Medio 2012 BI mengeluarkan consultative paper yang berisi
rancangan peraturan Basel III. BI tidak siap dengan Basel III dan
mencoba mengulur-ulur waktu ?
Basel III
bukan sekadar peraturan kapitalisasi, melainkan new mindset. Ada tiga
tujuan mengapa Basel III ditetapkan oleh Bank for International
Settlements (BIS). Satu, peraturan sebelum krisis global dianggap kurang
mapan dalam menghadapi insentif di perbankan yang menyebabkan sistem
keuangan goyah ketika kepercayaan publik dan investor menurun. Basel III
menanggapi aspek itu dengan meningkatkan persyaratan modal dasar
minimum.
Dua, kekuatan modal bank merupakan keunggulan kompetitif
pada saat pasar merapuh dan kondisi ekonomi melemah. Hanya bank yang
memiliki kepercayaan dari bank-bank lain yang bisa mendapatkan pinjaman
dengan lancar dan meminjamkan dengan hati tenang. Tiga, implementasi
yang konsisten dari Basel III sebagai standar di seluruh dunia akan
membantu menyediakan fondasi di mana bank-bank dapat meluas dan bersaing
di pasar internasional. Untuk itulah, BIS meminta anggotanya melakukan
proses Basel III dengan saksama.
Dalam laporan BIS, hanya ada
delapan dari 28 negara anggota yang akan siap dengan Basel III menurut
jangka waktu yang disepakati. BIS terus menegaskan bahwa tugas-tugas
yang mesti dilakukan untuk penerapan Basel III masih teramat besar.
Untuk itu, BIS meminta negara-negara anggota untuk melipatgandakan
upayanya sehingga peraturan perbankan dalam negeri yang sejalan dengan
Basel III bisa diterapkan.
Indonesia sendiri adalah satu dari 27
negara yang menjadi anggota BIS yang misinya menetapkan peraturan
perbankan global. Negara yang menjadi anggota adalah anggota G-20 dan
negara-negara yang merupakan pusat keuangan, seperti Hong Kong,
Luksemburg, dan Singapura.
Pada Juni 2012 Bank Indonesia (BI)
mengeluarkan consultative paper (CP) yang berisi rancangan peraturan
Basel III. CP dirilis agar industri perbankan dapat memberikan komentar
sebelum rancangan itu menjadi peraturan. Dengan mengeluarkan CP
tersebut, BI—dalam usahanya—terlihat telah memenuhi target dalam
menginformasikan kepada perbankan dan publik mengenai rancangan
peraturan tersebut sebagaimana yang diminta oleh BIS.
Dengan
mengeluarkan CP Basel III, BI telah memberitahukan kepada dunia bahwa
Indonesia akan memasuki fase implementasi kedua. Fase kedua adalah fase
di mana negara anggota telah memublikasikan CP-nya. Memenuhi target
pelaksanaan Basel Committee adalah penting karena mereka akan
memublikasikan siapa dari anggotanya yang tidak konsisten dalam
pelaksanaannya atau ketinggalan.
Sayangnya, CP ini kemungkinan
besar hanya untuk memenuhi deadline Basel Committee karena substansinya
terlalu sedikit untuk disebut makalah konsultasi. CP yang BI tata tidak
memperlihatkan rencana konkret untuk menuntun perbankan dalam
merealisasikan penerapan Basel III. Bila kita cermati lebih saksama, CP
tersebut tidak melakukan penjabaran Basel III ke dalam konteks kondisi
dan peraturan perbankan Indonesia.
Yang dilakukan ternyata hanya
mengopi teks asli Basel III dan penerjemahan secara selektif. BI tidak
menyebutkan kerangka waktu dan target pencapaian sementara yang
realistis. Dengan menekankan hanya pada penerjemahan semata, BI telah
kehilangan kesempatan untuk mengonsultasikan ke sektor perbankan
komponen Basel III yang boleh berlaku khusus untuk Indonesia (national discretion).
