Rapat Dewan Gubernur (RDG)
Bank Indonesia pada 11 Juli 2013 memutuskan untuk menaikkan BI Rate
sebesar 50 bps menjadi 6,5%, dengan suku bunga Deposit Facility naik 50
bps menjadi 4,75% dan suku bunga Lending Facility tetap pada level 6,75%.
Kebijakan tersebut ditempuh untuk memastikan inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dapat segera kembali ke dalam lintasan sasarannya. Bersamaan dengan kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat bauran kebijakan. Pertama, melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai kondisi fundamentalnya dan menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas. Kedua, menyempurnakan ketentuan loan to value ratio sektor properti terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR)/Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk tipe-tipe tertentu. Ketiga, memperkuat langkah koordinasi dengan Pemerintah dengan fokus meminimalkan tekanan inflasi serta memelihara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut cukup memadai untuk mengendalikan tekanan inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan stabilitas sistem keuangan agar momentum pertumbuhan ekonomi dapat tetap terjaga dan bergerak kepada arah yang lebih sehat.
Kebijakan tersebut ditempuh untuk memastikan inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dapat segera kembali ke dalam lintasan sasarannya. Bersamaan dengan kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat bauran kebijakan. Pertama, melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai kondisi fundamentalnya dan menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas. Kedua, menyempurnakan ketentuan loan to value ratio sektor properti terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR)/Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk tipe-tipe tertentu. Ketiga, memperkuat langkah koordinasi dengan Pemerintah dengan fokus meminimalkan tekanan inflasi serta memelihara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut cukup memadai untuk mengendalikan tekanan inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan stabilitas sistem keuangan agar momentum pertumbuhan ekonomi dapat tetap terjaga dan bergerak kepada arah yang lebih sehat.
Perekonomian global masih cenderung melambat dan diliputi ketidakpastian yang tinggi.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) diprakirakan tidak sekuat
perkiraan semula, meskipun kegiatan produksi dan konsumsi menunjukkan
perbaikan. Permasalahan ekonomi Eropa masih belum menunjukan tanda-tanda
perbaikan yang berarti. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China dan
India tercatat lebih rendah dibandingkan dengan proyeksinya, meskipun
masih masih cukup tinggi. Berdasarkan perkembangan tersebut,
perekonomian dunia tahun 2013 diprakirakan tumbuh lebih rendah daripada
prakiraan semula menjadi 3,2%. Pada saat yang sama, harga komoditas
dunia juga masih cenderung menurun, kecuali harga minyak. Spekulasi
terkait kebijakan pengurangan (tapering) stimulus moneter oleh the Fed juga mempengaruhi kondisi keuangan global dan mengakibatkan terjadi pembalikan modal (capital reversal) di negara emerging markets. Di Indonesia, selama bulan Juni terjadi pelepasan penempatan pada SBN dan saham oleh investor asing sebesar USD 4,1 milyar.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
2013 diprakirakan pada kisaran 5,8%-6,2%, lebih rendah dari prakiraan
sebelumnya 6,2%-6,6%. Di samping melambatnya pertumbuhan pada
triwulan II dan triwulan III-2013 yaitu masing-masing menjadi 5,9%,
lebih rendahnya prakiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 tersebut akibat
belum kuatnya ekspor sejalan pertumbuhan ekonomi global dan harga
komoditas global yang masih lemah. Konsumsi rumah tangga dan investasi
diprakirakan juga sedikit tertahan sebagai dampak menurunnya daya beli
akibat belum kuatnya permintaan ekspor dan pasca kenaikan harga BBM
bersubsidi. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan kembali meningkat pada
triwulan IV-2013 dan berlanjut tahun 2014 yang diprakirakan pada kisaran
6,4%-6,8%.
Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran
Indonesia (NPI) pada triwulan II-2013 diperkirakan mengalami defisit
yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Perbaikan NPI
ditopang oleh surplus yang cukup besar di Transaksi Modal dan Finansial
(TMF), setelah mengalami defisit di triwulan I 2013. Surplus TMF
didukung oleh aliran modal masuk investasi langsung dan portofolio
seiring dengan persepsi positif terhadap fundamental dan prospek ekonomi
Indonesia ke depan. Di sisi lain, sesuai dengan pola musimannya defisit
transaksi berjalan pada triwulan II-2013 diprakirakan meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja ekspor masih tertekan karena
lemahnya permintaan dan penurunan harga komoditas dunia, sementara impor
termasuk impor migas masih meningkat. Cadangan devisa pada akhir Juni
2013 sebesar 98,1 milyar dolar AS atau setara dengan 5,4 bulan impor dan
pembayaran Utang Luar Negeri pemerintah, di atas standar kecukupan
internasional.
Nilai tukar rupiah pada triwulan II-2013 mengalami depresiasi sesuai dengan nilai fundamentalnya. Secara point to point,
nilai tukar rupiah melemah sebesar 2,09% (qtq) menjadi Rp9.925 per
dolar AS, atau secara rata-rata melemah 1,03% (qtq) menjadi Rp9.781 per
dolar AS. Seperti halnya pelemahan mata uang negara-negara di kawasan
Asia, depresiasi nilai tukar rupiah terutama dipengaruhi penyesuaian
kepemilikan non-residen di aset keuangan domestik dipicu sentimen
terkait pengurangan (tapering off) stimulus moneter oleh the
Fed. Perkembangan ini mengakibatkan pelemahan rupiah sejalan dengan tren
pergerakan mata uang negara-negara di kawasan Asia. Bank Indonesia
memandang bahwa perkembangan nilai tukar pada saat ini menggambarkan
kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Inflasi pada bulan Juni 2013 meningkat cukup tinggi sebesar 1,03% (mtm) atau 5,90% (yoy).
Peningkatan inflasi yang sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia
tersebut dipicu kenaikan harga BBM bersubsidi, yang kemudian mendorong
kenaikan harga kelompok administered prices dan volatile food.
Sementara itu, inflasi inti masih terkendali pada level 3,98% (yoy).
Bank Indonesia memperkirakan dampak kenaikan harga BBM bersifat temporer
sekitar tiga bulan, dengan puncaknya pada bulan Juli 2013, kemudian
menurun pada bulan Agustus 2013 dan kembali pada pola normal pada
September 2013. Bank Indonesia senantiasa mencermati dan merespon secara
terukur tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, dan
bersama dengan Pemerintah terus memperkuat langkah-langkah dalam
memitigasi dampak lanjutan kenaikan BBM terhadap inflasi. Berbagai
langkah tersebut diharapkan dapat segera meredam tekanan inflasi
sehingga dapat menurun ke dalam kisaran sasaran inflasi 4,5%±1% pada
tahun 2014.
Stabilitas sistem keuangan secara umum
tetap terjaga baik, meskipun pasar keuangan domestik sempat mendapat
tekanan sebagai akibat sentimen global. Stabilitas sistem
keuangan ditopang oleh kinerja industri perbankan yang tetap solid,
tercermin pada rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang masih tinggi sebesar 18,4% dan berada jauh di atas ketentuan minimum 8%, serta rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross
yang masih rendah sebesar 1,95% pada bulan Mei 2013. Sementara itu,
sejalan pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat, pertumbuhan kredit
hingga akhir Mei 2013 melambat menjadi 21,0% (yoy). Kredit modal kerja
dan kredit investasi, meskipun juga berada dalam tren menurun, masih
tumbuh cukup tinggi masing-masing sebesar 21,7% (yoy) dan 22,9% (yoy),
sedangkan pertumbuhan kredit konsumsi turun menjadi 18,4% (yoy). Bank
Indonesia mencermati perkembangan KPR/KPA pada tipe-tipe tertentu tumbuh
terlalu tinggi dan dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja perbankan dan
stabilitas sistem keuangan (Bank Indonesia)
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.