PBI/2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang menyediakan kemungkinan bagi berbagai transaksi untuk kepentingan pembiayaan yang bermanfaat bagi perekonomian domestik. Namun, kemudian sejak 14 Juli 2005 peraturan tersebut dicabut oleh Bank Indonesia (“BI”) dengan Peraturan BI No. 7/14/PBI/2005 (“PBI 7/2005”). Hal tersebut dilakukan sebagai langkah penyempurnaan agar ketentuan yang berlaku tidak menghambat kegiatan produktif dan dapat sejalan dengan beberapa perkembangan terakhir. Di pihak lain, langkah itu bertujuan agar dapat tetap menunjang tercapainya stabilitas sistem keuangan dan moneter di dalam negeri.
Berdasarkan Pasal 3 PBI 7/2005, bank dilarang memberikan kredit baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing kepada pihak asing. Pihak asing sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut meliputi:
  1.  Warga negara asing
  2.  Badan hukum asing atau lembaga asing lainnya
  3. Warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap (permanent resident) negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia
  4.  Kantor Bank di luar negeri dari bank yang berkantor pusat di Indonesia
  5.  kantor perusahaan di luar negeri dari perusahaan yang berbadan hukum Indonesia.

Pengecualian atas larangan terhadap pemberian kredit tersebut di atas meliputi (Lihat Pasal 1 angka 2 PBI 7/2005):
  1. Kredit dalam bentuk sindikasi yang memenuhi persyaratan : Mengikutsertakan Prime Bank sebagai lead bank, diberikan untuk pembiayaan proyek di sektor riil untuk usaha produktif yang berada di    wilayah Indonesia, kontribusi bank asing sebagai anggota sindikasi lebih besar dibandingkan dengan kontribusi bank dalam negeri.
  2. kartu kredit 
  3. Kredit konsumsi yang digunakan di dalam negeri
  4. Cerukan intrahari rupiah dan valuta asing yang didukung oleh dokumen yang bersifat authenticated yang menunjukkan konfirmasi akan adanya dana masuk ke rekening bersangkutan pada hari yang sama dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia
  5. Cerukan dalam rupiah dan valuta asing karena pembebanan biaya administrasi
  6. Pengambilalihan tagihan dari badan yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola aset-aset bank dalam rangka restrukturisasi perbankan Indonesia oleh Pihak Asing yang pembayarannya dijamin oleh Prime Bank. (Lihat Pasal 9 ayat [1] PBI 7/2005)

Jadi, jelas bahwa Peraturan BI menyatakan WNA tidak dibolehkan mendapatkan kredit. Adapun WNA yang menikah dengan WNI di luar negeri, hanya diakui sah setelah didaftarkan di Catatan Sipil di Indonesia. Setelah pernikahan didaftarkan, maka jika tidak terdapat perjanjian pra-nikah, terjadilah persatuan harta, yang disebut harta bersama. Oleh karena itu, kredit yang akan diterima oleh pasangan yang WNI harus dianggap merupakan harta bersama yang sebagian merupakan hak pasangan WNA. Sebagian Bank di Indonesia membolehkan WNI yang memiliki pasangan WNA untuk mendapatkan kredit dengan jaminan tertentu dan kondisi tertentu yang tentunya prosentase jumlah kredit akan dihitung dari besar jaminan yang menjadi hak dari WNI.
Perlu diperhatikan pula ketentuan Pasal 3 jo Pasal 1 angka 2 huruf c PBI 7/2005 di atas, bahwa warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap (permanent resident) negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia, (juga) tidak boleh mendapat kredit dari Bank di Indonesia.
Dasar hukum:

29 Juli 2012

BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK)

