.
Sesuai dengan persamaan akuntasi Aset = Utang + Modal,
maka setiap perubahan di Aset akan memengaruhi Utang dan atau Modal
melalui laba rugi. Perhatikan contoh sederhana neraca bank, yang
memiliki aset Rp 100, Utang Rp 95 dan Modal Rp 5. Bila suku bunga kredit
dan deposito masing-masing 6% dan 5%, maka dengan tingkat gagal bayar
(default rate) sebesar 0%, aset bank di akhir tahun meningkat menjadi Rp
106 dan modal menjadi Rp 6,25 melalui proses peningkatan laba sebesar
Rp 1,25. Namun, dengan gagal bayar sebesar 4%, maka modal bank telah
tergerus sebesar Rp 2,99 sehingga menjadi 2,01. Akibatnya pemilik bank
akan mengalami kerugian karena tingkat pengembalian modal (ROE) menjadi
minus 69,80%, dibandingkan dengan bila tidak terjadi gagal bayar dengan
ROE 25%. Bila proses bisnis terus memburuk, misalnya gagal bayar menjadi
8%, maka modal bank menjadi minus Rp 2,23, karena pendapatan bank
menjadi minus Rp 2,48 sementara biaya utang (bunga) tidak boleh default.
Neraca pertama
memberikan gambaran kepada kita bahwa kegagalan mengelola bank akan
berdampak penciptaan nilai bagi pemegang saham, yakni merugi dan ancaman
untuk dilikuidasi karena modal sudah negatif. Untuk mengatasinya,
tindakan yang harus diambil adalah dengan menambah modal menjadi Rp
10. Pada neraca kedua, dengan gagal bayar 8%, bank
tetap bertahan dalam bisnis, tidak dilikuidasi karena modal bank masih
positif Rp 3,02. Namun, bila bank dikelola dengan semberono atau tidak
mampu berselancar di atas gelombang perubahan yang menimbulkan resiko
strategik dan resiko kredit, maka dengan gagal bayar yang lebih tinggi,
misalnya 11%, bank ini membutuhkan injeksi modal baru. Artinya, injeksi
modal bank tidak akan memberi manfaat dalam jangka panjang bila resiko
yang dihadapi tidak dikelola dengan baik. Tetapi, dalam jangka pendek,
injeksi modal telah membuat bank tetap bertahan dalam menghadapi
gejolak.
siko (risk awareness), karena mobil akan digenjot
dengan kecepatan tinggi. Namun, ketika mobil Anda sudah tua dan
dashboard tidak mampu memberikan informasi yang memadai, tidakkah Anda
akan mengendarainya sangat hati-hati atau cenderung lambat, sehingga
batu kecil di depan mobil dapat dengan mudah dikenali. Dengan demikian,
dengan modal yang besar, kesadaran risiko bank akan berkurang karena
mengandalkan semuanya kepada kecukupan modal. Tetapi dengan modal yang
kecil bank tidak bisa melihat jauh ke depan (ekspansi), berkutat pada
operasional sehari-hari. Oleh karena itu, bank harus memiliki
keseimbangan pola pikir dalam mengelola risiko dan permodalan. Beberapa
penulis menyimpulkan arti penting keseimbangan modal dan manajemen
risiko. Pietro Penza dan Vipul K. Bansal mengatakan bahwa modal bukanlah
subsitusi untuk manajemen risiko yang memadai dan seharusnya modal
haruslah digandakan dengan manajemen risiko yang efektif. (Market risk
management, 2002, pp 24) Selain itu, Brendon Young dan Rodney Coleman,
mengatakan, bahwa “dalam hal menilai kecukupan modal, modal bukanlah
sebuah panasea” (Operational risk assessment, 2009, pp 215).
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.