Banyak orang yang mengenal Sun zu adalah ahli strategi perang china
kuno yang legendaris. Kita juga mengenal Jendral Besar AH. Nasution
sebagai peletak dasar strategi perang gerilya di Indonesia.
Tetapi kita juga memiliki ahli strategi perang yang sangat ulung, sehingga dalam 250 pertempuran tidak pernah terkalahkan. Beliau lebih dikenal sebagai pahlawan nasional ketimbang sebagai ahli strategi perang. Semua catatatanya tentang berbagai pertempuran yang dilakukannya dituangkan dalam tulisannya yaitu Babad Lelampahan.
Raden Mas Said, yang terkenal sebagai Pangeran Sambernyowo lahir di Kartosuro tanggal 7 April 1725 dan wafat di Surakartapada tanggal 28 desember 1795 dalam usia 70 tahun. Beliau adalah putra dari KPA Aryo Mangkunegoro, putra sulung dari Amangkurat IV (Pakubuono I). Karena perlawanannya terhadap Belanda, Aryo Mangkunegoro diasingkan oleh belanda ke Srilangka dan kemudian dipindahkan ke Tanjung Harapan.
Aryo Mangkunegoro adalah pewaris syah yang harus menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja Mataram. Tetapi karena campur tangan belanda, justru adiknya yang bernama Raden Mas Probosuyoso yang pada waktu itu masih berusia 15 tahun diangkat menjadi raja menggantikan Pakubuwono I sebagai Raja Mataram dan bergelar Pakubuwono II.
Karena kesewenang wenangan Ini, akhirnya Raden Mas Said melakukan perlawanan terhadap Belanda dan Pakubuwono II, kemudian pakubuwono III . Selepas Perjanjian Giyanti, karena dianggap bekerja sama dengan Belanda, beliau juga bermusuhan dengan Hamengkubuwono I.
250 PERTEMPURAN TANPA PERNAH KALAH
Raden Mas Said melakukan perlawanan terhadap Belanda dan sekutunya selama 16 tahun (1740 – 1757) sejak beliau berusia 15 tahun. Selama perlawanannya itu, Pangeran Sambernyowo telah mengalami 250 kali pertempuran tanpa pernah kalah.
Karena kehebatan pasukannya yang banyak menimbulkan bencana bagi musuh musuhnya itu, beliau mendapat julukan sebagai Pangeran sambernyowo. Julukan ini justru berasal dari lawannya yaitu Gubernur VOC pada waktu itu Nicolaas Hartingh.
STRATEGI PERANG RADEN MAS SAID
Untuk memperkuat persatuan dan semangat juang pasukannya, Raden Mas Said menggunakan semboyan Tiji Tibeh yang berarti mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh ( Mati satu mati semua, sejahtera satu sejahtera mulia semua). Doktrin ini membuat pasukannya sangat solid dan berani mati karena merasa satu tujuan dan satu perjuangan.
Dengan semboyan Tiji Tibeh dan didukung oleh semboyan Tri Darma, Pasukannya yang jumlahnya relatif kecil berkembang menjadi pasukan yang memiliki daya tempur tinggi dan pantang menyerah. Semboyan Tri Darma yang diajarkannya adalah :
1. Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki)
2. Wajib melu hangrungkebi (wajib ikut membela/mempertahankan)
3. Mulat sariro hangroso wani ( Mawas diri dan berani mengakui apa yang ada dalam dirinya sendiri, bahwa yang salah itu salah dan yang benar itu benar, implikasinya adalah selalu melakukan perbaikan secara terus menerus).
Untuk memberikan semangat dan kebanggaan terhadap pasukan elitnya, mereka diberi nama khusus di depan namanya yaitu joyo, seperti Joyosantiko, Joyorencono, Joyopustito dan lain lain.
Setiap hari dilakukan latihan perang meliputi cara menyerang, menangkis, membela diri dan manuver. Selain itu mereka juga digembleng dengan latihan mental, keberanian dan kegigihan dengan cara menyepi di tempat tempat yang gawat dan keramat, berendam di sendang atau lubuk yang angker. Selain tirakat untuk melatih pengendalian diri, mereka juga ditanamkan keimanan oleh para kyai.
Latihan manuver yang intensif membuat pasukan Raden Mas Said memiliki kemampuan untuk mundur, menyerang dari kiri, kanan, depan dan dari belakang musuh secara mendadak. Salah satu strategi dan manuvernya yang mematikan adalah kemampuan untuk menyerang dengan cepat dengan cara berputar putar, kemudian menyerang dengan mendadak ke segala penjuru di mana posisi lawan dalam kondisi lemah.