BI
juga telah menghilangkan kesempatan untuk menunjukkan analisisnya
sendiri mengapa Basel III relevan dan penting dalam lingkup perbankan
Indonesia. Kalau BI tidak menunjukkan antusiasmenya, bagaimana sektor
perbankan bersemangat untuk mempersiapkan sistem dan mengalokasikan
sumber daya manusia (SDM).
Walaupun pasti bank-bank Indonesia
akan memenuhi permodalan minimal berdasarkan Basel III, beberapa aspek
dari Basel III mengenai perhitungan kapital dan leverage rasio adalah sangat kompleks. Jadi, baik BI maupun sektor perbankan perlu waktu untuk pembelajaran dan diskusi yang cukup.
Demi
memperkuat pernyataan itu, kita bisa ambil CP Malaysia sebagai alat
perbandingan tanpa membandingkan. Malaysia bukan anggota BIS Committee,
tetapi menunjukkan keseriusan dengan mengeluarkan makalah regulasi Basel
III yang diterbitkan pada Juli 2012 untuk komentar dari industri
perbankan.
Pada CP tersebut Bank Negara Malaysia (BNM) mencoba
merangkul perbankan untuk bergerak. BNM mengajukan proposal konkret ke
arah perbankan dan kemudian dipadu dengan pertanyaan tentang bagaimana
pandangan perbankan terhadap regulasi Basel III di dalam operasi mereka.
Secara
total BNM mengajukan 18 pertanyaan teknis yang menunjukkan bahwa BNM
telah melakukan pekerjaan rumahnya untuk memahami dokumen Basel III
dalam hubungannya dengan peraturan dan keadaan perbankan di Malaysia.
Kesimpulan
yang bisa ditarik adalah bila negara anggota lain diminta
melipatgandakan upayanya untuk segera memulai implementasi Basel III, BI
mungkin akan diminta untuk mengempatgandakan keseriusannya bila Basel
III Committee melakukan studi perbandingan dengan menggunakan CP BI
sekarang sebagai rujukan. Kita perlu membuka catatan bahwa awal 2005 BI
mengatakan bahwa industri perbankan nasional harus sudah menerapkan
Basel II pada 2008. Empat tahun kemudian Basel II mulai dilaksanakan,
walau belum semua pilar Basel II. Lantas, bagaimana transisinya ke Basel
III?
Jadi, menurut pengamatan saya, BI tidak siap dengan Basel
III dan mencoba mengulur-ulur waktu seperti yang sudah-sudah. BI seperti
sedang mengulur waktu sampai dengan kewajiban dalam penataan perbankan
resmi di bawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seperti pernah
dikatakan Henri Queuille, seorang politikus radikal Prancis terkemuka,
“Politics is the art of postponing decisions until they are no longer
relevant.”
Mengapa ketertinggalan itu bisa terjadi? Salah satu
masalah yang ada di BI, di samping ketidakseriusan yang disinyalir di
atas, adalah ketertutupan kebijaksanaan SDM-nya dengan sistem rekrutmen
selama puluhan tahun. Kekuatan staf BI hanya fokus pada pembinaan
pegawai muda hingga menjadi senior dan kemudian pensiun di tempat yang
sama.
BI seharusnya menjadi sebuah institusi negara yang pionir
untuk memodernisasi kebijakan SDM-nya. Kalau kita lihat di Singapura,
misalnya, rekrutmen jalan terus di semua tingkat. Dengan merekrut pakar
dari swasta dan mempermudah atau mendorong pegawai BI bekerja di tempat
lain, BI bisa mengimbangi cepatnya alur perkembangan zaman.
Lebih
konkretnya, untuk memperlancar penerapan Basel III, salah satu yang
harus diambil adalah melibatkan sektor perbankan dan mungkin konsultan
dari swasta yang mempunyai gairah di Basel III. Bahkan, bukan sesuatu
yang tabu untuk merekrut langsung ahli Basel dari swasta untuk
memperkuat tim yang ada sehingga bisa saling membantu dan melengkapi tim
Basel III yang ada
Harry Pattikawa (credit portfolio risk analys, bekerja di sebuah bank di Belanda)
Harry Pattikawa (credit portfolio risk analys, bekerja di sebuah bank di Belanda)
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.