31 Maret 2012

KENAIKAN HARGA BBM DAN DAYA TAHAN KREDIT

Kenaikan harga BBM juga selalu berdampak pada kolektibilitas kredit. Kelompok yang berpenghasilan tetap akan terkena imbas kenaikan harga kebutuhan dan sudah pasti akan memengaruhi cicilan atau angsuran ke bank atau ke multifinance. Harga polis asuransi juga akan naik karena biaya-biaya rumah sakit dan sekolah juga meningkat. 

Pemerintah hampir pasti akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Hanya saja besarannya masih belum pasti. Namun, perkiraan pasar, kenaikan harga BBM akan berkisar 30% sampai dengan 40%. Untuk premium, yang biasanya Rp4.500 per liter akan menjadi Rp6.000 sampai dengan Rp6.500 per liter. Kenaikan harga BBM ini terkait dengan daya tahan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Kenaikan harga BBM bersubsidi sepertinya akan dilakukan di akhir tahun 2012. Menurut Agus D.W. Martowardojo, Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia (RI), pemerintah akan segera mengajukan pembahasan APBN perubahan (APBN-P) pada awal Maret dan 30 hari sejak pengajuan kenaikan harga sudah bisa dilakukan.

Menurut Agus Martowardojo, kenaikan harga minyak bersubsidi ini dilakukan untuk mengendalikan lonjakan konsumsi BBM dan mengurangi subsidi yang terus membengkak. Namun, Menkeu sendiri tidak akan menyebut angka kenaikannya karena akan menimbulkan spekulasi.

Hitung-hitungan penghematan subsidi BBM kasarnya jika kenaikan Rp1.000 per liter, akan menghemat sekitar Rp28 triliun dan kenaikan Rp1.500 sebesar Rp54 triliun. Jadi, jika tidak dinaikkan harga BBM bersubsidi akan meledakkan APBN.


Tahun lalu saja angka subsidi BBM mencapai Rp165 triliun. Jumlah ini melonjak dari APBN-P sebesar Rp129,7 triliun. Pada 2012 angka subsidi diperkirakan Rp123 triliun. Namun, jika melihat konsumsi BBM dan harga minyak dunia, target itu bisa melonjak tinggi. Untuk itu, pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi ini.

Jika hendak membandingkan angka subsidi minyak tahun ini, besarnya subsidi itu 2,2 kali anggaran infrastruktur perhubungan yang besarnya Rp55,6 triliun dan 0,5 kali anggaran pendidikan murah dan terjangkau Rp290 triliun.

Banyak pengamat tampak setuju atas kenaikan harga BBM ini, kecuali jajaran Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang beroposisi dengan pemerintah. Suka tidak suka, kenaikan harga BBM ini harus dilakukan. Selain mudah dan simpel karena tinggal membuat kebijakan ketimbang membuat kebijakan alih energi yang mendadak dan pengenaan harga BBM bersubsidi yang berbeda—yang akan menimbulkan distorsi harga.

Kendati demikian, ada dampak yang paling serius. Kelompok kaya masih akan menikmati subsidi bersama dengan kelompok miskin. Karena itu, pemerintah perlu membuat kebijakan-kebijakan dan melakukan pembangunan infrastruktur agar masyarakat yang terkena dampaknya dapat tertolong. Perlu ada kebijakan buat si miskin.

Kenaikan harga BBM selalu berdampak banyak. Ongkos angkutan umum akan naik. Bahkan, belum ada pengumuman, asosiasi angkutan umum memperkirakan akan ada kenaikan ongkos angkutan 35% dan ini akan menyulut harga kebutuhan pokok dan akan berdampak pada angka inflasi.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kenaikan harga BBM juga selalu berdampak pada kolektibilitas kredit. Kelompok yang berpenghasilan tetap akan terkena imbas kenaikan harga kebutuhan dan sudah pasti akan memengaruhi cicilan atau angsuran ke bank atau ke multifinance. Harga polis asuransi juga akan naik karena biaya-biaya rumah sakit dan sekolah juga meningkat.

Jika permintaan turun di kelompok masyarakat berpenghasilan tetap, itu karena tergerus inflasi yang bisa mencapai kenaikan 1% sampai dengan 2% akibat kenaikan harga BBM bersubsidi ini. Inflasi diperkirakan akan terkerek pada kisaran 5% sampai dengan 7% sehingga suku bunga juga sulit diharapkan untuk turun lebih rendah lagi.

Pada akhirnya, jika ada tekanan terhadap harga-harga, akan berpengaruh terhadap sektor riil, yang sudah pasti akan terjadi penurunan permintaan. Jika terjadi penurunan permintaan, akan berpengaruh terhadap kualitas kredit bank. Risiko kredit macet akan makin besar dan ini merupakan ancaman terhadap penurunan suku bunga kredit karena risiko yang meningkat.

Pengalaman sebelumnya, ketika harga minyak naik, akan berpengaruh pada sektor konsumsi, terutama kredit-kredit yang berisiko tinggi. Juga, bakal menurunkan permintaan akan kebutuhan otomotif dan ini pasti bisa merembet ke sektor multifinance. Risiko multifinance akan membesar akibat kenaikan harga BBM dan sudah tentu akan menaikkan harga jual kendaraan bermotor akibat ada kenaikan harga suku cadang.

Karena itu, kalangan perbankan dan multifinance perlu memerhatikan bahaya laten dari kenaikan harga BBM ini. Sepertinya tidak akan terjadi apa-apa karena setiap hari kita disuguhi sinetron mengenai pengusutan kasus korupsi yang dilakukan Nazaruddin dan kawan-kawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selama ini pemerintah sangat senang memerhatikan kondisi sosial politik. Padahal, sebenarnya kenaikan harga BBM ini bisa berdampak buruk pada sektor riil dan sektor perbankan. Namun, sepanjang pemerintah bisa mengerjakan PR-nya, yaitu mengurusi penduduk miskin, perbankan juga masih akan bisa tumbuh seperti perkiraan, yaitu 22% sampai dengan 24%.
Namun, jangan pernah berharap akan terjadi penurunan suku bunga kredit yang lebih tajam. Semua itu karena efek berantai kenaikan harga BBM yang akan menurunkan kualitas kredit sektor perbankan dan multifinance. Satu-satunya langkah yang wajib dilakukan perbankan dan multifinance adalah bersiap-siap. Tetap menjaga kualitas kredit dan senantiasa memerhatikan biaya-biaya yang tiba-tiba membengkak.

Kenaikan harga BBM bersubsidi ini akan terlewati jika semua pihak dapat melakukan efisiensi. Tanpa itu, kenaikan harga BBM akan mengurangi pencapaian laba perusahaan, atau jika tidak, membakar cash flow perusahaan. Sebab, daya tahan kredit akan makin ringkih akibat kenaikan harga minyak ini. 

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.