15 September 2010

BALADA SANG PENAKLUK DARI INDONESIA

Ternyata Indonesia menyimpan cukup banyak perusahaan yang mampu mendominasi pasar global di industri yang mereka terjuni. Beberapa dari mereka bahkan menjadi nomor 1 atau 2. Simak dan ikuti jejak mereka./ Diam-diam Indonesia memiliki sejumlah perusahaan yang terbukti amat tangguh di pasar global. Dibilang ?amat tangguh?, karena kenyataannya memang demikian. Contohnya -- mungkin Anda sering mendengar nama ini -- PT Great Giant Pineapple. Perusahaan ini kini berhasil meraih posisi sebagai produsen nanas kalengan terbesar di dunia, mengungguli raksasa dunia semacam Del Monte dan Dole. Menguasai 17% pasar dunia, produk perusahaan yang memiliki perkebunan luas di Lampung Tengah ini telah menembus 50-an negara. PT Agarindo Bogatama yang bermarkas di Tangerang, Jawa Barat, tak kalah hebat. Mengusung merek Swallow Globe Brand, perusahaan ini sekarang menjadi produsen dan pemasok tepung agar-agar terbesar kedua di dunia. Dalam 1-2 tahun ke depan, Swallow Globe Brand bahkan diprediksi menjadi pemain global nomor satu di industrinya. Ini berkat perjuangan Efendy Tjoeng yang selama 36 tahun tiada henti berinovasi dan selalu berusaha menerapkan teknologi paling modern di pabrik tepung agar-agarnya. Dua perusahaan di atas sekadar contoh. Masih ada sederet nama lain yang sepak terjangnya sangat diperhitungkan di pasar global, seperti Grup Ceres (produsen cokelat), Grup Musim Mas (minyak sawit), PT Tjiwi Kimia (pulp dan kertas) dan PT Sari Makmur (eksportir kopi, pemasok terbesar Starbucks). Seperti akan Anda simak pada tulisan Sajuta setelah ini, kehebatan mereka tecermin dari keberhasilan menjadi pemain yang mampu mendominasi industri yang dimasuki. Katakanlah, mereka berhasil masuk dalam jajaran 5 atau 10 besar di pasar global. Prestasi tersebut tentu sangat pantas kita banggakan. Sebab, jangankan untuk prestasi sehebat itu, untuk keberhasilan yang sekecil apa pun selalu terselip kisah-kisah yang menarik didengar. Nah, apa lagi untuk prestasi luar biasa seperti yang diraih para penakluk pasar global itu, pastilah tersimpan gelora bisnis dan, tentu saja, romantika manusia-manusia yang terlibat di dalamnya. Di sana ada gelegak semangat, bara cita-cita, bersemainya nilai-nilai kejuangan, sedih-bahagianya menghadapi tiap fase jatuh-bangun, juga penghayatan atas nilai-nilai serta makna kerja keras dan disiplin. Tanpa sedikit pun mengurangi rasa kagum atas prestasi yang mereka raih, jujur saja kita akui, sebagian besar mereka bergerak di industri yang mengandalkan sumber daya alam. Tak ada yang perlu dipermasalahkan dalam hal ini. Justru itu merupakan bentuk syukur atas karunia kekayaan alam yang dilimpahkan kepada negeri ini. Tulisan yang mengungkap liku-liku sukses mereka sebagai penakluk pasar global diharapkan menginspirasi, menyemangati sekaligus memacu para pengusaha di bidang-bidang industri lain yang sebetulnya berpotensi besar menjadi pemain hebat kelas dunia. Sebab, kendati sumber daya alam kita melimpah, belum semuanya ditangani dengan baik -- artinya dikelola secara profesional dan efisien sehingga membawa manfaat besar bagi masyarakat, negara, ataupun pengusahanya sendiri. Lebih jauh lagi, liku-liku sukses mereka diharapkan menginspirasi juga bidang-bidang lain yang tidak mengandalkan sumber daya alam tapi berpotensi menjadi pemain global. Seperti yang kita saksikan selama beberapa tahun terakhir, produk-produk yang dimasukkan dalam kategori industri kreatif dari Indonesia pun mulai merambah pasar ekspor, antara lain produk software, musik, sinetron, game, animasi, fashion dan spa.