Untuk mengurangi potensi kegagalan usaha sebagai akibat dari konsentrasi penyediaan dana, bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, al dengan melakukan penyebaran dan diversifikasi portofolio penyediaan dana terutama kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait sebesar persentase tertentu dari modal bank yang dikenal dengan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit).
Mengingat terdapat hubungan yang signifikan antara kegagalan usaha bank dengan konsentrasi penyediaan dana, maka bank dilarang untuk memberikan penyediaan dana yang mengakibatkan PELANGGARAN BMPK. Disamping larangan dan pembatasan persentase tertentu dari permodalan, bank diwajibkan pula menerapkan manajemen risiko kredit yang lebih prudent kepada pihak terkait maupun peminjam atau kelompok peminjam yang memiliki eksposur besar (large exposure).
Hal utama dalam pengaturan BMPK  adalah : 
  1.  Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait ditetapkan maksimum 10% dari modal bank
  2. Penyediaan dana kepada satu peminjam yang Bukan Pihak Terkait maksimum 20% dari modal bank.
  3. Penyediaan dana kepada satu kelompok peminjam yang Bukan Pihak terkait maksimum 25% dari modal bank.
Secara operasional, mengingat bank dipengaruhi pula faktor eksternal, maka penyediaan dana dapat dikatakan tidak melanggar namun melampaui batas maksimumnya apabila disebabkan adanya penurunan modal bank, perubahan nilai tukar dan perubahan nilai wajar.
Mengingat peranan dalam perekonomian nasional khususnya sebagai lembaga intermediasi, maka meski terdapat pembatasan dalam penyediaan dananya, bank tetap perlu didorong untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui langkah2 penyaluran dana kepada sektor riil dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, penyediaan dana tertentu diberikan kelonggaran atau pengecualian dalam penerapan BMPK, antara lain : penyediaan dana kepada BUMN yang bidang usahanya mempengaruhi hajat hidup orang banyak termasuk pembangunan infrastruktur, penyediaan dana yang dijamin oleh prime bank dan lembaga pembangunan multilateral, serta penyediaan dana kepada nasabah dengan pola kemitraan inti-plasma. Disamping itu, sejalan dengan upaya konsolidasi perbankan, penyertaan modal kepada bank lain dapat tidak diperhitungkan dalam BMPK.

27 Juli 2012

KREDIT SINDIKASI

Menurut Kamus yang dimuat dalam situs resmi Bank Indonesia , disebutkan bahwa kredit sindikasi adalah:

Pemberian kredit oleh sekelompok bank kepada satu debitur, yang jumlah kreditnya terlalu besar apabila diberikan oleh satu bank saja (loan syndication).

Kredit sindikasi di Indonesia pada awalnya diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/33/UPK tanggal 3 Oktober 1973 mengenai Pembiayaan Bersama oleh Bank-Bank Pemerintah (Konsorsium), dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/26/UPK yang dikeluarkan pada tahun 1979. Terakhir, kredit sindikasi diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/23/DPD tertanggal 8 Juli 2005.

Keuntungan memberikan kredit sindikasi adalah ( Budhiono Budoyo dalam makalahnya berjudul “Aspek Bisnis dalam Pembentukan Kredit Sindikasi dan Tanggung Jawab Masing-Masing Pihak di Dalamnya” yang dibukukan dalam proceedings “Kredit Sindikasi”, hasil kerjasama Pusat Pengkajian Hukum dan Mahkamah Agung RI) :
1.      Dapat mengatasi masalah BMPK (Batas Maksimal Penyaluran Kredit)
2.      Risk Sharing dengan bank lain
3.      Memupuk hubungan kerjasama dengan suatu grup usaha.
4.      Meningkatkan Fee Based Income (pendapatan yang berasal dari fee)
5.   Learning process bagi participating bank. Ada beberapa bank yang tidak mempunyai pengalaman dalam kredit sindikasi. Dengan menjadi salah satu peserta sindikasi, maka bank tersebut dapat mempelajari mengenai kredit sindikasi
6.    Agar dikenal di pasar sindikasi, bagi bank sulit untuk masuk ke dalam suatu kredit sindikasi terutama apabila tidak mempunyai pengalaman sindikasi. 

