30 Desember 2008

Teori Siklus Bencana di Indonesia


Ketika bencana Tsunami Aceh, banyak masyarakat Indonesia yang mempercayai kekuatan perlindungan dariNya terhadap masjid baiturrohman Aceh yang terbebas dari bencana. Masyarakat mempercayai bahwa kekuatanNya akan melindungi bangunan yang banyak menyebutkan namaNya seperti masjid, pondok dsb, namun kalau melihat peristiwa di atas seakan menghapus kepercayaan tsb, bencana tidak melihat apapun bangunannya. Tidakkah kita berpikir bahwa kekuatanNya hanyalah milik Dia dan tidak di miliki oleh benda ?

Jawaban ilmiah

Dari kacamata ilmiah di jelaskan oleh pak menteri Kehutanan Ka’ban bahwa terjadi pengalihan fungsi hutan dari sebagai fungsi resapan menjadi ladang penduduk (hal yang sama di ulang di pacet 2 tahun lalu dan Aceh). Kacamata ilmiah berusaha menjelaskan secara kasat mata apa yang terjadi. Walaupun akhirnya di ralat sebagai fakto alam penyebabnya

Teori Siklus bencana

Adakah sesuatu yang lain terjadi, ketika ramai-ramai berbicara bencana gempa dengan prediksi ilmiah kota padang, yang muncul malah banjir bandang dan longsor, berbicara kehutanan, muncul bencana flu burung di pembantu bupati, berbicara penyakit, muncul pesawat jatuh. Lingkaran bencana di indonesia bisa menjadi siklus yang tidak pernah berhenti (kisah tentang bencana yang beruntun yang pernah terjadi dalam sejarah Kecelakaan besar (bus wisata di probolinggo) -> Longsor pacet-> Longsor Bahorok -> KelaparanNTT -> Penyakit DB-> Gempa Timika-> Gempa Tsunami->Pesawat/helikopter saling jatuh-> Penyakit baru (fluburung)-> Penyakit DB dan lumpuh layu-> Kelaparan yakuhimo-> Longor jember-> Longsor banjarnegara, kereta api saling tubrukan bahkan dikemudikan orang gila, pesawat tergelincir, longsor di trenggalek, di cipatat bandung)
Di banyak negara maju bencana menjadi hal yang paling eksak sehingga faktor keselamatan yang diutamakan dengan analisa akurat korban bencana dapat di minimalkan. Beberapa negara banyak yang berhasil semisal Jepang yang sudah menerapkan peringatan dini dan konstruksi bangunan yang tahan gempa. Tetap pada satu misteri ilmiah tentang prediksi bencana yang datangnya tidak terduga, sehingga yang paling diutamakan adalah proses minimalisasi bencana, Secara sporadis bencana muncul masih dalam koridor penjelasan ilmiah, namun kalau bencana sering terjadi (seperti di indonesia) maka jawaban ilmiah apapun menunjukkan anomali (keanehan) seakan ada kekuatan luar biasa untuk menampilkan bahwa bencana dapat dijelaskan secara masuk akal, sampai pada taraf faktor ilmiah yang tidak dapat dipercaya lagi (baca geleng-geleng kepala)

Sejarah Siklus Bencana

Tidakkah siklus ini merupakan pertanda dariNya dari hanya sekedar bencana saja dan bagaimana cara menanggulangi sehingga bisa dilakukan tindakan preventif.
Jika betul siklus itu ada, maka janganlah kita yang hidup di siklus tsb tidak menyadarinya, marilah berpikir global atau menjadi manusia masa akan datang sehingga terbebas dari unsur masa kini (seperti katak dalam tempurung)

Untuk keluar dari siklus ini sebagaimana yang telah di tulis pada catatan sejarah-sejarah yang ada dua yaitu

* tetap seperti ini dengan resiko kehancuran
* di utusnya pembawa peringatan / pembaharu (imam mahdi ) untuk menyadarkan kembali kepada ajaran agama yang benar

Sudah banyak yang mengingatkan melalui media massa bahwa masyarakat indonesia ini dalam keadaan sakit, saling memanfaatkan satu sama lainnya dan berebut ketokohan,gelar dan kebanggan, masyarakat yang dominan muslim bahkan terbenam menjadi masyarakat hitam (koruptor,apatis,hedonis dan bermegah-megahan). Adakah pola pikir masyarakat yang keliru ?

