11 Agustus 2011

SEJARAH, PRINSIP SERTA PRODUK PERBANKAN SYARIAH

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Sejarah perbankan syariah pertama kali muncul di mesir pada tahun 1963. Sedangkan di Indonesia sendiri perbankan syariah baru lahir pada tahun 1991 dan secara resmi dioperasikan tahun 1992. Berbagai prinsip perbankan syariah telah diterapkan dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Adapun jenis produk atau jasa perbankan syariahadalah jasa untuk peminjam dana dan jasa untuk penyimpan dana.
Sejarah Perbankan Syariah
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Indonesia yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim membuat negara ini menjadi pasar terbesar di dunia bagi perbankan syariah. Besarnya populasi muslim itu memberikan ruang yang cukup lebar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.
Di Indonesia, bank syariah pertama baru lahir tahun 1991 dan beroperasi secara resmi tahun 1992. Padahal, pemikiran mengenai hal ini sudah terjadi sejak dasawarsa 1970-an. Menurut Dawam Raharjo, saat memberikan Kata Pengantar buku Bank Islam Analisa Fiqih dan Keuangan penghalangnya adalah faktor politik, yaitu bahwa pendirian bank Islam dianggap sebagai bagian dari cita-cita mendirikan Negara Islam (baca buku Bank Islam Analisa Fiqih dan Keuangan karya Adiwarman Karim – IIIT Indonesia, 2003).
Namun, sejak 2000-an, setelah terbukti keunggulan bank syariah (bank Islam) dibandingkan bank konvensional – antara lain, Bank Muamalat tidak memerlukan suntikan dana, ketika bank-bank konvensional menjerit minta Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ratusan triliunan akibat negative spread – bank-bank syariah pun bermunculan di Indonesia.
Hingga akhir Desember 2006, di Indonesia terdapat tiga Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS).
Fungsi-fungsi bank sudah dipraktikkan oleh para sahabat di zaman Nabi SAW, yakni menerima simpanan uang, memberikan pembiayaan, dan jasa transfer uang. Namun, biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di zaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu.
Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an, namun usaha tersebut tidak berhasil. Berikutnya, eksperimen dilakukan di Pakistan pada akhir 1950-an.
Namun, eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif di masa modern dilakukan di Mesir pada 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Kesuksesan Mit Ghamr memberi inspirasi bagi umat Muslim di seluruh dunia, sehingga muncul kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasi dalam bisnis modern.
Salah satu tonggak perkembangan perbankan Islam adalah didirikannya Islamic Development Bank (IDB, atau Bank Pembangunan Islam) pada tahun 1975, yang berpusat di Jeddah. Bank pembangunan yang menyerupai Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank, ADB) ini dibentuk oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang anggota-anggotanya adalah negara-negara Islam, termasuk Indonesia.
Pada era 1970-an, usaha-usaha untuk mendirikan bank Islam sudah menyebar ke banyak negara. Misalnya, Dubai Islamic Bank (1975) dan Kuwait Finance House (1977) di Timur Tengah. Beberapa negara seperti Pakistan, Iran, dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di negara tersebut menjadi nur-bung, sehingga semua lembaga keuangan di negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga.
Kini perbankan syariah sudah menyebar ke berbagai negara, bahkan negara-negara Barat. The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa, tepatnya Denmark, tahun 1983.
Di Asia Tenggara, tonggak perkembangan perbankan terjadi pada awal dasawarsa 1980-an, dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada tahun 1983.
Prinsip Perbankan Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
  • Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  • Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  • Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  • Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  • Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk Perbankan Syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
Jasa untuk peminjam dana
  • Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
  • Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
  • Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
  • Takaful (asuransi islam)
Jasa untuk penyimpan dana
  • Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
  • Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.