Terkait dengan perkembangan mutakhir tersebut, selain bisa belajar dari para penakluk pasar global di atas, kita juga bisa belajar dari negara-negara lain yang miskin sumber daya alam tapi terbukti amat tangguh di percaturan global. Kita ambil contoh Korea Selatan. Pada gerbang kompleks industri baja Pohang Iron and Steel Company di Kor-Sel, terpampang tulisan dengan huruf besar-besar: ?Sumber daya alam terbatas, kreativitas tidak terbatas.? Tak ada yang istimewa dari kata-kata ini. Tiap orang juga tahu itu. Namun slogan yang simpel ini, karena dikondisikan terus-menerus, lama-lama tertancap juga di benak bangsa Kor-Sel. Bahkan, akhirnya menjadi visi, imajinasi dan kekuatan bangsa Kor-Sel untuk berjuang menggapai kemajuan dan kemakmuran. Bagi bangsa Kor-Sel yang miskin sumber daya alam, memang tak ada senjata lain selain kreativitas, ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi untuk bersaing dan bertarung melawan bangsa-bangsa lain. Dan ?ideologi baru? ini terbukti telah melambungkan bangsa ini hingga memiliki raksasa-raksasa industri seperti Samsung, Hyundai, Daewoo dan LG yang produk-produknya kini mendominasi pasar global. Belakangan, produk-produk dari industri kreatifnya pun mulai menyerbu pasar global, seperti film, sinetron dan musik. Pengaruh makronya jelas sangat besar. Ketika bangsa Kor-Sel baru merdeka pada 1962, pendapatan per kapitanya US$ 87/tahun, lebih rendah daripada Indonesia yang saat itu US$ 90. Akan tetapi, pada 1996, artinya setahun sebelum krisis kawasan, pendapatan per kapita Kor-Sel sudah melejit menjadi US$ 10.543, sementara Indonesia masih berkutat di angka US$ 1.000 atau tak sampai sepersepuluhnya. Padahal, keduanya sama-sama negara Asia. Padahal pula, di samping lebih dulu merdeka dibanding Kor-Sel, negeri kita juga dikaruniai kekayaan alam berlimpah-ruah. Kenyataan itu semakin menegaskan bahwa kreativitas memang segalanya. Jepang dan Singapura, yang juga amat miskin sumber daya alam, merupakan bukti lain yang tak terbantahkan bahwa hanya dengan kreativitas -- tentu saja disertai kerja keras dan disiplin ? suatu negara mampu menaklukkan dunia. Jepang, di samping sangat dominan di industri otomotif (yang seluruh bahan bakunya impor) dan elektronik, belakangan juga sangat agresif menyerbu pasar global lewat industri kreatifnya dengan produk-produk andalan seperti game, animasi dan komik. Langkah Singapura tak kalah taktis dan antisipatif. Selain menyediakan banyak beasiswa bagi anak-anak cerdas dari seluruh penjuru dunia, negeri ?secuil? ini bahkan dengan mudahnya memberikan kewarganegaraan bagi mereka yang terlihat cerdas dan kreatif. Tak terkecuali mahasiswa dari Indonesia. Nah, orang-orang pilihan inilah yang kelak memacu perekonomian dan bisnis di negeri itu sehingga tampil sebagai pemain global yang disegani, di bidang apa pun. Para birokrat dan kaum cendekiawan Indonesia pasti sudah sangat memahami tren global seperti itu. Yang kita tunggu tinggallah niat luhur, plus eksekusinya. // *(Sumber Majalah SWA)

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar terbaik anda, lebih dari satu komen no problem,sekarang zamannya bebas berekspresi.