Kemampuan manuver yang hebat ini tentu hanya dimiliki oleh pasukan tempur yang bermoral dan memiliki disiplin yang sangat tinggi.
Pasukan Sambernyowo memang sangat kecil jumlahnya tetapi sangat terlatih. Mereka sangat ahli dalam menggunakan senjata, baik yang panjang maupun pendek, pistol, tombak, panah maupun keris. Mereka juga mahir dalam menggunakan senjata dalam pertempuran di atas punggung kuda.
STRATEGI GERILYA
Pangeran Sambernyowo adalah salah satu pemimimpin pasukan yang meletakkan strategi perang gerilya sebagai dasar pertempurannya. Ada 3 strategi andalannya dalam perang gerilya, yaitu Jejemblungan, dhedhemitan, dan weweludan.
Jejemblungan dari kata jemblung, atau gila. Ini adalah stratgi berani mati yang membuat pasukannya tidak mengenal takut ketika berhadapan dengan musuh.
Dhedhemitan dari kata dhemit atau hantu, menjadikan pasukannya tidak mudah dikenali musuh.
Weweludan adalah strategi untuk menjadikan pasukannya licin, dengan kecepatan dan penempatan pasukan yang membuat musuh kesulitan menyergapnya. Mereka diberi kemampuan untuk melakukan kamuflase dengan menyamar sebagai musuh, sehingga dengan mudah bisa melalukan sabotase terhadap kekuatan lawan.
Dengan strategi gerilya ini pasukan diperintahkan untuk menghindari papagan (berhadapan langsung dengan musuh), apabila tidak memungkinkan untuk menang. Dengan jumlah yang lebih kecil dari pasukan musuh, pasukan harus melakukan manuver sedemikian rupa agar bisa membenturkan kekuatan tempurnya dengan kelemahan musuh.
PEMBAGIAN PASUKAN/DIVISI
Selain strategi gerilya, pasukan Raden Mas Said juga memiliki organisasi yang cukup baik. Mereka dibagi menjadi 3 matra, yaitu matra laut, matra darat dan matra gunung. Setiap matra dipilih pasukan dari penduduk asli yang sangat menguasai wilayahnya. Hal ini menjadikan pasukan menjadi hebat karena menguasai medan dalam setiap pertempurannya.
Pasukannya begitu terlatih untuk menaiki kuda dari gunung ke gunung, memasuki lembah bahkan menyeberang sungai. Mereka begitu mengenali medan sehingga bisa memanfaatkan tanaman tanaman yang bisa dimakan di medan apapun, bahkan di hutan sekalipun. Kemampuan ini membuat pasukannya tidak mengenal kelaparan.
Dalam setiap wilayah yang diduduki, diangkatlah pejabat yang bisa dipercaya dalam menyediakan logistik untuk keperluan perang. Kekuatan logistik adalah kekuatan yang sangat vital dalam menghadapi pertempuran. Selain itu dukungan dari rakyat membuatnya leluasa bergerak dan tidak kekurangan bahan makanan.
PERTEMPURAN KSATRIAN PONOROGO
Dalam buku harian mangkunegaran disebutkan bahwa pertempuran besar pertama Raden mas Said adalah melawan pasukan Mangkubumi (Sultan Hamengkubuono I) di Desa Ksatrian Ponorogo Jawa Timur Pada tahun 1752. Ksatrian adalah benteng pertahanan Raden Mas Said, sehingga Pangeran Mangkubumi mengirimkan pasukan yang luar biasa banyak.
Banyaknya pasukan dari yogyakarta ini digambarkan bagikan barisan semut yang tiada putus (Babad Lelampahan Karya Raden Mas Said). Sedangkan pasukan Mangkunegoro jumlahnya sangat kecil.Dalam pertempuran ini Pasukan Mangkunegoro berhasil menewaskan 600 pasukan musuh, sedangkan di pihaknya ada 3 orang yang gugur dan 29 luka luka.
PERTEMPURAN SiTOKEPYAK REMBANG
Pertempuran ke dua adalah pertempuran di Hutan sitokepyak Rembang pada tahun 1756. Dalam pertempuran ini Raden Mas Said dikepung oleh pasukan gabungan berjumlah 1000 orang terdiri dari dua detasemen pasukan Belanda yang berjumlah 200 orang, 400 pasukan Bugis dan 400 pasukan Kesultanan Yogyakarta.