Sementara itu, Arief T. Surowidjojo dalam makalahnya “Aspek Hukum yang Harus Diperhatikan dalam Kredit Sindikasi” menguraikan beberapa permasalahan dalam kredit sindikasi yang harus diperhatikan antara lain:
  1. Hak, kewajiban dan tanggung jawab anggota sindikasi, harus secara detail diatur dalam perjanjian.
  2.  Hak, kewajiban dan tanggungjawab debitor pada para kreditor, misalnya kapan wanprestasi terjadi, apakah cukup bila wanprestasi terjadi pada satu kreditor atau harus kepada kreditor yang lain juga.
  3.  Masalah enforcement hak-hak anggota sindikasi.
  4.  Masalah dengan hukum dan yurisdiksi, apabila salahsatu peserta sindikasi adalah entity asing yang tunduk pada hukum asing. Menjadi masalah ke mana penyelesaian sengketa akan diajukan?

Dasar hukum:
  1. Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank
  2.  Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/23/DPD tertanggal 8 Juli 2005

26 Juli 2012

Kesiapan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Jelang Idul Fitri 1433H/2012

Dalam rangka mengantisipasi kebutuhan masyarakat menjelang Idul Fitri Tahun 1433 H / 2012, Bank Indonesia (BI) telah mempersiapkan sistem pembayaran tunai dan non tunai agar dapat melayani kebutuhan masyarakat. Berbagai langkah telah dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan uang tunai, dengan cara mengoptimalkan distribusi dan persediaan uang tunai di Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. Sebagaimana halnya siklus tahunan, selama periode Ramadhan dan Idul Fitri umumnya terjadi peningkatan kebutuhan uang tunai dan sistem pembayaran non-tunai untuk memenuhi transaksi masyarakat. 

Bank Indonesia memproyeksikan kebutuhan uang (outflow) periode Ramadhan dan Idul Fitri 2012 sebesar Rp 89,4 triliun atau meningkat sebesar Rp 9,1 triliun dibandingkan dengan realisasi outflow periode Ramadhan dan Idul Fitri tahun sebelumnya. Uang Pecahan Besar/UPB (pecahan Rp.100.000, Rp.50.000, dan Rp.20.000) diproyeksikan sebesar Rp 81,1 triliun dan Uang Pecahan Kecil/UPK (pecahan Rp.10.000, Rp.5.000, Rp.2.000, dan Rp.1.000 serta uang logam seluruh pecahan) diproyeksikan sebesar Rp 8,3 triliun. Persediaan uang ini dinilai sangat mencukupi dalam memenuhi proyeksi kebutuhan uang periode Ramadhan dan Lebaran 1433 H, baik dari sisi jumlah total maupun jumlah per pecahan. 

Infrastruktur dan layanan sistem pembayaran non tunai juga telah disiapkan untuk mengantisipasi peningkatan transaksi pembayaran non tunai (RTGS, Kliring) yang volume transaksinya selalu meningkat rata-rata 13,7% di atas transaksi normal harian. Transfer dana melalui SKNBI saat ini juga telah menggunakan sistem transfer dana close to real time “Si Kilat” (Sistem Kliring Kini Lebih Cepat). Dalam menghadapi lonjakan transaksi, BI akan optimal bekerja sama dengan Perbankan dan sepanjang dibutuhkan BI juga siap menambah jam layanan operasional. 

25 Juli 2012

BI Akan Revisi Aturan Kepemilikan Tunggal Bank |

Dalam melancarkan upaya penyehatan industri perbankan di Tanah Air, Bank Indonesia akan segera merevisi aturan Single Presence Policy sebagai tindak lanjut keluarnya aturan Kepemilikan Saham Bank Umum. 

Jakarta–Bank Indonesia (BI) berencana melakukan revisi terhadap aturan Single Presence Policy (SPP) terkait dengan keluarnya aturan Kepemilikan Saham Bank Umum. Seperti diketahui, aturan SPP menetapkan sebuah bank hanya boleh memiliki satu anak usaha berbentuk bank konvensional dan syariah.

Bank sentral berharap lewat penerapan aturan Kepemilikan Saham Bank Umum diharapkan industri perbankan dapat memperbaiki tingkat kesehatan dan tata kelola (good corporate governance/GCG) minimal ke level 2, yang dalam penilaian bank sentral masuk dalam kategori baik.

