Sehubungan
dengan cuti bersama dan libur Hari Raya Idul Fitri 1434 H/2013 M,
dengan ini diberitahukan bahwa seluruh Kantor Bank Indonesia (pusat dan
daerah) pada 5 s/d 9 Agustus 2013 tidak beroperasi/ditutup untuk umum,
kecuali untuk kegiatan operasional sbb.:
|
|||||||
|
|||||||
|
21 Juli 2013
Jadwal Kegiatan Kantor dan Operasional Sehubungan Dengan Cuti Bersama dan Libur Hari Raya Idul Fitri 1434 H / Tahun 2013
12 Juli 2013
Kesiapan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Jelang Idul Fitri 1434H / 2013
Dalam rangka menyambut bulan
Ramadhan dan Idul Fitri Tahun 1434 H/ 2013, Bank Indonesia (BI) telah
mengantisipasi kebutuhan transaksi masyarakat dengan mempersiapkan
sistem pembayaran tunai dan non tunai. Berbagai langkah telah dilakukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan uang tunai, dengan cara mengoptimalkan
distribusi dan persediaan uang tunai di Kantor Pusat dan Kantor
Perwakilan BI Dalam Negeri. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, selama
periode Ramadhan dan Idul Fitri umumnya terjadi peningkatan kebutuhan
uang tunai dan sistem pembayaran non-tunai. Tahun ini diperkirakan akan
terjadi kenaikan sekitar 20%, antara lain dipengaruhi oleh faktor
pembagian gaji ke-13 PNS/TNI/Polri dan Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM).
Bank Indonesia memproyeksikan kebutuhan uang
masyarakat periode Ramadhan dan Idul Fitri 2013 sebesar Rp 103,1 triliun
atau meningkat sebesar Rp 17,4 triliun dibandingkan dengan realisasi
tahun sebelumnya. Kebutuhan Uang Pecahan Besar/UPB diproyeksikan sebesar
Rp 93,4 triliun dan Uang Pecahan Kecil/UPK diproyeksikan sebesar Rp 9,7
triliun. Bank Indonesia meyakini dapat memenuhi kebutuhan uang periode
Ramadhan dan Lebaran tahun ini, baik dari sisi jumlah total maupun
jumlah per pecahan.
Infrastruktur dan layanan sistem pembayaran non
tunai juga telah disiapkan untuk mengantisipasi peningkatan transaksi
pembayaran non tunai (RTGS, Kliring) yang volume transaksinya selalu
meningkat rata-rata 14% di atas transaksi normal harian. Untuk
mengakomodasi kebutuhan tersebut, sejak 1 Mei 2013, batas maksimum
transfer dana melalui Kliring telah ditingkatkan hingga Rp500.000.000
per transaksi. Batas ini juga didukung dengan sistem transfer dana close to real time
"Si Kilat" (Sistem Kliring Kini Lebih Cepat). Kliring diharapkan dapat
menjadi alternatif bertransaksi secara cepat dan murah. Dalam menghadapi
lonjakan transaksi RTGS dan Kliring ini, BI akan bekerja sama dengan
Perbankan bahkan akan menambah jam layanan operasional apabila
diperlukan.(Bank Indonesia)
11 Juli 2013
BI Rate naik 50 bps menjadi 6,50%
Rapat Dewan Gubernur (RDG)
Bank Indonesia pada 11 Juli 2013 memutuskan untuk menaikkan BI Rate
sebesar 50 bps menjadi 6,5%, dengan suku bunga Deposit Facility naik 50
bps menjadi 4,75% dan suku bunga Lending Facility tetap pada level 6,75%.
Kebijakan tersebut ditempuh untuk memastikan inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dapat segera kembali ke dalam lintasan sasarannya. Bersamaan dengan kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat bauran kebijakan. Pertama, melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai kondisi fundamentalnya dan menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas. Kedua, menyempurnakan ketentuan loan to value ratio sektor properti terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR)/Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk tipe-tipe tertentu. Ketiga, memperkuat langkah koordinasi dengan Pemerintah dengan fokus meminimalkan tekanan inflasi serta memelihara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut cukup memadai untuk mengendalikan tekanan inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan stabilitas sistem keuangan agar momentum pertumbuhan ekonomi dapat tetap terjaga dan bergerak kepada arah yang lebih sehat.
