Harus diakui memang masih ada indikator lain yang harus
diwaspadai terkait dengan belum jelasnya penanganan krisis di Eropa.
Sangat bijak kalau kita tidak selalu menghibur diri dengan mengatakan
bahwa dampak krisis Eropa sudah dapat dikendalikan.
Perkembangan
terbaru dari krisis perbankan di Eropa memberikan indikasi yang belum
menggembirakan. Banyak analis memperkirakan bahwa krisis tersebut lambat
laun akan merambat ke kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.
Apakah krisis akan berdampak secara langsung (first round) ataupun tidak langsung (second round),
itu hanya persoalan waktu. Tapi, jika bicara tentang besaran dampaknya,
tentu akan berbeda untuk masing-masing negara, termasuk tiap bank di
negara bersangkutan.
Terlepas dari kapan dan besar kecilnya dampak
krisis di Eropa terhadap perekonomian Indonesia dan khususnya sektor
perbankan, ada baiknya kita ingat pepatah bijak, sedialah payung sebelum
hujan. Bukan sebaliknya, ketika hujan justru kita sibuk mencari payung.
Dalam konteks antisipasi dampak krisis Eropa terhadap sektor perbankan
khususnya, kita harus bijak mencermati lebih intensif atas situasi
perkembangan yang ada. Ada beberapa indikasi yang mengharuskan kita
lebih siaga.
Pertama, karena informasi sudah sedemikian mudah
didapat, maka sangat wajar kalau semua pelaku bisnis sudah mengetahui
apa yang terjadi atas krisis di Eropa. Di satu sisi, hal ini positif
karena mereka bisa mendapatkan informasi terkini, tapi di lain pihak
mereka juga dapat melakukan langkah-langkah sendiri yang bisa jadi tidak
selalu tepat. Dengan perkataan lain, semakin banyak antisipasi mereka,
bisa saja berdampak negatif bagi lainnya.
Salah satu kecenderungan
yang terjadi adalah semakin banyaknya dana dalam bentuk mata uang dolar
Amerika Serikat (AS) dipindahkan dari simpanan berjangka (deposito) ke
simpanan yang sangat likuid, yaitu giro. Kecenderungan tersebut terjadi
pada kalangan pengusaha khususnya, bukan lagi untuk mendapatkan imbalan
bunga, tetapi lebih kepada kebutuhan likuiditas di satu pihak dan boleh
jadi spekulasi dengan mencari keuntungan (profit taking) di tengah
pelemahan rupiah.
Apabila semua pengusaha memiliki kecenderungan
yang sama, di mana dananya lebih banyak ditempatkan di giro, misalnya,
perbankan tentunya harus ekstra menjaga likuditas karena setiap saat
dana tersebut bisa dicairkan untuk keperluan apa pun.
Seyogianya
bank tidak “terlena” karena mendapat sumber dana murah, tapi stabilitas
dalam jangka panjang akan mengganggu likuditasnya. Harus ada langkah
strategis yang saling menguntungkan, baik bagi bank maupun nasabah dalam
menghadapi kondisi tersebut.
Kedua, sekalipun likuiditas
perbankan dalam kondisi baik, dari sisi nasabah penerima kredit bisa
terjadi yang sebaliknya. Misalnya, kreditor yang berorientasi ekspor
sudah mulai merasakannya, selain permintaan mulai berkurang, harganya
cenderung turun. Bila keduanya berjalan pararel, maka persoalan yang
timbul adalah menurunnya kemampuan membayar. Jika kondisi itu terjadi
secara serempak, bisa jadi non performing loan (NPL) akan naik dan
akhirnya memengaruhi kinerja bank.
Saat ini gejala tersebut belum
begitu terasa, tapi ada kemungkinan akan membesar. Kalau ekspor terus
menurun dan dibarengi harga komoditasnya, praktis akan mengganggu arus
kas (cash flow) perusahaan. Belum lagi bagi industri yang bahan
bakunya masih impor, gangguan arus kas terjadi dari dua sisi, yaitu
biaya dan pendapatan.
Ketiga, ketidakpastian sering kali
mengundang isu dan rumor di pasar. Kondisi ini sulit dihindari karena
mereka juga memiliki akses informasi yang relatif mudah dan bebas.
Tentunya akan sangat tidak produktif kalau hal tersebut terus berkembang
sehingga perlu adanya penyeimbang informasi, termasuk dari pemerintah.
Indonesia
di masa lalu punya pengalaman yang kurang baik, di mana semakin sering
dinyatakan tidak ada masalah, justru dalam tempo yang relatif singkat
masalah itu terjadi. Sering disampaikan bahwa pemerintah tidak akan
melakukan devaluasi, tapi kenyataannya justru sebaliknya. Pernah
disampaikan juga bahwa kondisi perbankan dalam keadaan sehat, lalu
tiba-tiba muncul masalah Bank Global dan Bank Century.
Belajar
dari pengalaman masa lalu itu, seyogianya keterbukaan informasi lebih
sering dilakukan. Memang akan menjadi buah simalakama. Semakin terbuka
bisa saja direspons positif, tapi tak jarang pula respons pasar atau
pelaku bisnis khususnya malah sebaliknya. Andai diambil untung ruginya,
nampaknya tetap lebih baik kalau keterbukaan informasi dan penyampaian
kondisi kekinian lebih banyak dilakukan.
Penyampaian informasi
terkini tentunya harus disertai dengan langkah-langkah konkret dari
pemerintah dan/atau regulator. Dengan adanya rencana langkah-langkah
yang jelas, terbuka, serta rasional, akan mengurangi isu negatif atau
rumor sekalipun tidak hilang sama sekali.
Ketiga catatan tersebut
merupakan bagian-bagian yang termasuk penting. Harus diakui memang masih
ada indikator lain yang harus diwaspadai terkait dengan belum jelasnya
penanganan krisis di Eropa. Sangat bijak kalau kita tidak selalu
menghibur diri dengan mengatakan bahwa dampak krisis Eropa sudah dapat
dikendalikan.
Kalau hanya data-data publikasi, baik dari luar
maupun dalam negeri yang digunakan, kita bisa jadi akan terjebak dalam
pola pikir yang linier. Artinya, karena data-data sebelumnya baik, maka
disimpulkan ke depan akan tetap baik. Padahal, krisis terjadi lantaran
adanya “break” (menjadi tidak linier) sehingga tidak selalu semua data
yang menunjukkan indikasi positif akan berlaku untuk seterusnya.
Pihak
pemerintah dan regulator (Bank Indonesia atau BI) sudah mengumpulkan
dan mengkaji berbagai sinyal yang berkaitan dengan dampak krisis Eropa.
Berbagai simulasi (stress test) sudah dilakukan dan juga berbagai langkah penanganannya sudah disiapkan.
Demikian
juga beberapa instrumen keuangan yang ditujukan untuk menjaga
stabilitas perbankan khususnya juga sudah ada dan akan terus
disempurnakan. Semua itu tentunya berkaitan dengan sedia payung sebelum
hujan. Semoga kita memiliki payung yang tidak mudah bocor dan rusak.
Lebih celaka lagi ketika hujan reda, kita baru punya payung.
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.