21 Juli 2012

Mobile Banking, Antara Perbankan dan Telekomunikasi

 Berkembangnya penggunaan piranti bergerak (mobile device) terutama ponsel dalam kehidupan sehari-hari konsumen kini semakin disikapi secara serius oleh industri perbankan. Di negara-negara maju pemanfaatan ponsel sebagai infrastruktur alternatif perbankan telah menunjukkan perkembangan yang pesat. Sedangkan negara-negara berkembang dengan populasi yang besar, sedianya siap mengembangkan infrastruktur teknologi untuk dapat mengimbangi tren masyarakat kota ini.

Menurut Howard Wilcox, analis senior dari Juniper Research, perbankan di negara maju -yang hampir seluruh masyarakatnya memiliki rekening di bank- mulai membidik pelanggan pada segmen tertentu, dengan menambahkan ragam pilihan dan saluran akses perbankan untuk melayani pelanggan. Strategi yang disebut additive banking inijuga bisa menjaring konsumenn yang belum memiliki rekening bank di negara-negara maju tersebut. Sementara itu di sisi lain perbankan di negara-negara berkembang yang pertumbuhannya terhambat oleh keterbatasan infrastruktur mulai meningkatkan ragam pelayanannya kepada pelanggannya. Mereka memperluas jangkaun pelayanan konvensional berbasis kantor cabang yang memiliki keterbatasan, denganmemanfaatkan secara optimal keberadaan ponsel yang penyebarannya sangat masif.
Berdasarkan temuan penelitian Juniper Research yang dirilis dalam laporan bertajuk “Mobile Banking: Strategies, Applications and Markets 2008-2013″, pengguna ponsel yang menggunakan perantinya untuk bertransaksi perbankan, di tahun 2011 akan mencapai 150 juta di seluruh dunia dan akan terus tumbuh hingga mencapai 1,4 miliar di tahun 2015. Potensi pasar terbesar ada di kawasan Timur dan Cina, Eropa Barat dan Amerika Utara.

Di AS, menurut laporan harris Interactive dalam “On-the0Go Mobile Purchases, Banking on the Rise”, saat ini 16% pelanggan ponsel di negara itu sudah menggunakan layanan mobile-banking  (60% di antaranya memakai layanan tersebut setidaknya seminggu sekali). Utamanya layanan mobile banking ini memang digunakan untuk mengecek saldo dan transfer antar rekening,meski ada juga yang mulai memakainya untuk hal yang sedikit lebih advance seperti berbelanja dan transaksi jual beli saham. Namun potensi ini bukan tidak mengandung resiko, baik dari sudut pandang konsumen (misalnya keamanan dalam bertransaksi) maupun dari sisi industri (seperti kebijakan yang mengatur lalu lintas transaksi). Harris Interactice manyatakan, setidaknya terdapat beberapa hal yang menjadi hambatan dalam meluasnya perkembangan gejala ini.

Kekuatiran untuk memberikan data diri pribadi seperti identitas rekeningmenjadi alasan utama resistensi mayoritas konsumen terhadap mobile banking, diikuti dengan besarnya peluang penipuan dan kejahatan finansial lainnya. Ada juga kekuatiran akan hilangnya piranti yang menyimpan beragam informasi bernilai yang sering digunakan untuk mobile banking. Agar industri mobile banking ini bisa diterima konsumen secara luas, isu keamanan memang merupakan kunci dalam mempengaruhi persepsi konsumen.
Sementara dari sisi industrinya, terminologi mobile banking  yangmasih sangat luas – tercakup di dalamnya tramsaksi perbankan berikut pembayaran tagihan, pengiriman uang, notifikasi, informasi saham dan bahkan dompet elektronik sampai dengan perkembangan terakhir yang menjadikan internet dapat diakses melalui perangkat mobile- memang menciptakan banyakpeluang sekaligus potensi gesekan di antara dua industri besar, yaitu antara telekomunikasi dan perbankan.

