Rapat Dewan Gubernur (RDG)
Bank Indonesia pada tanggal 8 September 2011 memutuskan untuk
mempertahankan BI Rate sebesar 6,75%. Dalam rangka mendorong kegiatan di
pasar uang antar bank di tengah besarnya ekses likuiditas selama ini,
Bank Indonesia memperlebar batas bawah koridor suku bunga operasi
moneter yang semula 100 bps menjadi 150 bps di bawah BI rate.
Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan perlunya menjaga
stabilitas perekonomian di tengah meningkatnya ketidakpastian sistem
keuangan global yang dipicu masalah utang AS dan Eropa. Meskipun gejolak
yang ditimbulkan ketidakpastian perekonomian global masih terbatas,
Bank Indonesia terus mencermati dampak penurunan kinerja ekonomi dan
keuangan global terhadap kinerja perekonomian Indonesia ke depan. Dalam
kaitan ini, Bank Indonesia akan mengambil respon suku bunga serta bauran
kebijakan moneter dan makroprudensial lainnya untuk memitigasi potensi
penurunan kinerja perekonomian Indonesia tersebut dengan tetap
mengutamakan pencapaian sasaran inflasi, yaitu 5%±1% pada tahun 2011 dan
4,5%±1% pada tahun 2012. Bank Indonesia juga akan mempererat koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah dalam rangka mengantisipasi dampak
penurunan ekonomi dan keuangan global tersebut.
Dewan Gubernur menilai bahwa sejauh ini
kinerja perekonomian domestik menunjukkan ketahanan yang baik di tengah
meningkatnya kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia.
Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2011 diprakirakan akan mencapai 6,6%,
ditopang oleh ekspor, konsumsi dan investasi. Ekspor diprakirakan masih
tumbuh cukup tinggi sejalan dengan prakiraan masih tingginya realisasi
perdagangan dunia serta harga komoditas internasional. Namun selanjutnya
pengaruh penurunan pertumbuhan ekonomi global diprakirakan akan mulai
terasa pada kinerja ekspor Indonesia. Di sisi lain, konsumsi masih tetap
kuat sejalan dengan optimisme konsumen dan prakiraan peningkatan
belanja Pemerintah sebagaimana pola historisnya. Sementara itu, kegiatan
investasi juga meningkat, didukung oleh perkembangan proyek
infrastruktur dan kebijakan Pemerintah mendukung investasi. Secara
sektoral, kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi masih berasal
dari sektor perdagangan, hotel & restoran, sektor transportasi
& komunikasi, dan sektor industri.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada
triwulan III-2011 diprakirakan mengalami surplus yang lebih rendah dari
triwulan sebelumnya. Impor diperkirakan akan terus
terakselerasi seiring dengan kegiatan ekonomi domestik yang meningkat,
sehingga tekanan terhadap transaksi berjalan cenderung meningkat. Namun,
hal tersebut masih dapat diimbangi oleh surplus transaksi modal dan
finansial, meskipun sempat mengalami tekanan akibat perkembangan situasi
global. Sejalan dengan itu, cadangan devisa pada akhir Agustus 2011
tercatat sebesar 124,6 miliar dolar AS, atau setara dengan 7,1 bulan
impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Nilai tukar Rupiah cenderung menguat meskipun relatif terbatas.
Pada bulan Agustus 2011, nilai tukar Rupiah secara rata-rata menguat
tipis 0,05% ke level Rp 8.525 per dolar AS dengan volatilitas yang
menurun, meskipun sempat tertekan oleh faktor sentimen global terkait
kekhawatiran terhadap prospek ekonomi AS dan Eropa. Penguatan Rupiah
masih ditopang oleh fundamental ekonomi domestik yang kuat dan imbal
hasil yang menarik. Bank Indonesia terus memonitor perkembangan nilai
tukar Rupiah dan memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas yang
diperlukan untuk menjaga keseimbangan pasar domestik.