Rapat Dewan Gubernur (RDG)
Bank Indonesia pada 13 Juni 2013 memutuskan untuk menaikkan BI Rate
sebesar 25 bps menjadi 6,00%, dengan suku bunga Deposit Facility dan suku bunga Lending Facility masing-masing tetap sebesar 4,25% dan 6,75%. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari bauran kebijakan Bank Indonesia untuk secara pre-emptive
merespons meningkatnya ekspektasi inflasi serta memelihara kestabilan
makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan di tengah ketidakpastian di
pasar keuangan global. Bank Indonesia tetap melakukan stabilisasi nilai
tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dan terus menjaga kecukupan
likuiditas di pasar valas domestik. Bank Indonesia akan melanjutkan
penguatan operasi moneter melalui pengayaan instrumen moneter dan
pendalaman pasar uang rupiah dan valas. Disamping itu, penguatan
kebijakan makroprudensial juga dipersiapkan untuk mencegah meningkatnya
risiko yang berlebihan di sektor-sektor tertentu. Koordinasi bersama
Pemerintah juga terus diperkuat dengan fokus pada upaya meminimalkan
potensi tekanan inflasi serta memelihara stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan.
Perekonomian Indonesia pada triwulan
II-2013 diprakirakan bias ke batas bawah dari kisaran prakiraan
sebelumnya sebesar 5,9% - 6,1% sejalan dengan melemahnya perekonomian
global. Berlanjutnya krisis di Eropa dan perlambatan ekonomi
China berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi global untuk semakin bias
ke bawah. Perkembangan tersebut berdampak pada terbatasnya pertumbuhan
ekspor dan investasi, khususnya investasi non-bangunan. Sementara itu,
dorongan pertumbuhan terutama berasal dari konsumsi rumah tangga dan
investasi bangunan yang diprakirakan masih cukup kuat.
Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II-2013 diprakirakan membaik.
Perbaikan NPI ditopang oleh surplus yang cukup besar di Transaksi Modal
dan Finansial (TMF), setelah mengalami defisit di triwulan I-2013.
Surplus TMF didukung oleh aliran masuk modal investasi langsung dan
portofolio seiring dengan persepsi positif terhadap fundamental dan
prospek ekonomi Indonesia ke depan. Di sisi lain, sesuai dengan pola
musimannya defisit transaksi berjalan pada triwulan II-2013 diprakirakan
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja ekspor masih
tertekan karena lemahnya permintaan dan penurunan harga komoditas dunia,
sementara impor termasuk impor migas masih meningkat. Cadangan devisa
pada akhir Mei 2013 sebesar 105,1 miliar dolar AS atau setara dengan 5,8
bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas
standar kecukupan internasional.
Tekanan depresiasi nilai tukar Rupiah mengalami peningkatan pada Mei 2013. Nilai tukar rupiah secara point to point
melemah sebesar 0,74% (mtm) mencapai Rp9.795 per dolar AS atau secara
rata-rata melemah 0,36% (mtm) mencapai Rp9.758. Tekanan terhadap nilai
tukar Rupiah terutama dipengaruhi oleh reposisi aset keuangan dari emerging market
terkait kemungkinan penyesuaian stimulus moneter oleh the Fed serta
sentimen terhadap defisit fiskal dan transaksi berjalan di dalam negeri.
Pelemahan nilai tukar juga terjadi pada mata uang negara-negara di
kawasan Asia. Bank Indonesia terus melakukan stabilisasi nilai tukar
rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dan tetap menjaga kecukupan
likuiditas di pasar valas.
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Mei 2013 kembali mencatat deflasi, namun ekspektasi inflasi meningkat. IHK Mei 2013 tercatat -0,03% (mtm) atau 5,47% (yoy) didorong oleh deflasi harga kelompok volatile foods
seiring membaiknya pasokan pangan. Di sisi lain, inflasi inti tercatat
pada level yang rendah (3,99%, yoy) sejalan dengan harga komoditas
global yang menurun, nilai tukar yang terjaga dan respons sisi penawaran
yang masih memadai. Namun demikian, Bank Indonesia mencermati
ekspektasi inflasi yang meningkat terkait dengan rencana kebijakan
subsidi BBM yang akan ditempuh Pemerintah. Sementara itu, tekanan administered prices
cenderung meningkat terkait penerapan tarif tenaga listrik tahap II dan
kelangkaan LPG. Ke depan, selain memperkuat bauran kebijakan Bank
Indonesia juga akan meningkatkan langkah-langkah koordinasi dengan
Pemerintah untuk mengendalikan ekspektasi inflasi dengan menjaga pasokan
bahan pangan dan memitigasi dampak lanjutan dari rencana kenaikan harga
BBM.
Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) sebesar 18,6% yang berada jauh di atas ketentuan minimum 8% dan rendahnya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross
yaitu sebesar 1,96% pada bulan April 2013. Sementara itu, pertumbuhan
kredit hingga akhir April 2013 melambat menjadi 21,9% (yoy) sejalan
dengan perlambatan ekonomi domestik. Kredit modal kerja dan kredit
investasi masih tumbuh cukup tinggi sebesar 23,0% (yoy) dan 23,7% (yoy),
sementara kredit konsumsi tumbuh 18,8% (yoy). Bank Indonesia memandang
tingkat pertumbuhan kredit perbankan masih cukup konsisten dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, Bank Indonesia
mewaspadai pertumbuhan kredit yang masih tinggi pada sektor-sektor
tertentu khususnya sektor properti. Ke depan, Bank Indonesia meyakini
stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dengan moderasi fungsi
intermediasi perbankan seiring dengan perlambatan kinerja perekonomian
nasional.(siaran pers BI)
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.