Kebijakan tersebut ditempuh untuk memastikan inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dapat segera kembali ke dalam lintasan sasarannya. Bersamaan dengan kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat bauran kebijakan. Pertama, melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai kondisi fundamentalnya dan menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas. Kedua, menyempurnakan ketentuan loan to value ratio sektor properti terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR)/Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk tipe-tipe tertentu. Ketiga, memperkuat langkah koordinasi dengan Pemerintah dengan fokus meminimalkan tekanan inflasi serta memelihara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut cukup memadai untuk mengendalikan tekanan inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan stabilitas sistem keuangan agar momentum pertumbuhan ekonomi dapat tetap terjaga dan bergerak kepada arah yang lebih sehat.
Perekonomian global masih cenderung melambat dan diliputi ketidakpastian yang tinggi.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) diprakirakan tidak sekuat
perkiraan semula, meskipun kegiatan produksi dan konsumsi menunjukkan
perbaikan. Permasalahan ekonomi Eropa masih belum menunjukan tanda-tanda
perbaikan yang berarti. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China dan
India tercatat lebih rendah dibandingkan dengan proyeksinya, meskipun
masih masih cukup tinggi. Berdasarkan perkembangan tersebut,
perekonomian dunia tahun 2013 diprakirakan tumbuh lebih rendah daripada
prakiraan semula menjadi 3,2%. Pada saat yang sama, harga komoditas
dunia juga masih cenderung menurun, kecuali harga minyak. Spekulasi
terkait kebijakan pengurangan (tapering) stimulus moneter oleh the Fed juga mempengaruhi kondisi keuangan global dan mengakibatkan terjadi pembalikan modal (capital reversal) di negara emerging markets. Di Indonesia, selama bulan Juni terjadi pelepasan penempatan pada SBN dan saham oleh investor asing sebesar USD 4,1 milyar.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
2013 diprakirakan pada kisaran 5,8%-6,2%, lebih rendah dari prakiraan
sebelumnya 6,2%-6,6%. Di samping melambatnya pertumbuhan pada
triwulan II dan triwulan III-2013 yaitu masing-masing menjadi 5,9%,
lebih rendahnya prakiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 tersebut akibat
belum kuatnya ekspor sejalan pertumbuhan ekonomi global dan harga
komoditas global yang masih lemah. Konsumsi rumah tangga dan investasi
diprakirakan juga sedikit tertahan sebagai dampak menurunnya daya beli
akibat belum kuatnya permintaan ekspor dan pasca kenaikan harga BBM
bersubsidi. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan kembali meningkat pada
triwulan IV-2013 dan berlanjut tahun 2014 yang diprakirakan pada kisaran
6,4%-6,8%.
Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI) pada triwulan II-2013 diperkirakan mengalami defisit
yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Perbaikan NPI
ditopang oleh surplus yang cukup besar di Transaksi Modal dan Finansial
(TMF), setelah mengalami defisit di triwulan I 2013. Surplus TMF
didukung oleh aliran modal masuk investasi langsung dan portofolio
seiring dengan persepsi positif terhadap fundamental dan prospek ekonomi
Indonesia ke depan. Di sisi lain, sesuai dengan pola musimannya defisit
transaksi berjalan pada triwulan II-2013 diprakirakan meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja ekspor masih tertekan karena
lemahnya permintaan dan penurunan harga komoditas dunia, sementara impor
termasuk impor migas masih meningkat. Cadangan devisa pada akhir Juni
2013 sebesar 98,1 milyar dolar AS atau setara dengan 5,4 bulan impor dan
pembayaran Utang Luar Negeri pemerintah, di atas standar kecukupan
internasional.
