08 Agustus 2011

MENGENAL PRODUK PERBANKAN SYARIAH

Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu: menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Untuk Bank Syariah, pada dasarnya ketiga fungsi tersebut dapat dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsinya perbankan melakukan hal-hal yang dilarang dalam syariah.
I. Apa prinsip dasar Islamic Finance?
The Fundamental principles governing Islamic Financing are the receipt of interest is prohibibited and Sharia prohibits transactions in which some or all of the following elements are gambling, uncertainty, prohibited commodities and activities.
Pada dasarnya Islamic Principles, sebagaimana dijelaskan di atas adalah menghindari MAGRIB:
  • Maisir (Gambling)-may apply to dealings in futures and options to extent that they are speculative.
  • Gharar (uncertainty) in contracts-there is a prohibition on the sale of items whose existence or characteristics are not certain, and upon contractual terms which are ambiguous or unclear.
  • Riba (interest)- it is interpreted as any returns on money which is predetermined in amount and therefore includes modern interest-based financing
  • Haram (prohibited) commodities and activities whose are prohibited. For instance such as: pork, alcohol, gambling services, prostitution, machinery for the manufacturing of alcohol, and liquor,etc. But, different views exits on many cases as tobacco, and hotels.
II. Apa jenis produk perbankan Syariah?
Produk perbankan Syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Produk Penyaluran dana, 2) Produk Penghimpunan dana, 3) Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.
III. Produk penyaluran dana
Dibedakan dalam 3 (tiga) kategori yang dibedakan berdasar tujuan penggunaannya;
  • transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang, dilakukan dengan prinsip jual beli
  • transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa
  • transaksi pembiayaan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapat sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
1.Prinsip Jual beli
Prinsip jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan atas bentuk pembayaran dan penyerahan barang sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah
Bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli Bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus sepakat atas harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, dan tak berubah selama berlakunya akad. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
b. Salam
Transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedang pembayaran secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam salam, kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti. Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada Bank, maka Bank dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau cicilan. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan.
Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank, untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau cicilan.
Ketentuan umum salam:
  • Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas: jenis, macam/bentuk, ukuran, mutu dan jumlahnya.
  • Bila hasil produksi yang diterima tidak sesuai, maka nasabah harus bertanggung jawab, antara lain mengembalikan dana yang telah diterima atau mengganti barang sesuai pesanan.
  • Karena Bank tak menjadikan barang yang dibeli/dipesan sebagai persediaan (inventory), maka Bank dimungkinkan untuk melakukan akad salam pada pihak ketiga. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.
c. Istishna
Menyerupai salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa termin pembayaran. Skim istishna dalam Bank Syariah, umum dilakukan untuk pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti: jenis, ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual dicantumkan dalam akad istishna dan tak boleh berubah selama berlakunya akad.
2. Prinsip sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli obyek transaksi adalah barang, maka pada ijarah obyeknya jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Harga jual dan harga sewa disepakati pada awal perjanjian.
3.Prinsip Bagi Hasil
Prinsip bagi hasil dibagi dua, yaitu:
a. Musyarakah
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.
Ketentuan umum: Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b. Mudharabah
Adalah bentuk kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan umum:
  • Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama
  • Hasil pengelolaan diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue sharing, yang berasal dari pendapatan proyek, dan 2) profit sharing, dari keuntungan proyek.
  • Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
4. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaku pembiayaan, diperlukan akad pelengkap. Meski tak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad pelengkap dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besar pengganti biaya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Hiwalah (alih piutang)
Fasilitas ini lazim untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksi. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
b. Rahn (gadai)
Untuk memberi jaminan pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:a) Milik nasabah sendiri, b)Jelas ukuran, sifat dan nilainya, ditentukan berdasar nilai riil pasar, c) Dapat dikuasai, tapi tak boleh dimanfaatkan oleh bank.
c. Qard
Adalah pinjaman uang.
Aplikasi Qard dalam perbankan, antara lain:
  • Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberi pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Pinjaman dilunasi sebelum berangkat haji.
  • Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah.
d. Wakalah (perwakilan)
Terjadi bila nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya melaksanakan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.
e. Kafalah (Bank Garnsi)
Diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn (gadai), serta Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank diperkenankan mendapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.