Sumber

20 Juli 2012

Memulai Pemasaran Melalui Social Media

Suka atau tidak, Anda membutuhkan social media untuk mengembangkan dan menjaga reputasi Anda, serta menumbuhkan bisnis Anda.

Ketika Anda memutuskan menggunakan socialmedia untuk membangun bisnis Anda, maka Anda harus aktif, atau harus ‘eksis’. Tiada hari tanpa posting. Jika Anda no action, maka Anda akan hilang tertimbun oleh yang lain. Bayangkan jika tak ada satupun yang menyebut nama Anda, berarti Anda kehilangan salah satu kesempatan untuk berkembang. Jadi, bergabung dalam social media tak hanya membutuhkan modal dan kesempatan, namun juga kehendak untuk mengembangkan reputasi Anda.

Mulailah dengan rencana yang tujuannya jelas dan framework organisasi tertata agar anda tidak keluar dari niat  semula.

Tentukan tujuan Anda dengan jelas. Apa yang Anda ingin dapatkan dari social media ? Mengapa Anda memilih cara ini ? Apakah Anda mencoba menyelenggarakan penjualan langsung ? Ataukah sebagai layanan konsumen saja ? Apakah Anda ingin membangun hubungan dengan pelanggan dan mengarahkannya menjadi pelanggan yang loyal ? Jawaban Anda atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat mempengaruhi tipe content yang Anda publikasikan dan aktifitas di mana Anda berperanserta dalam socialmedia.
Evaluasilah sumber daya Anda. Siapa yang membuat konten Anda ? Siapa yang akan mengurus account social media Anda ? Siapa yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ? Cukupkah kemampuan teknis untuk terjun dalam socialmedia ? Jika tidak, sanggupkah Anda mempelajarinya ? Dapatkah Anda atau orang yang bekerja untuk Anda menulis dengan baik ? Anda harus yakin telah mendapatkan orang yang tepat untuk menjalankan rencana pemasaran melalui social media Anda.

02 Juni 2012

KPR BANK RIAU KEPRI DENGAN BUNGA TERENDAH SE INDONESIA

Bank Indonesia (BI) telah merilis daftar suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan di akhir April 2012. Berdasarkan data tersebut sebanyak 15 bank nasional menawarkan kredit kepemilikan rumah (KPR) murah dengan bunga single digit.

PT. Bank Riau Kepri menjadi juara dengan memberikan bunga kredit KPR murah sebesar 6,78% kemudian disusul oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah yang sebesar 7,13%.

Berikut data Suku Bunga Dasar Kredit khusus KPR murah yang disalurkan bank:
  1. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Riau Kepri = 6,78%
  2. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah = 7,13%
  3. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali = 8,11%
  4. Bank Pembangunan Daerah (BPD) DKI Jakarta = 8,17%
  5. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Timur = 8,21%
  6. Standard Chartered Bank = 8,46%

28 Mei 2012

Kisah Sukses Zhou Chengjian, penjahit China jadi Miliarder

Dari Penjahit Menjadi Miliarder

Lebih dari 2.600 butik pakaian telah didirikan Zhou Chengjian di seluruh penjuru China. Kini, bisnisnya bahkan telah memasuki Taiwan dan Hong Kong. Hebatnya, Chengjian memulai usahanya dari nol sebagai seorang penjahit biasa.

Lebih dari 2.200 merek pakaian dan 3.000 desain baru setiap tahunnya dijual di tokonya. Ekspansi yang terus digencarkan Chengjian pun semakin menambah pundi-pundi kekayaannya. Forbes mencatat, nilai kekayaan Chengjian mencapai USD2,6 miliar pada tahun ini dan menduduki peringkat 246 orang terkaya di dunia.

Tak aneh jika mantan penjahit ini didaulat sebagai miliarder pendatang baru yang sukses dengan bisnis pakaiannya, Metersbonwe. Chengjian selalu mengatakan bahwa lakukan bisnis besar dan galilah otak untuk meraih keuntungan. Dia mengutarakan bahwa pemerintah telah menawarkan berbagai sumber daya dan memberikan kesempatan bagi pengusaha untuk mengeksplorasinya.

