Rapat Dewan Gubernur (RDG)
Bank Indonesia pada tanggal 9 Februari 2012 memutuskan untuk menurunkan
BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Keputusan ini diambil
sebagai langkah lanjutan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan
ekonomi Indonesia di tengah menurunnya kinerja ekonomi global, dengan
tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar
Rupiah. Dengan keputusan BI Rate ini, koridor bawah dan atas suku bunga
operasi moneter Bank Indonesia masing-masing menjadi 3,75% untuk
fasilitas simpanan o/n (deposit facility rate) dan 6,75% untuk fasilitas
pinjaman o/n (lending facility rate). Ke depan, Bank Indonesia akan
terus mewaspadai risiko memburuknya perekonomian global dan dampak
kebijakan Pemerintah di bidang energi, dan akan terus memperkuat bauran
kebijakan moneter dan makroprudensial, serta koordinasi kebijakan dengan
Pemerintah. Dewan Gubernur meyakini bahwa penerapan bauran kebijakan
moneter dan makroprudensial yang bersifat counter-cyclical sangat
diperlukan dalam pengelolaan makroekonomi secara keseluruhan serta untuk
membawa inflasi pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5%±1% pada tahun
2012 dan 2013.
Dewan Gubernur mencermati prospek ekonomi
global yang terus menurun seiring krisis Eropa yang masih berlanjut dan
perlambatan ekonomi negara-negara emerging markets.
Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2012 diprakirakan menjadi 3,3%,
lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sebesar 3,7%. Penyelesaian krisis
yang dialami negara-negara Eropa terkait utang dan defisit fiskal masih
akan memakan waktu dan mengandung ketidakpastian, sementara pemulihan
ekonomi AS masih lemah. Hal tesebut berdampak pada perdagangan global
yang menurun dan berpengaruh pada penurunan kinerja ekonomi
negara-negara emerging markets, termasuk Indonesia. Sejalan dengan
aktivitas ekonomi global yang melemah, harga komoditas global non-energi
cenderung menurun, dan disertai dengan penurunan tekanan inflasi
global.
Di sisi domestik, Dewan Gubernur menilai
perekonomian Indonesia masih memiliki daya tahan yang kuat, meskipun
dengan kecenderungan pertumbuhan yang lebih rendah seiring dengan
menurunnya prospek perekonomian global. Untuk triwulan I-2012,
pertumbuhan ekonomi diprakirakan sebesar 6,5%, sementara untuk
keseluruhan tahun 2012 akan cenderung pada batas bawah prakiraan
6,3-6,7%. Sumber pertumbuhan terutama dari permintaan domestik, didukung
oleh konsumsi rumah tangga dan investasi yang tetap kuat. Konsumsi
rumah tangga yang kuat ditopang oleh perbaikan daya beli dan keyakinan
konsumen yang membaik seiring dengan terkendalinya inflasi. Peningkatan
investasi didukung oleh iklim investasi yang kondusif dan persepsi
terhadap prospek ekonomi Indonesia yang positif. Sementara itu,
pertumbuhan ekspor diperkirakan akan melambat seiring dengan perlambatan
ekonomi global. Dari sisi produksi, sektor-sektor yang diperkirakan
menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri,
sektor transportasi dan komunikasi, serta sektor perdagangan, hotel dan
restoran.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
pada triwulan I-2012 diprakirakan akan mencatat surplus meskipun dengan
kecenderungan yang lebih rendah. Transaksi berjalan
diperkirakan akan mengalami defisit seiring dengan menurunnya
pertumbuhan ekspor sementara impor masih relatif besar. Surplus NPI pada
triwulan I-2012 akan ditopang oleh transaksi modal dan finansial
seiring dengan aliran investasi langsung (FDI) dan portofolio yang
diprakirakan akan meningkat. Hal tersebut didukung oleh fundamental
ekonomi domestik yang kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Selain itu, pencapaian investment grade diprakirakan akan memperkuat
sentimen positif terhadap perekonomian Indonesia. Dengan perkembangan
tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir Januari 2012 mencapai 112
miliar dolar AS, atau setara dengan 6,2 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri Pemerintah.
Pergerakan nilai tukar Rupiah cenderung stabil meskipun sedikit melemah.
Selama Januari 2012, Rupiah secara rata-rata melemah 0,28% (yoy)
menjadi Rp9.060 per dolar AS, namun secara point-to-point menguat
sebesar 0,65% (yoy) ke level Rp8.990 per dolar AS. Meningkatnya
permintaan valas terkait kebutuhan impor, terutama impor BBM, memberikan
tekanan terhadap rupiah. Meskipun demikian, tekanan tersebut dapat
diimbangi dengan sentimen positif terkait kenaikan peringkat utang
(credit rating) Indonesia. Untuk menjaga keseimbangan pasar domestik,
Bank Indonesia terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah dan
memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas.
Inflasi terus mengalami tren penurunan.
Inflasi pada Januari 2012 tercatat 3,65% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,79% (yoy).
Penurunan tekanan inflasi didorong oleh penurunan inflasi bahan pangan
seiring pasokan yang terjaga. Sementara itu, inflasi inti relatif stabil
seiring dengan harga komoditas global non-energi yang menurun dan
ekspektasi inflasi yang membaik. Di sisi lain, inflasi administered
prices hanya mengalami sedikit peningkatan seiring dengan kenaikan cukai
rokok. Ke depan, apabila tidak ada kebijakan penurunan subsidi BBM,
inflasi diperkirakan akan terus mengalami penurunan. Bank Indonesia akan
mewaspadai dampak kebijakan Pemerintah di bidang energi yang dapat
memberikan tekanan inflasi yang meningkat.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang disertai dengan terus membaiknya fungsi intermediasi perbankan.
Perkembangan industri perbankan semakin solid sebagaimana tercermin
pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang
berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah
(NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, intermediasi
perbankan juga terus membaik, tercermin dari pertumbuhan kredit yang
hingga akhir Desember 2011 mencapai 24,5% (yoy), di mana kredit
investasi tumbuh sebesar 33,2% (yoy), kredit modal kerja tumbuh sebesar
21,4% (yoy), dan kredit konsumsi tumbuh sebesar 24,1% (yoy).
Ke depan, Dewan Gubernur akan terus
mewaspadai dampak penurunan ekonomi global terhadap perekonomian
Indonesia dan dampak kebijakan Pemerintah di bidang energi.
Bank Indonesia akan terus berupaya mengoptimalkan peran kebijakan
moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian, menjaga stabilitas pasar
keuangan, dan memitigasi dampak perlambatan ekonomi global, dengan
senantiasa menjangkar ekspektasi inflasi ke depan ke arah sasarannya.
Untuk itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui
respon kebijakan suku bunga, kebijakan nilai tukar, kebijakan
makroprudensial dalam rangka pengelolaan capital flows, kebijakan
makroprudensial dalam rangka pengelolaan likuiditas, dan koordinasi
kebijakan bersama Pemerintah.