Nilai tukar rupiah pada triwulan II-2013 mengalami depresiasi sesuai dengan nilai fundamentalnya. Secara point to point,
nilai tukar rupiah melemah sebesar 2,09% (qtq) menjadi Rp9.925 per
dolar AS, atau secara rata-rata melemah 1,03% (qtq) menjadi Rp9.781 per
dolar AS. Seperti halnya pelemahan mata uang negara-negara di kawasan
Asia, depresiasi nilai tukar rupiah terutama dipengaruhi penyesuaian
kepemilikan non-residen di aset keuangan domestik dipicu sentimen
terkait pengurangan (tapering off) stimulus moneter oleh the
Fed. Perkembangan ini mengakibatkan pelemahan rupiah sejalan dengan tren
pergerakan mata uang negara-negara di kawasan Asia. Bank Indonesia
memandang bahwa perkembangan nilai tukar pada saat ini menggambarkan
kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Inflasi pada bulan Juni 2013 meningkat cukup tinggi sebesar 1,03% (mtm) atau 5,90% (yoy).
Peningkatan inflasi yang sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia
tersebut dipicu kenaikan harga BBM bersubsidi, yang kemudian mendorong
kenaikan harga kelompok administered prices dan volatile food.
Sementara itu, inflasi inti masih terkendali pada level 3,98% (yoy).
Bank Indonesia memperkirakan dampak kenaikan harga BBM bersifat temporer
sekitar tiga bulan, dengan puncaknya pada bulan Juli 2013, kemudian
menurun pada bulan Agustus 2013 dan kembali pada pola normal pada
September 2013. Bank Indonesia senantiasa mencermati dan merespon secara
terukur tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, dan
bersama dengan Pemerintah terus memperkuat langkah-langkah dalam
memitigasi dampak lanjutan kenaikan BBM terhadap inflasi. Berbagai
langkah tersebut diharapkan dapat segera meredam tekanan inflasi
sehingga dapat menurun ke dalam kisaran sasaran inflasi 4,5%±1% pada
tahun 2014.
Stabilitas sistem keuangan secara umum
tetap terjaga baik, meskipun pasar keuangan domestik sempat mendapat
tekanan sebagai akibat sentimen global. Stabilitas sistem
keuangan ditopang oleh kinerja industri perbankan yang tetap solid,
tercermin pada rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang masih tinggi sebesar 18,4% dan berada jauh di atas ketentuan minimum 8%, serta rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross
yang masih rendah sebesar 1,95% pada bulan Mei 2013. Sementara itu,
sejalan pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat, pertumbuhan kredit
hingga akhir Mei 2013 melambat menjadi 21,0% (yoy). Kredit modal kerja
dan kredit investasi, meskipun juga berada dalam tren menurun, masih
tumbuh cukup tinggi masing-masing sebesar 21,7% (yoy) dan 22,9% (yoy),
sedangkan pertumbuhan kredit konsumsi turun menjadi 18,4% (yoy). Bank
Indonesia mencermati perkembangan KPR/KPA pada tipe-tipe tertentu tumbuh
terlalu tinggi dan dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja perbankan dan
stabilitas sistem keuangan (Bank Indonesia)
06 Juli 2013
BI Habiskan USD7,1 Miliar untuk Tahan Rupiah Tidak Tembus Rp10.000
Bank Indonesia (BI) mencatat penurunan cadangan devisa (cadev)
sebesar USD7,1 miliar dalam sebulan, dari USD105,2 miliar per akhir Mei
2013, menjadi USD98,1 miliar per Juni 2013.
Gubernur BI Agus D.W.
Martowardojo mengatakan penurunan cadangan devisa ini disebabkan karena
besarnya arus modal keluar dari Tanah Air, yang mencapai Rp40,1 triliun
atau sebesar USD4,1 miliar, yang terdiri dari USD2 miliar di saham dan
USD1,98 miliar di pasar SUN (surat utang negara).