“Terpenting, memulai bisnis bukan urusan sepele, tetapi kita harus mencari pasar yang lebih sulit dibandingkan menemui wali kota,” paparnya.
Pada 1982, ketika Chengjian berusia 17 tahun, ia mendirikan butik pakaian di kota kelahirannya, Zhejiang. Namun, tanpa dukungan modal yang kuat, akhirnya toko tersebut gulung tikar.

Plus-Minus Ekonomi Indonesia

Ketidakpastian ekonomi saat ini setidaknya Indonesia memiliki kekuatan untuk terus berkembang. Tapi, bukan berarti mulus. Ekonomi Indonesia masih menyimpan sejumlah kelemahan. Apa saja itu ?

Jakarta–Ketidakpastian ekonomi global saat ini tentu harus dihadapi Indonesia dengan tantangan yang berat dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi seperti tahun lalu. Indonesia sendiri memiliki beberapa karakteristik yang tetap mampu mendongkrak ekonomi tumbuh dengan kuat. Namun, Indonesia juga memiliki beberapa kelemahan.

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu, 23 Mei 2012, mengatakan, Indonesia setidaknya memiliki kekuatan, peluang, dan ancaman dalam ketidakpastian ekonomi yang masih terjadi hingga sekarang ini. “Dalam ketidakpastian ekonomi sekarang Indonesia memiliki strengths, opportunities, weaknesses, dan threats“, ujar Destry.

Ia mengungkapkan, dalam hal kekuataan, Indonesia memiliki ekonomi domestik yang kuat, seperti memiliki market yang besar, jumlah penduduk dan usia produktif serta Sumber Daya Alam yang melimpah. Selain itu, lanjutnya, Indonesia memiliki kelas menengah yang terus bertumbuh, adanya predikat investment grade, cadangan devisa yang kuat, pengelolaan utang pemerintah yang lebih berhati-hati, dan kebijakan moneter yang komprehensif.

“Ini menjadi sebuah fondasi kita untuk terus mengalami pertumbuhan yang baik pada tahun ini. Karena itu harus bisa dioptimalkan dengan baik sebagaimana mestinya”, harap Destry. Sementara dari sisi peluang, Indonesia memiliki peluang dikarenakan adanya pergeseran kekuataan ekonomi dari Barat ke Timur, semakin berperannya Indonesia di dalam forum dialog internasional seperti G20, APEC, dan semacamnya.

“Ini menjadi sebuah kesempatan Indonesia memiliki peluang yang besar untuk bisa memanfaatkan hal tersebut”, tutur Destry. Namun, masih kata Destry, Indonesia memiliki beberapa masalah yang menjadi sebuah kelemahan, yaitu kondisi infrastruktur yang belum memadai, sektor keuangan yang rentan terhadap gejolak ekonomi global, kualitas SDM Indonesia yang relatif masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga. “Sangat disayangkan sekali menurut saya. Karena ini bisa menghambat Indonesia untuk bertumbuh pada tahun ini. Kita berharap pemerintah memberikan perhatian untuk menyelesaikan hal itu. Apalagi, dominasi kepentingan politik dalam kebijakan ekonomi masih ada”, terang Destry.

Bahkan, Destry memberi sedikit ancaman manakala pemerintah Indonesia tidak mempersiapkan secara pasti dan baik dalam menghadapi persaingan dan tantangan yang siap menghadang ke depan.

“Indonesia itu harus siap, karena kesiapan Indonesia dalam menghadapi persaingan global, seperti implentasi AEC harus baik. Selain itu kondisi ekonomi global yang tidak kondusif. Defisit Current Account (CA) yang memiliki kencendrungan memburuk, dan adanya ketidakpastian harga minyak dunia. Ini kalau tidak bisa diselesaikan bukan hanya ancamana, tapi bisa menjadi penghambat Indonesia berkembang”, tutup Destry. (Majalah Infobank)