Pertempuran di Desa Sitokepyak adalah peryempuran yang paling berat bagi Raden Mas Said. Karena Jumlahnya yang sangat kecil, pertempuran yang terjadi sampai 7 kali kali ini membuat pasukan Raden Mas Said kocar kacir bagaikan terserang air bah yang sangat besar.
Tetapi dengan kehebatannya sebagai pemimpin pasukan, beliau berhasil membangkitkan semangat pasukannya.
Terinspirasi oleh cara memakan bubur katul yang panas ( dimakan dari pinggir, melingkar, akhirnya menuju ke tengah. Karena bagian pinggir biasanya sudah adem, dan ketika sampai tengah, bubur itu juga sudah cukup dingin untuk dimakan) pasukannya membuat manuver dengan cara menyerang musuh melingkar dari tepi.
Kemudian dengan kecerdikannya Pangeran Sambernyowo berhasil menerobos pusat pertahanan musuh dan memenggal kepala komandan pasukan Belanda Kapten Van Der pol dengan tangan kirinya .
Pemimpin pangeran Van Der Pol tewas, sisa pasukannya lari tunggang langgang. Hanya karena pertolongan Allah lah Pangeran Adipati dapat memenangkan pertempuran. Pasukan musuh yang melarikan diri tidak dikejarnya ( “Pengenge Kapitan Der Pol wus pejah, sasisane ingkang mati, Kumpeni lumejar, Kanjeng Pangeran Dipatyo, entuk pitulungan widhi, saboloniro, datan bujung ing jurit” (Babad Lelampahan, Durmo 73;321))
Jumlah tentara belanda yang tewas sebanyak 85 orang, sedang di pihak Pangeran Samber Nyowo 15 orang meninggal. 15 orang bukan jumlah yang kecil bagi Raden Mas Said, karena jumlah pasukannya sangat kecil.
Itulah sebabnya pertempuran di hutan Sitokepyak dianggap pertempuran yang paling berat, tetapi dengan pampasan perang yang sangat besar. Hal ini terjadi karena musuh tidak terkendali dan melarikan diri karena terbunuhnya Kapten Van Der Pol.
Pampasan perang terrdiri dari 120 ekor kuda, 140 pedang, 80 karabin kecil, 80 karabin panjang, 120 pistol dan pealatan perang lainnya. Semuanya dihibahkan kepada prajuritnya ( Babad Lelampahan, Durmo, 77-80; 322)
sumber : Forum diskusi group facebook The Lost History of Nusantara
Tetapi kita juga memiliki ahli strategi perang yang sangat ulung, sehingga dalam 250 pertempuran tidak pernah terkalahkan. Beliau lebih dikenal sebagai pahlawan nasional ketimbang sebagai ahli strategi perang. Semua catatatanya tentang berbagai pertempuran yang dilakukannya dituangkan dalam tulisannya yaitu Babad Lelampahan.
Raden Mas Said, yang terkenal sebagai Pangeran Sambernyowo lahir di Kartosuro tanggal 7 April 1725 dan wafat di Surakartapada tanggal 28 desember 1795 dalam usia 70 tahun. Beliau adalah putra dari KPA Aryo Mangkunegoro, putra sulung dari Amangkurat IV (Pakubuono I). Karena perlawanannya terhadap Belanda, Aryo Mangkunegoro diasingkan oleh belanda ke Srilangka dan kemudian dipindahkan ke Tanjung Harapan.
Aryo Mangkunegoro adalah pewaris syah yang harus menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja Mataram. Tetapi karena campur tangan belanda, justru adiknya yang bernama Raden Mas Probosuyoso yang pada waktu itu masih berusia 15 tahun diangkat menjadi raja menggantikan Pakubuwono I sebagai Raja Mataram dan bergelar Pakubuwono II.
Karena kesewenang wenangan Ini, akhirnya Raden Mas Said melakukan perlawanan terhadap Belanda dan Pakubuwono II, kemudian pakubuwono III . Selepas Perjanjian Giyanti, karena dianggap bekerja sama dengan Belanda, beliau juga bermusuhan dengan Hamengkubuwono I.
250 PERTEMPURAN TANPA PERNAH KALAH
Raden Mas Said melakukan perlawanan terhadap Belanda dan sekutunya selama 16 tahun (1740 – 1757) sejak beliau berusia 15 tahun. Selama perlawanannya itu, Pangeran Sambernyowo telah mengalami 250 kali pertempuran tanpa pernah kalah.
Karena kehebatan pasukannya yang banyak menimbulkan bencana bagi musuh musuhnya itu, beliau mendapat julukan sebagai Pangeran sambernyowo. Julukan ini justru berasal dari lawannya yaitu Gubernur VOC pada waktu itu Nicolaas Hartingh.