“Semua tahu bahwa cadangan devisa ini terkait inflow dan outflow. Tapi hingga akhir Juni 2013 ini ada outflow
sekitar USD4,1 miliar. Sehingga cadangan devisanya menurun menjadi
USD98,1 miliar,” tukasnya dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta,
Jumat, 5 Juli 2013.
Keluarnya dana-dana investor asing dari Tanah
Air ini mau tak mau menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah, yang
menurut Agus terus berlangsung sejalan dengan pelemahan mata uang di
kawasan. BI mencatat, depresiasi rupiah mencapai 3,01% di tahun berjalan
(year to date).
“Meski demikian depresiasi ini relatif
lebih rendah dibandingkan negara-negara di kawasan, seperti Filipina
sebesar 4,94%, Singapura 3,97% dan Malaysia 3,13%,” sambung Agus.
Sebagaimana
dimuat dalam situs BI, nilai tukar (kurs) tengah rupiah pada
perdagangan hari ini tercatat sebesar Rp9.945 per USD. Menurun dibanding
kurs tengah perdagangan Senin (1 Juli) sebesar Rp9.934 per USD.
Agus
mengatakan, nilai cadangan devisa sebesar USD98,1 miliar tersebut masih
cukup untuk memenuhi pembayaran 5,4 bulan impor dan utang pembayaran
luar negeri. Jika utang pembayaran luar negeri tidak dimasukkan, maka
bisa memenuhi 5,5 bulan impor.
“Nilai cadangan devisa tersebut masih cukup untuk menjaga nilai tukar rupiah,” pungkas Agus. (infobank)
05 Juli 2013
Bank Indonesia Siap Memperkuat Bauran Kebijakan
Bank Indonesia akan memperkuat bauran kebijakan sebagai langkah pre-emptive
terhadap kenaikan inflasi akibat dampak kenaikan harga BBM dalam RDG
bulanan yang akan datang,” demikian ditegaskan Gubernur Bank Indonesia,
Agus D.W. Martowardojo, seusai Rapat Dewan Gubernur (RDG) mingguan hari
ini. Secara keseluruhan kondisi moneter dan perbankan tetap terjaga
ditengah berlanjutnya ketidakpastian keuangan global. Nilai tukar rupiah
bergerak stabil dan supply-demand di pasar valas semakin berkembang dengan ketersediaan likuiditas yang cukup.
Kondisi pasar keuangan juga semakin kondusif.
Pelepasan Surat Berharga Negara (SBN) dan saham oleh investor asing
semakin kecil dan bahkan telah terjadi net beli asing dalam beberapa
hari terakhir. Pada lelang SBN hari ini juga terjadi oversubscribe
dengan jumlah penawaran yang masuk Rp 14,1 triliun atau dua kali dari
target Rp 7 triliun dan dimenangkan sebesar Rp 9,75 triliun dengan yield
yang menggambarkan kondisi pasar. Gubernur Bank Indonesia menambahkan,
“Perkembangan ini semakin meyakinkan waktu yang tepat bagi investor
untuk melakukan investasi pada aset keuangan di Indonesia.”
Bank Indonesia terus mewaspadai dan siap menempuh
bauran kebijakan secara terukur untuk merespon peningkatan ekspektasi
inflasi dan dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM. Inflasi Juni 2013,
tercatat 1,03% (mtm) atau 5,90% (yoy) sesuai perkiraan Bank Indonesia
dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) sampai dengan minggu IV – Juni
2013. Kenaikan inflasi terutama berasal dari sebagian dampak kenaikan
BBM dan tarif angkutan. Inflasi diprakirakan akan mencapai puncaknya
pada bulan Juli 2013 yaitu sekitar 2,30% (mtm) sebagai dampak kenaikan
harga BBM dan pola musiman bulan Ramadhan. Inflasi diprakirakan menurun
pada Agustus 2013 yaitu sekitar 0,90 % (mtm) dengan menurunnya dampak
lanjutan kenaikan harga BBM. Bank Indonesia meyakini bahwa inflasi akan
kembali normal pada bulan September 2013 dan diprakirakan akan dapat
terkendali di bawah 0,10%
Langganan:
Postingan (Atom)