Jaman saat ini sudah banyak yang memunculkan tokoh yang dikenal dan berkorban baik jiwa dan raganya untuk membela kepentingan madani, namun banyak juga yang mencemoohnya. Suri keteladanan adalah mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri, iklash dalam berbuat tidakkah masyarakat indonesia sekarang spt itu ?

Kebanyakan yang terjadi adalah perebutan, baik perebutan merasa benar bahkan berebut juga dalam kesalahan, masyarakat yang terkotak dalam kebenaran lokal. Pola-pola masyarakat inilah yang memunculkan kerusakan di muka bumi entah langsung atau tidak langsung, suatu misal bagaimana masyarakat mengubah hutan menjadi ladang kalau bukan karena perebutan keterbatasan lahan dsb.

Secara ilmiah sosial maka hukum yang harus di tegakkan, bagaimana dengan ironi penegakan hukum jika masyarakat kecil yang harus menerima sedangkan di kota banyak masyarakat yang menerima gaji luar biasa (baca tunjangan) tanpa harus keluar keringat banyak ?

Pembangkangan masyarakat akan sering terjadi yang ujung-ujungnya kerusuhan sosial dan tatanan sosial (baca kesenjangan sosial). Solusi secara ilmiah adalah pendekatan pada sisi eksak, sedangkan siklus pertanda ini tidaklah sepenuhnya eksak.

Memutus Siklus Bencana

Pendekatan menanti pembawa pembaharu seperti komunitas eden, ahmadiyah dsb untuk memutus siklus ini jelas resiko besar bagi kelangsungan kehidupan, justru tafsir yang tepat adalah kita semua adalah pembaharu dengan memberikan suri tauladan bagi masyarakat lain.
Cara yang paling tepat adalah dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat atau tokoh, direktur dsb hendaknya di cari berdasarkan akhlak mulia bukan sekedar kepandaian, kepangkatan dan starta sosial lainnya. Sedangkan dalam kehidupan keseharian utamakan sifat mengalah dan tidak mementingkan diri sendiri. Rekontruksi pemikiran dari ritual kekuatan menuju ritual keikhlasan, dari sekedar memikirkan diri dan keluarga sendiri dengan untung banyak, diubah menjadi kepetingan madani, mari kita bantu saudara kita yang kesusahan

Nb : Pada saat teori ini coba di publikasikan, maka siklus telah berjalan lagi, yakni sebuah pesawat kecil jatuh di papua. Ini merupakan data kesekian kalinya untuk pendukung teori ini Sebab, sebab ilmiah dari pesawat jatuh tsb, pasti akan berujung sama spt pesawat lainnya yaitu temukan kotak hitam dan …. so what gitu lho (meminjam istilah masa kini)

Meminjam teori kemungkinan, bisa saja kita memakai kejadian tsb sebagai kebetulan, namun kalau di lihat rentang waktu yang berurutan, kemunculan peristiwa yang beruntung dapat di hitung sebagai permutasi 24×60x60 detik dalam kemunculan sehari dalam setahun sebagai rentang waktu asumsi 365 hari, maka jelas kecil sekali kemungkinan beruntunnya suatu peristiwa Kalau teori kebetulan yang dipakai, maka diperlukan suatu kekuatan yang luar biasa untuk ‘memaksa’ permutasi tsb berulang-berulang kemunculannya. Faktor ilmiah inilah yang membuat sesuatu yang ilmiah menjadi tidak ilmiah lagi

SUMBER: http://groups.yahoo.com/group/the_untold_stories/message/5

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.