STRATEGI PERANG RADEN MAS SAID
Untuk memperkuat persatuan dan semangat juang pasukannya, Raden Mas Said menggunakan semboyan Tiji Tibeh yang berarti mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh ( Mati satu mati semua, sejahtera satu sejahtera mulia semua). Doktrin ini membuat pasukannya sangat solid dan berani mati karena merasa satu tujuan dan satu perjuangan.
Dengan semboyan Tiji Tibeh dan didukung oleh semboyan Tri Darma, Pasukannya yang jumlahnya relatif kecil berkembang menjadi pasukan yang memiliki daya tempur tinggi dan pantang menyerah. Semboyan Tri Darma yang diajarkannya adalah :
1. Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki)
2. Wajib melu hangrungkebi (wajib ikut membela/mempertahankan)
3. Mulat sariro hangroso wani ( Mawas diri dan berani mengakui apa yang ada dalam dirinya sendiri, bahwa yang salah itu salah dan yang benar itu benar, implikasinya adalah selalu melakukan perbaikan secara terus menerus).
Untuk memberikan semangat dan kebanggaan terhadap pasukan elitnya, mereka diberi nama khusus di depan namanya yaitu joyo, seperti Joyosantiko, Joyorencono, Joyopustito dan lain lain.
Setiap hari dilakukan latihan perang meliputi cara menyerang, menangkis, membela diri dan manuver. Selain itu mereka juga digembleng dengan latihan mental, keberanian dan kegigihan dengan cara menyepi di tempat tempat yang gawat dan keramat, berendam di sendang atau lubuk yang angker. Selain tirakat untuk melatih pengendalian diri, mereka juga ditanamkan keimanan oleh para kyai.
Latihan manuver yang intensif membuat pasukan Raden Mas Said memiliki kemampuan untuk mundur, menyerang dari kiri, kanan, depan dan dari belakang musuh secara mendadak. Salah satu strategi dan manuvernya yang mematikan adalah kemampuan untuk menyerang dengan cepat dengan cara berputar putar, kemudian menyerang dengan mendadak ke segala penjuru di mana posisi lawan dalam kondisi lemah.
Kemampuan manuver yang hebat ini tentu hanya dimiliki oleh pasukan tempur yang bermoral dan memiliki disiplin yang sangat tinggi.
Pasukan Sambernyowo memang sangat kecil jumlahnya tetapi sangat terlatih. Mereka sangat ahli dalam menggunakan senjata, baik yang panjang maupun pendek, pistol, tombak, panah maupun keris. Mereka juga mahir dalam menggunakan senjata dalam pertempuran di atas punggung kuda.
STRATEGI GERILYA
Pangeran Sambernyowo adalah salah satu pemimimpin pasukan yang meletakkan strategi perang gerilya sebagai dasar pertempurannya. Ada 3 strategi andalannya dalam perang gerilya, yaitu Jejemblungan, dhedhemitan, dan weweludan.
Jejemblungan dari kata jemblung, atau gila. Ini adalah stratgi berani mati yang membuat pasukannya tidak mengenal takut ketika berhadapan dengan musuh.
Dhedhemitan dari kata dhemit atau hantu, menjadikan pasukannya tidak mudah dikenali musuh.
Weweludan adalah strategi untuk menjadikan pasukannya licin, dengan kecepatan dan penempatan pasukan yang membuat musuh kesulitan menyergapnya. Mereka diberi kemampuan untuk melakukan kamuflase dengan menyamar sebagai musuh, sehingga dengan mudah bisa melalukan sabotase terhadap kekuatan lawan.
Dengan strategi gerilya ini pasukan diperintahkan untuk menghindari papagan (berhadapan langsung dengan musuh), apabila tidak memungkinkan untuk menang. Dengan jumlah yang lebih kecil dari pasukan musuh, pasukan harus melakukan manuver sedemikian rupa agar bisa membenturkan kekuatan tempurnya dengan kelemahan musuh.
PEMBAGIAN PASUKAN/DIVISI
Selain strategi gerilya, pasukan Raden Mas Said juga memiliki organisasi yang cukup baik. Mereka dibagi menjadi 3 matra, yaitu matra laut, matra darat dan matra gunung. Setiap matra dipilih pasukan dari penduduk asli yang sangat menguasai wilayahnya. Hal ini menjadikan pasukan menjadi hebat karena menguasai medan dalam setiap pertempurannya.
