Sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No. 3/3/PBI/2001 tentang
Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank
yang menyediakan kemungkinan bagi berbagai transaksi untuk kepentingan
pembiayaan yang bermanfaat bagi perekonomian domestik. Namun, kemudian
sejak 14 Juli 2005 peraturan tersebut dicabut oleh Bank Indonesia (“BI”)
dengan Peraturan BI No. 7/14/PBI/2005 (“PBI 7/2005”). Hal
tersebut dilakukan sebagai langkah penyempurnaan agar ketentuan yang
berlaku tidak menghambat kegiatan produktif dan dapat sejalan dengan
beberapa perkembangan terakhir. Di pihak lain, langkah itu bertujuan
agar dapat tetap menunjang tercapainya stabilitas sistem keuangan dan
moneter di dalam negeri.
Berdasarkan Pasal 3 PBI 7/2005,
bank dilarang memberikan kredit baik dalam rupiah maupun dalam valuta
asing kepada pihak asing. Pihak asing sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan tersebut meliputi:
- Warga negara asing
- Badan hukum asing atau lembaga asing lainnya
- Warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap (permanent resident) negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia
- Kantor Bank di luar negeri dari bank yang berkantor pusat di Indonesia
- kantor perusahaan di luar negeri dari perusahaan yang berbadan hukum Indonesia.
Pengecualian atas larangan terhadap pemberian kredit tersebut di atas meliputi (Lihat Pasal 1 angka 2 PBI 7/2005):
- Kredit dalam bentuk sindikasi yang memenuhi persyaratan : Mengikutsertakan Prime Bank sebagai lead bank, diberikan untuk pembiayaan proyek di sektor riil untuk usaha produktif yang berada di wilayah Indonesia, kontribusi bank asing sebagai anggota sindikasi lebih besar dibandingkan dengan kontribusi bank dalam negeri.
- kartu kredit
- Kredit konsumsi yang digunakan di dalam negeri
- Cerukan intrahari rupiah dan valuta asing yang didukung oleh dokumen yang bersifat authenticated yang menunjukkan konfirmasi akan adanya dana masuk ke rekening bersangkutan pada hari yang sama dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia
- Cerukan dalam rupiah dan valuta asing karena pembebanan biaya administrasi
- Pengambilalihan tagihan dari badan yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola aset-aset bank dalam rangka restrukturisasi perbankan Indonesia oleh Pihak Asing yang pembayarannya dijamin oleh Prime Bank. (Lihat Pasal 9 ayat [1] PBI 7/2005)
Jadi, jelas
bahwa Peraturan BI menyatakan WNA tidak dibolehkan mendapatkan kredit.
Adapun WNA yang menikah dengan WNI di luar negeri, hanya diakui sah
setelah didaftarkan di Catatan Sipil di Indonesia. Setelah pernikahan
didaftarkan, maka jika tidak terdapat perjanjian pra-nikah, terjadilah
persatuan harta, yang disebut harta bersama. Oleh karena itu, kredit
yang akan diterima oleh pasangan yang WNI harus dianggap merupakan harta
bersama yang sebagian merupakan hak pasangan WNA. Sebagian Bank di
Indonesia membolehkan WNI yang memiliki pasangan WNA untuk mendapatkan
kredit dengan jaminan tertentu dan kondisi tertentu yang tentunya
prosentase jumlah kredit akan dihitung dari besar jaminan yang menjadi
hak dari WNI.
Perlu diperhatikan pula ketentuan Pasal 3 jo Pasal 1 angka 2 huruf c PBI 7/2005 di atas, bahwa warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap (permanent resident) negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia, (juga) tidak boleh mendapat kredit dari Bank di Indonesia.
Dasar hukum:
1 komentar:
artikel bagus!
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.