12 Desember 2008

CARA DAN SAAT TEPAT MINTA TOLONG

CARA DAN SAAT TEPAT MINTA TOLONG


Sepanjang hidupnya, manusia pasti perlu tolong-menolong. Sayang, tak semua orang memahami etikanya.


Tolong-menolong bukan lagi perkara sederhana. Kalau tidak percaya, cobalah saksikan reality show yang ditayangkan salah satu stasiun tv yang menggambarkan betapa tidak mudahnya untuk minta tolong dan memberi pertolongan. Tak sedikit yang berprinsip, “Lihat dulu siapa yang minta tolong”. Kalau oke, barulah merasa perlu mengulurkan tangan.Apakah kemudian tindakan menolong dan meminta tolong berarti merepotkan satu sama lain? “Belum tentu. Mengapa? Jika tolong-menolong dilakukan secara ikhlas dan penuh pertimbangan, sampai batas tertentu tetap tertoleransikan dan ini tidak bisa dibilang merepotkan,” tukas Ratih A. Ibrahim, Psi., dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT-UI).

HANYA HAL PENTING DAN MENDESAK

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang-orang yang akan meminta pertolongan:

* Kita perlu tahu diri saat meminta tolong. Maksudnya, kita tahu sampai sejauh mana kapasitas orang yang dimintai tolong selain kesanggupan dan kerelaan untuk membantu.

* Perhatikan situasi dan kondisi orang yang akan kita mintai pertolongan. Perhatikan baik-baik, apakah orang tersebut sedang kerepotan atau tidak.

* Carilah waktu yang pas. Maksudnya, orang yang kita mintai tolong tidak sedang sibuk, terburu-buru, tekun bekerja, tegang atau malah sakit. Selain itu, sesuaikan juga waktunya, tidak terlalu pagi atau terlalu malam, maupun tidak di luar batas-batas waktu yang “sopan” kecuali jika memang betul-betul sangat penting dan mendesak.

* Pertimbangkan pula apakah bantuan tersebut benar-benar dibutuhkan atau masalah tersebut sebenarnya masih bisa dikerjakan/diselesaikan sendiri, atau malah mungkin masih bisa ditunda. Mengapa? Soalnya, jika masih bisa ditangani sendiri, bukankah sebaiknya diupayakan sendiri lebih dulu semaksimal mungkin tanpa harus melibatkan orang lain.

* Jelaskan alasan mengapa harus minta tolong, seberapa penting permintaan tersebut dan seberapa mendesak sifatnya.

* Biasakanlah untuk meminta pertolongan hanya pada saat mendesak dan untuk sesuatu yang memang sangat penting.

* Jangan memaksa. Ingat satu hal, kita hanya bisa meminta, dan mereka (siapa pun yang dimintai tolong) berhak menolak. Jangan menjadi sedih atau justru marah ketika orang tersebut tak bersedia menolong kita, dengan atau tanpa alasan.

* Saat menghadapi penolakan, bersikaplah dewasa dan berbesar hati. Tak perlu memusuhi orang yang tidak bersedia menolong tadi. Untuk menghindari hal semacam ini, ada baiknya miliki alternatif beberapa orang yang bisa dimintai tolong.

KATAKAN APA ADANYA

Ratih menegaskan bahwa siapa pun pada dasarnya berhak untuk menolak saat dimintai tolong. Lalu bagaimana cara menolak permintaan tolong tersebut tanpa menyakiti pihak yang minta tolong? “Be realistic and assertive,” tegas Ratih. “Itulah cara terbaik. Kalaupun harus menolak, lakukan secara anggun. Kalau merasa tidak sanggup melakukannya, katakan terus terang, dengan penuh hormat, perhatian dan kerendahan hati, bahwa kita memang tidak sanggup, bukannya tidak mau.”

Yang tidak kalah penting, saran Ratih, dare to say no alias beranilah mengatakan “tidak” terhadap permintaan yang dianggap melanggar nilai-nilai moral, hukum, etika, dan pandangan hidup serta membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Disamping itu, lakukan secara asertif, santun dan elegan. Adalah hak asasi bagi setiap orang untuk menolak tanpa ada yang berhak untuk menggugat penolakan tersebut. Caranya? “Katakan tidak secara langsung, namun tetap dengan lembut dan santun.”

Begitu juga mengenai sejauh mana satu sama lain bisa saling bantu dan sampai sebatas mana bantuan tersebut sudah mungkin dapat diberikan lagi. “Sebaiknya dijelaskan terus terang dari awal. Mungkin saja akan muncul konflik sebagai akibat dari penolakan tersebut. Apa pun yang terjadi, tetaplah bersikap realistis karena seorang individu tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang dan tidak semua orang bisa membantu.” Selain itu, selalu

lihat seberapa urgent dan pentingnya masalah yang disodorkan. Seberapa jauh bantuan bisa diberikan, tetaplah tentukan prioritas utama dalam membantu. “Jangan sampai kebaikan hati dan maksud baik kita untuk menolong itu justru menjadi bumerang bagi diri sendiri. Berikan bantuan sebatas kemampuan dan lakukan sepenuh hati dan penuh kerelaan,” saran Ratih pula.

KEKERABATAN DAN UTANG BUDI

Ikatan kekerabatan dan utang budi diakui banyak orang menjadi faktor penyulit bagi kita untuk berkata “tidak” saat dimintai tolong. Lalu bagaimana menyikapinya? “Yang terpenting saat menolong orang lain adalah kerelaan dan kebesaran hati. Jadi, bukan semata-mata menanam budi untuk kemudian ditagih di masa depan.”

Dengan demikian, seperti apa pun bentuk ikatan kekerabatan yang terjalin dan sedalam apa pun yang bersangkutan berutang budi, ia tetap berhak menolak permintaan tolong. “Please, gunakan akal sehat. Jangan sampai alasan utang budi dijadikan sarana untuk mengintimidasi dan memaksakan kehendak,” ujar Ratih mengingatkan.

Kalaupun merasa ada kewajiban untuk membalas budi, lakukan secara betul alias jangan bersikap konyol. Pikirkan baik-baik, setarakah bantuan yang diminta dan utang budi yang harus dibayar/dibalas? Pikirkan baik-baik, apakah memang wajib membalasnya saat ini juga? “Kemudian dengarkan apa kata hati nurani karena nurani tidak pernah salah dan bohong,” sarannya.

Jadi, jika setelah dipikir baik-baik dan direnungkan dalam-dalam, jawabannya adalah “tidak”, tetaplah berani untuk berkata, “Maaf, saya tidak bisa membantu.”

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.