Pasukannya begitu terlatih untuk menaiki kuda dari gunung ke gunung, memasuki lembah bahkan menyeberang sungai. Mereka begitu mengenali medan sehingga bisa memanfaatkan tanaman tanaman yang bisa dimakan di medan apapun, bahkan di hutan sekalipun. Kemampuan ini membuat pasukannya tidak mengenal kelaparan.
Dalam setiap wilayah yang diduduki, diangkatlah pejabat yang bisa dipercaya dalam menyediakan logistik untuk keperluan perang. Kekuatan logistik adalah kekuatan yang sangat vital dalam menghadapi pertempuran. Selain itu dukungan dari rakyat membuatnya leluasa bergerak dan tidak kekurangan bahan makanan.
PERTEMPURAN KSATRIAN PONOROGO
Dalam buku harian mangkunegaran disebutkan bahwa pertempuran besar pertama Raden mas Said adalah melawan pasukan Mangkubumi (Sultan Hamengkubuono I) di Desa Ksatrian Ponorogo Jawa Timur Pada tahun 1752. Ksatrian adalah benteng pertahanan Raden Mas Said, sehingga Pangeran Mangkubumi mengirimkan pasukan yang luar biasa banyak.
Banyaknya pasukan dari yogyakarta ini digambarkan bagikan barisan semut yang tiada putus (Babad Lelampahan Karya Raden Mas Said). Sedangkan pasukan Mangkunegoro jumlahnya sangat kecil.Dalam pertempuran ini Pasukan Mangkunegoro berhasil menewaskan 600 pasukan musuh, sedangkan di pihaknya ada 3 orang yang gugur dan 29 luka luka.
PERTEMPURAN SiTOKEPYAK REMBANG
Pertempuran ke dua adalah pertempuran di Hutan sitokepyak Rembang pada tahun 1756. Dalam pertempuran ini Raden Mas Said dikepung oleh pasukan gabungan berjumlah 1000 orang terdiri dari dua detasemen pasukan Belanda yang berjumlah 200 orang, 400 pasukan Bugis dan 400 pasukan Kesultanan Yogyakarta.
Pertempuran di Desa Sitokepyak adalah peryempuran yang paling berat bagi Raden Mas Said. Karena Jumlahnya yang sangat kecil, pertempuran yang terjadi sampai 7 kali kali ini membuat pasukan Raden Mas Said kocar kacir bagaikan terserang air bah yang sangat besar.
Tetapi dengan kehebatannya sebagai pemimpin pasukan, beliau berhasil membangkitkan semangat pasukannya.
Terinspirasi oleh cara memakan bubur katul yang panas ( dimakan dari pinggir, melingkar, akhirnya menuju ke tengah. Karena bagian pinggir biasanya sudah adem, dan ketika sampai tengah, bubur itu juga sudah cukup dingin untuk dimakan) pasukannya membuat manuver dengan cara menyerang musuh melingkar dari tepi.
Kemudian dengan kecerdikannya Pangeran Sambernyowo berhasil menerobos pusat pertahanan musuh dan memenggal kepala komandan pasukan Belanda Kapten Van Der pol dengan tangan kirinya .
Pemimpin pangeran Van Der Pol tewas, sisa pasukannya lari tunggang langgang. Hanya karena pertolongan Allah lah Pangeran Adipati dapat memenangkan pertempuran. Pasukan musuh yang melarikan diri tidak dikejarnya ( “Pengenge Kapitan Der Pol wus pejah, sasisane ingkang mati, Kumpeni lumejar, Kanjeng Pangeran Dipatyo, entuk pitulungan widhi, saboloniro, datan bujung ing jurit” (Babad Lelampahan, Durmo 73;321))
Jumlah tentara belanda yang tewas sebanyak 85 orang, sedang di pihak Pangeran Samber Nyowo 15 orang meninggal. 15 orang bukan jumlah yang kecil bagi Raden Mas Said, karena jumlah pasukannya sangat kecil.
Itulah sebabnya pertempuran di hutan Sitokepyak dianggap pertempuran yang paling berat, tetapi dengan pampasan perang yang sangat besar. Hal ini terjadi karena musuh tidak terkendali dan melarikan diri karena terbunuhnya Kapten Van Der Pol.
Pampasan perang terrdiri dari 120 ekor kuda, 140 pedang, 80 karabin kecil, 80 karabin panjang, 120 pistol dan pealatan perang lainnya. Semuanya dihibahkan kepada prajuritnya ( Babad Lelampahan, Durmo, 77-80; 322)
sumber : Forum diskusi group facebook The Lost History of Nusantara
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.